Warga Tuntut Gubernur Anies Tuntaskan Masalah yang Belum Selesai
Enam bulan jelang berakhirnya masa jabatan Gubernur DKI Anies Baswedan, ada sejumlah masalah krusial belum selesai. Warga yang tergabung dałam Koalisi Perjuangan Warga Jakarta atau Kopaja meminta Anies menyelesaikannya.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jabatan Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta bakal segera berakhir dalam enam bulan. Kolisi Perjuangan warga Jakarta atau Kopaja menilai banyak masalah belum selesai sehingga menyerahkan surat peringatan bagi Anies sekaligus meminta Anies Baswedan menuntaskan masalah-masalah itu.
Jenny Silvia dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta yang bergabung bersama Kopaja di pendopo Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (22/4/2022), menyatakan, sejumlah masalah krusial yang belum tuntas itu dalam catatan LBH juga Kopaja terdiri atas beberapa isu. Pertama, terkait kualitas udara Jakarta yang buruk yang sudah melebihi baku mutu udara ambien nasional (BMUAN).
Pascaputusan atas gugatan warga negara terhadap polusi udara di DKI Jakarta, disebutkan Jenny, Pemprov DKI belum juga melakukan upaya yang optimal dalam melaksanakan putusan. Hal itu dibuktikan dengan status BMUA yang masih jauh di bawah ambang batas sehat bagi warga, upaya-upaya teknis yang dilakukan tidak dapat diukur dan tidak teruji secara ilmiah, hingga hasil pengawasan polusi udara yang tidak transparan, dan penerbitan kebijakan yang tidak didasarkan pada kebutuhan dan partisipasi publik dalam hal ini warga DKI Jakarta.
Masalah kedua yang belum selesai, lanjut Jenny, adalah akses air bersih di Jakarta yang sulit sebagai dampak swastanisasi air. Sejak air bersih di DKI Jakarta dikelola dua operator swasta yang bekerja sama dengan PAM Jaya mulai 1997, sampai hari ini jangkauan air bersih hanya mencakup 62 persen wilayah Jakarta. Terdapat sebanyak 22,85 persen warga DKI Jakarta yang tidak dapat menikmati pelayanan air, harga air di Jakarta sangat mahal mencapai Rp 12.550 per meter kubik, tetapi tidak berkualitas karena berbau dan berasa; serta pengelolaan air oleh Palyja dan Aetra yang tidak transparan dan akuntabel.
Masalah ketiga yang belum tuntas adalah penanganan banjir Jakarta. Penanganan banjir di Jakarta disebutkan belum mengakar pada beberapa penyebab banjir.
Masalah lainnya, penataan kampung kota yang belum partisipatif; ketidakseriusan Pemprov DKI Jakarta dalam memperluas akses terhadap bantuan hukum; juga sulitnya warga memiliki tempat tinggal di Jakarta.
Warga, lanjut Jenny, juga melihat belum ada bentuk intervensi yang signifikan dari Pemprov DKI Jakarta terkait permasalahan yang menimpa masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil, penanganan pandemi yang masih setengah hati, penggusuran paksa masih menghantui masyarakat Jakarta, dan reklamasi yang masih terus berlanjut.
Koalisi warga menilai isu-isu itu merupakan masalah yang sangat krusial karena berkaitan langsung dengan standar kehidupan layak yang berhak didapatkan warga dan wajib dipenuhi pemerintah. Koalisi warga menuntut Anies serius menuntaskan persoalan tersebut dan akan ada evaluasi pada enam bulan ke depan.
Sudah terbiasa dalam situasi pandemi Covid-19 kinerjanya lamban. Maka, kalau digenjot dalam tempo sesingkatnya, dalam enam bulan, ini tidak mungkin.
Terpisah, pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah melihat, apa yang disampaikan Kopaja tersebut senada dengan rapor merah yang juga disampaikan warga pada Oktober 2021. Ia menilai bahwa warga menyampaikan dan menuntut hal-hal yang menjadi hak warga itu wajar. Namun, apabila koalisi warga mendesak Anies Baswedan menuntaskan isu-isu krusial itu dalam enam bulan, itu merupakan hal yang tidak mungkin.
Trubus merunut ke belakang, pandemi Covid-19 yang menyerang sejak dua tahun lebih ini membuat anggaran DKI Jakarta dialihkan untuk penanganan Covid-19, termasuk di antaranya untuk bantuan langsung tunai (BLT). Itu membuat banyak program tidak bisa tuntas.
Di sisi lain, ia melihat Anies memiliki kelemahan dalam menggerakkan organisasi perangkat daerah (OPD) di bawahnya. Di samping memang kinerja SDM OPD, ia melihat juga lamban.
Dalam pandangan Trubus, SDM OPD di DKI Jakarta memiliki irama kerja atau budaya kerja yang lamban. Maka, akselerasi dalam hal kinerja layanan publik itu lamban.
”Sudah terbiasa dalam situasi pandemi Covid-19 kinerjanya lamban. Maka, kalau digenjot dalam tempo sesingkatnya, dalam enam bulan, ini tidak mungkin,” kata Trubus.
Dengan situasi itu, apabila program-program tersebut hendak dieksekusi, Trubus mempertanyakan siapa yang hendak mengeksekusi? ”Artinya, tidak mungkin dilakukan percepatan dalam enam bulan ini,” katanya.
Masalah-masalah yang krusial dan belum selesai itu akan menjadi pekerjaan rumah bagi pelaksana tugas (PLT) gubernur setelah Anies. ”Namun, ini nanti jadi pekerjaan berat buat PLT karena budaya bekerja SDM OPD tadi. Kalau PLT bukan orang yang terampil dalam menggerakkan SDM, itu berat,” tutur Trubus.