Tim Advokasi Kebakaran Lapas Kelas I Tangerang Mengadu ke PBB
Tim advokasi korban kebakaran Lapas Kelas I Tangerang berharap pengaduan ke Pelapor Khusus PBB bisa membuat pemerintah serius membenahi lapas dan mengusut kasus kebakaran hingga ke akarnya.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Tim advokasi korban kebakaran Lapas Kelas I Tangerang telah membuat pengaduan kepada Pelapor Khusus PBB untuk Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia. Mereka lalu menyerahkan tembusan itu kepada PTSP Pengadilan Negeri Tangerang, Selasa (19/4/2022) siang, supaya bisa menjadi pertimbangan majelis hakim dalam penanganan perkara kebakaran lapas.
Tim advokasi terdiri dari LBH Masyarakat, LBH Jakarta, Imparsial, dan LPBH Nahdlatul Ulama membuat pengaduan kepada Pelapor Khusus PBB pada Selasa (12/4/2022). Tembusannya lalu diserahkan ke pengadilan sebelum memantau jalannya sidang dengan agenda keterangan saksi ahli.
Fadhil Alfathan dari LBH Jakarta menyebutkan, pengaduan ke Pelapor Khusus PBB dibuat agar pemerintah serius membenahi pengelolaan lembaga pemasyarakatan yang ada di Indonesia. Sementara tembusan ke pengadilan supaya menjadi pertimbangan majelis hakim dalam penanganan kelalaian dari level pimpinan hingga bawahan lapas.
”Isi pengaduannya terkait dugaan kelalaian pengelolaan lapas. Kelebihan penghuni. Jumlah penjaga yang terbatas hingga terjadi kebakaran. Kami advokasi supaya terjadi pembenahan sistem,” katanya.
Kebakaran Blok C2 Lapas Kelas I Tangerang yang menewaskan 49 warga binaan terjadi pada Rabu (8/9/2021) dini hari. Kala itu blok berbentuk paviliun dengan 19 kamar, termasuk aula, untuk 122 warga binaan itu hanya dijaga satu petugas piket.
Tujuh keluarga korban sempat mengadukan dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam penanganan korban meninggal kepada Komnas HAM, Kamis (28/10/2021). Keluarga korban mengaku ada intimidasi yang dilakukan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM saat mereka menandatangani surat keterangan tidak boleh menuntut negara dalam kejadian tragis itu.
Ada kelalaian, tapi hanya menyentuh level bawah atau para terdakwa. Padahal, prosedurnya atau sistemnya keliru dari atas.
Fadhil menyebutkan, pengaduan kepada Pelapor Khusus PBB dan penyerahan tembusan ke pengadilan menyasar dua persoalan pokok, yakni pemulihan hak keluarga korban dan adanya pembenahan sistem pemasyarakatan.
”Keluarga korban dapat santunan, tetapi diminta tak menuntut. Itu menyesatkan, merugikan keluarga korban. Padahal, mereka punya hak untuk menuntut,” ucapnya.
Nixon Randy Sinaga dari LBH Masyarakat menambahkan, tembusan pengaduan diharapkan sampai ke tangan majelis hakim sehingga bisa jadi pertimbangan dalam sidang.
”Ada kelalaian, tapi hanya menyentuh level bawah atau para terdakwa. Padahal, prosedurnya atau sistemnya keliru dari atas,” katanya.
Untuk diketahui, empat petugas lapas menjadi terdakwa dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tangerang. Keempatnya ialah Suparto, Rusmanto, Yoga Wido Nugroho, dan Panahatan Butar Butar.
Flora Dianti, saksi ahli pidana dari Universitas Indonesia, dalam persidangan Selasa siang menyebutkan, berdasarkan bukti acara pemeriksaan yang diterimanya memang ada kelalaian oleh para terdakwa.
”Meninggal (korban) karena asap. Mereka terkurung karena yang jaga terbatas. Di satu sisi memang ada unsur atasan yang tidak menganggarkan perawatan gedung atau hal lain berkaitan dengan pencegahan kebakaran. Berarti ada kelalaian di sini,” ucapnya.