Masih Gelap, Motif Suami Bunuh Istri dan Anak di Banten
Supriyadi (44) yang dikenal bersikap baik ini membunuh istri dan anaknya di Kabupaten Serang, Banten. Dia bahkan berusaha bunuh diri setelah aksi sadis itu.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·4 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Supriyadi (44) menghabisi nyawa istrinya, TJ (43), dan anak bungsunya, DI (9), di Kampung Baru, Desa Sentul, Kecamatan Kragilan, Kabupaten Serang, Banten, Jumat (8/4/2022) dini hari. Perbuatan sadis ini terjadi di dalam kamar rumah mereka dan diketahui oleh IH (15), anak sulungnya.
Pedagang ini sempat menyayat pergelangan tangannya seusai membunuh istri dan buah hatinya, sedangkan IH berlari meminta pertolongan warga. Satreskrim Polres Serang telah meminta keterangan dari IH, Tupardi (40), adik kandung TJ, serta Sukadi (45) dan Basarudin (39), tetangga korban pada Sabtu (9/4/2022).
”Anak sulung korban belum banyak berbicara karena masih trauma. Ada tekanan psikis yang cukup berat bahkan depresi. Kami berikan pendampingan oleh psikolog untuk pemulihan,” ujar Kabid Humas Polda Banten Komisaris Besar Shinto Silitonga, Minggu (10/4/2022).
Di sisi lain, penyidik belum memeriksa pelaku lantaran dalam proses pemulihan pascaoperasi pergelangan tangan kiri untuk menutup luka sayatan pada nadi. Operasi dilakukan oleh tim dokter RSUD Drajat Prawiranegara pada Sabtu (9/4/2022) sore.
Shinto mengatakan, kondisi pelaku berangsur pulih tetapi belum dapat diperiksa. Namun, penyidik tetap fokus mengungkap motif pelaku tega membunuh istri dan anaknya. Apalagi warga Kampung Baru mengenal pelaku sebagai pribadi yang baik, taat beribadah, dan bermasyarakat.
”Permasalahan ekonomi menjadi motif prioritas yang didalami oleh penyidik,” ujarnya.
Tiga kondisi yang berhubungan dengan pembunuhan adalah depresi, penyalah guna narkoba, dan kekacauan relasi pribadi.
Sadis
Hasil otopsi di RS Bhayangkara Polda Banten, Jumat (8/4/2022), menunjukkan TJ menderita lima luka sayatan pada bagian bawah dagu hingga leher. Sayatan itu berukuran 1-14 sentimeter.
Shinto mengatakan, korban diperkirakan sempat melawan pelaku sebelum meninggal karena terdapat luka pada bagian tangan kanan akibat benda tajam. Sementara, otopsi terhadap DI menunjukkan dua luka akibat sayatan benda tajam berukuran 4 cm dan 13 cm.
”Sayatan di leher menyebabkan si ibu tewas, sedangkan anaknya tewas karena sayatan besar (13 cm),” ujarnya.
Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) berujung maut tak kunjung surut. Psikolog forensik Reza Indra Giri Amriel mengatakan, kasus di Serang hanya segelintir titik ekstrem dari spektrum KDRT.
”KDRT marak terjadi sejak dulu karena itulah ada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Penanda bahwa KDRT adalah fenomena,” katanya yang dihubungi terpisah.
Pada kekerasan ekstrem seperti di Serang, Reza mengaitkan pada kemungkinan adanya pengaruh narkoba atau alkohol dalam diri pelaku. Tingkat pengaruh yang parah sangat berbahaya. Bahkan, pelaku tak sepenuhnya bisa menjelaskan perbuatannya sendiri.
”Tiga kondisi yang berhubungan dengan pembunuhan adalah depresi, penyalah guna narkoba, dan kekacauan relasi pribadi,” tuturnya.
Naik
Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat penurunan pengaduan korban ke berbagai lembaga layanan sepanjang 2021 karena kendala sistem dan pembatasan sosial. Namun, laporan langsung ke Komnas Perempuan justru naik, tercatat ada 3.838 kasus ketimbang 2.134 kasus pada tahun sebelumnya. Hal ini terjadi lantaran tersedia media pengaduan darin melalui Google form.
Dalam lembar fakta dan poin kunci catatan tahunan Komnas Perempuan 2022, Bayang-bayang Stagnansi: Daya Pencegahan dan Penanganan Berbanding Peningkatan Jumlah, Ragam dan Kompleksitas Kekerasan Berbasis Gender terhadap Perempuan, Jakarta, 8 Maret 2022, kekerasan tertinggi terjadi di ranah personal sebanyak 2.527 kasus, publik/komunitas 1.273 kasus, dan ranah negara 38 kasus.
Kekerasan di ranah personal antara lain oleh mantan pacar dengan 813 kasus (32,2 persen), kekerasan terhadap istri 771 kasus, kekerasan dalam pacaran 463 kasus, kekerasan terhadap anak perempuan 212 kasus, dan KDRT 171 kasus.
Bentuk kekerasan paling dominan ialah kekerasan psikis 2.008 kasus (44 persen), kekerasan seksual 1.149 kasus (25 persen), kekerasan fisik 900 kasus (20 persen), dan kekerasan ekonomi 520 (11 persen).
Komnas Perempuan merujuk pemberitaan di media massa daring sepanjang 2021 mencatat 237 kasus pembunuhan perempuan. Temuan tersebut tak jauh berbeda ketimbang tahun sebelumnya.
Relasi pelaku dengan korban yang dominan ialah suami (34 orang), pacar (21), dan tetangga (18). Di sisi lain terdapat korban sebagai istri siri (8 orang), selingkuhan (5 orang), dan pekerja seks atau perempuan yang dilacurkan.
Motif pembunuhan terbanyak yaitu dendam/sakit hati (30,4 persen), pemerkosaan (14,9 persen), cemburu (14,3 persen), dan pencurian (12,5 persen). Juga ada motif lain, seperti kehamilan tidak dikehendaki, menolak hubungan seksual, didesak menikah, cinta ditolak, dan menolak rujuk.