Darah Remaja yang Nodai Kesucian Ramadhan
Baru sepekan bulan puasa berjalan, beberapa remaja tewas dalam aksi nirfaedah, yaitu tawuran sesama mereka di wilayah Jakarta dan daerah sekitarnya.
Kesucian bulan Ramadhan kali ini masih dinodai dengan pertumpahan darah manusia-manusia belia. Baru seminggu bulan puasa berjalan, beberapa remaja tewas dalam aksi nirfaedah sesama mereka di wilayah Jakarta dan daerah-daerah sekitarnya.
”Darah dibayar darah by Belat”. Tulisan tangan dengan spidol hitam tertulis di potongan karton berwarna putih. Potongan karton itu tertempel di ujung pembatas kerucut berwarna oranye, tepat di atas potongan karton lain yang lebih besar dengan tulisan ”Muhammad Diaz bin Sofyan”.
Pembatas itu memalangi ujung gang menuju rumah Diaz (20), di Kelurahan Kota Bambu Selatan, Kecamatan Palmerah, Jakarta Barat, Sabtu (9/4/2022) siang. Jenazah Diaz tengah disemayamkan di sana. Ia menjadi korban tawuran di Jalan Sanip, Kelurahan Jati Pulo, Kecamatan Palmerah, Sabtu (9/4/2022) dini hari.
Luka bacok di dada sebelah kiri membuat nyawa remaja itu tidak selamat, seperti dua temannya yang lain yang masing-masing terluka sabetan senjata tajam di punggung dan di bagian kepala. Tiga pemuda asal Kota Bambu itu tumbal dari kebrutalan kelompok remaja dari Jati Pulo.
Kompas masih mencoba menghubungi polisi untuk mendapatkan kronologi kejadian yang sebenarnya. Namun, menurut informasi yang beredar dari media sosial, seperti akun Instagram @lensa_berita_jakarta, korban-korban tewas itu bersama teman-temannya keluar untuk membangunkan warga sahur.
Diaz pergi bersama teman-teman remaja lainnya pergi ke daerah Jati Pulo, wilayah yang konon menjadi rumah musuh mereka. Tak heran, di jalan, mereka bertemu dengan kelompok remaja dari Jati Pulo. Cekcok pun terjadi dan Diaz sempat mencoba melerai kelompok yang berkonflik. Naas, ia dan teman-temannya yang akhirnya kabur justru dikejar dan terkena sabetan senjata tajam.
Semalam, di Kota Serang, Banten, setidaknya dua remaja menjadi korban luka berat karena kebrutalan kelompok remaja. Kepala Bidang Humas Polda Banten Komisaris Besar Shinto Silitonga, dalam keterangannya, mengumumkan telah terjadi dua tawuran di lokasi berbeda.
Anak-anak dan remaja ini rentan menjadi korban dari sistem sosial yang gagal. Pola ini sudah muncul lebih dari 40 tahun yang lalu. Tinggal kita yang perlu membuat inovasi.
Peristiwa pertama terjadi pada Jumat (8/4/2022), sekitar pukul 01.30 di Jalan Sukadiri, Kasemen. Pelajar dari daerah Sukajaya, Senan (17) dan Hapid (17), masing-masing mengalami luka pada bagian paha kiri dan punggung akibat benda tajam.
”Keduanya saat itu tengah duduk di depan warung, hendak menunggu waktu sahur,” kata Shinto secara tertulis.
Momentum sahur, Sabtu dini hari itu, juga menjadi peristiwa berdarah bagi Satrio (18). Warga Cimuncang itu mengalami luka pada bagian punggung akibat benda tajam saat menggunakan motor untuk mencari makan sahur sekitar pukul 03.30.
”Kelompok pelaku sekitar 20 orang, menggunakan motor, dan membawa beberapa jenis senjata tajam,” katanya. Ia memastikan polisi masih terus mengejar pelaku.
Baca juga: Sepuluh Hari Pertama di Bulan Puasa, Masa Krusial Penegakan Penertiban
Di Kecamatan Tambun Utara, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa (5/4/2022) dini hari, seorang remaja berinisial DS (14) meregang nyawa. Ia mengalami luka-luka akibat pukulan benda tumpul yang dilayangkan remaja dari kelompok berseberangan. Nyawa DS pun tak terselamatkan.
Kapolres Metro Bekasi Komisaris Besar Gidion Arif Setyawan menerangkan, ada dua remaja yang kini ditetapkan sebagai tersangka meninggalnya DS dan korban luka lainnya. ”(Korban) Yang meninggal itu karena luka benda tumpul. (Korban) Yang satunya luka itu benda tajam,” katanya, beberapa waktu lalu.
Kejadian itu berawal saat tersangka bersama dengan beberapa temannya sedang nongkrong di mushala dekat rumah. Kemudian, melalui aplikasi pesan, pelaku mengajak teman dari kampung korban untuk bermain perang sarung di Jalan Raya H Nausan sekitar pukul 03.00.
