NF (48) mengakui aksinya yang terekam kamera pengawas atau CCTV. Namun, mengelak telah lima kali mencabuli M (10) murid sekaligus tetangganya di Kabupaten Serang, Banten.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·2 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Lima kali sudah NF (48), guru mengaji di Kecamatan Kragilan, Kabupaten Serang, Banten, mencabuli muridnya, M (10). Kekerasan seksual ini terekam kamera pengawas atau CCTV yang ada di rumah korban.
NF empat kali mencabuli tetangganya tersebut di tempat majelis taklim dan sekali di rumah korban. Pelaku menggerayangi tubuh dan memaksa korban memegang alat kelaminnya.
Kepala Polres Serang Ajun Komisaris Besar Yudha Satria menuturkan, orangtua korban melaporkan NF pada Jumat (1/4/2022). Mereka curiga terhadap gerak gerik pelaku ketika mengajar si buah hati.
”Orangtua korban periksa CCTV. Tampak NF memegang tubuh korban dan memaksanya memegang alat kelamin,” tuturnya pada Selasa (12/4/2022).
Kekerasan seksual dan fisik akan sulit dilaporkan jika terjadi dalam lingkup keluarga. Apalagi, pelakunya orangtua atau orang dikenal.
NF ditangkap di rumahnya yang tak jauh dari rumah korban. Dia mengaku terbawa nafsu sehingga mencabuli dan memaksa korban. Namun, membantah sudah lima kali mencabuli korban.
”Korban bilang dicabuli sejak Maret. Sementara pelaku mengaku baru sekali mencabuli korban,” ujarnya. Buntut pencabulan ini NF terancam penjara minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun.
Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Banten tergolong tinggi. Polda Banten menangani 323 kasus yang didominasi kekerasan seksual dan kekerasan fisik sepanjang tahun 2021.
Sementara itu, hasil pengawasan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sepanjang 2021 menunjukkan, komitmen negara semakin membaik. Namun, ragam pengaduan kekerasan fluktuatif dengan kasus kekerasan fisik atau psikis paling banyak di Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Timur, Banten, dan Sumatera Utara.
Sepanjang 2021, pengaduan perlindungan khusus anak sebanyak 2.982 kasus. Trennya, kasus tertinggi dengan anak korban kekerasan fisik atau psikis (1.138 kasus), anak korban kejahatan seksual (859 kasus); anak korban pornografi dan cybercrime (345 kasus); anak korban perlakuan salah dan penelantaran (175 kasus); anak dieksploitasi secara ekonomi atau seksual (147 kasus), dan anak berhadapan dengan hukum sebagai pelaku (126 kasus).
Komisioner Bidang Trafficking dan Eksploitasi KPAI Maryati Solihah yang akrab dipanggil Ai menuturkan, para pelaku umumnya orang yang dikenal korban, sedangkan sebagian kecil tidak dikenal korban. Pelaku cukup variatif, yaitu teman korban, tetangga, kenalan korban, orangtua, pendidik dan tenaga kependidikan di satuan pendidikan, serta aparat.
”Ada catatan krusial. Kekerasan seksual dan fisik akan sulit dilaporkan jika terjadi dalam lingkup keluarga. Apalagi, pelakunya orangtua atau orang dikenal. Biasanya diselesaikan secara kekeluargaan,” ucapnya.