”Di TKP, pelaku mendengar adiknya terkena senjata tajam yang diduga celurit, kemudian pelaku bertemu dengan kelompok korban. Lalu, korban dipukuli hingga tersungkur,” papar Gidion.
Kegagalan sosial
Kematian dan trauma luka yang dialami remaja akibat kebrutalan sesama mereka memang tidak hanya terjadi selama bulan puasa. Catatan polisi dan pemberitaan media massa ataupun sosial menunjukkan, aksi tawuran dan kekerasan jalanan lainnya oleh remaja kembali marak selama pengetatan aturan di pandemi mengendur.
Devie Rahmawati, pengamat sosial dari Universitas Indonesia, melihat, bulan Ramadhan mungkin saja memperluas waktu mereka untuk keluar rumah dengan alasan kegiatan sahur atau ibadah malam lainnya.
Baca juga: Polisi Siapkan Beberapa Titik Mencegah Sahur ”On The Road” di Jakarta
Situasi pandemi juga bisa menambah kecenderungan mereka untuk mencari eksistensi di luar rumah atau dunia maya dengan jalan kekerasan. Hal ini bisa timbul karena anak-anak kurang perhatian saat para orangtua berupaya menstabilkan masalah ekonomi dan lainnya.
”Belum lagi adanya perubahan pola pengasuhan karena modernitas, orangtua terlalu membebaskan anak, sehingga mereka dikasih motor, uang, dan ponsel tanpa kontrol. Anak-anak ini ibaratnya dikasih setir, padahal mereka hanya tahu mekanisme gas. Mereka belum tahu mekanisme rem, moral, dan sebagainya,” tuturnya saat dihubungi lewat telepon.
Pola pengasuhan yang tanpa kontrol dan minim perhatian itulah yang membuat anak dan remaja akan mencari identitas diri di luar rumah. Hal ini dapat kembali memburuk jika lingkungan juga tidak memberikan fasilitas dan perlindungan kepada mereka.
”Anak-anak dan remaja ini rentan menjadi korban dari sistem sosial yang gagal. Pola ini sudah muncul lebih dari 40 tahun yang lalu. Tinggal kita yang perlu membuat inovasi,” ujarnya.
Inovasi
Instansi penegak hukum seperti Polda Metro Jaya pun telah mencoba berinovasi untuk mengantisipasi aksi kekerasan jalanan oleh remaja selama Ramadhan. Salah satunya dengan melaksanakan filterisasi di 13 titik jalan di wilayah hukum Polda Metro Jaya setiap malam.
Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Sambodo Purnomo Yogo mengatakan, sejak 2 April 2022, polisi mengerahkan pasukan gabungan untuk pengamanan setiap pukul 01.00 hingga pukul 05.00. Lima kawasan menjadi tanggung jawab Polda, delapan kawasan jalan lainnya dipegang polres dan polsek masing-masing wilayah.
”Jalan-jalan itu tidak kami tutup. Tapi, apabila ada kelompok warga yang diduga akan melakukan pawai, arak-arakan, konvoi balapan liar, maka jalan tersebut akan kami tutup,” kata Sambodo di Jakarta.
Upaya itu, kata Sambodo, bertujuan mencegah semua kegiatan yang berpotensi menciptakan gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibnas). ”Dari sisi lalu lintas, sudah ada ratusan kendaraan yang ditilang dan puluhan kendaraan diamankan. Dari sisi kamtibnas, ada kendaraan yang diamankan karena penggunanya membawa senjata tajam, petasan, mau perang sarung atau tawuran,” tuturnya.
Baca juga: Mengasah Bakat, Menambah Teman di ”Skatepark” di Pasar Rebo
Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Fadil Imran belum lama ini juga menyampaikan, Polda Metro Jaya memiliki program Ada Polisi yang bertujuan untuk mencegah terjadinya tawuran. Program ini mendukung pengarahan Tim Patroli Perintis Presisi yang bertugas setiap malam.
”Kami mendatakan kelompok-kelompok ini untuk kami masukkan ke database. Lalu, didatangi keluarganya dan didatakan anaknya, apa yang menjadi masalah,” ucapnya, belum lama ini.
Strategi itu pun ia klaim terbukti berhasil mencegah aksi tawuran remaja di daerah Bojong Gede, Depok, Jawa Barat. ”Kalau kemarin menunggu ada tawuran baru kita turun, sekarang tidak. Kita datangi, kita edukasi lalu kita sambangi tiap malam,” kata Fadil.
Meski demikian, Devie menilai, inovasi dalam bentuk pencegahan yang dilakukan kepolisian belum akan cukup untuk mengurangi kekerasan jalanan oleh remaja. Pemerintah daerah dan lembaga kemasyarakatan, dari level RT dan RW, menurut dia, perlu intervensi.
”RT dan RW bisa bantu dengan membuat sistem jam malam untuk anak-anak atau mengadakan kegiatan positif yang menjadi wadah agar anak-anak dan remaja merasa diakui,” ucapnya.
Baca juga: 12 Orang Ditangkap Sebelum Perang Sarung