Tiga Bulan, 207 Kecelakaan Libatkan Bus Transjakarta
Jumlah sebanyak itu dinilai tidak wajar. Pembenahan dan perbaikan untuk keselamatan terus didorong untuk diwujudkan.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Dinas Perhubungan DKI Jakarta mencatat, triwulan pertama periode Januari - Maret 2022, sudah terjadi 207 kecelakaan melibatkan bus-bus Transjakarta. Perbaikan terus dikerjakan berdasarkan rekomendasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo dalam Forum Group Discussion (FGD) atau forum diskusi kelompok yang digelar Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ), Rabu (6/4/2022) menjelaskan, jumlah 207 kecelakaan itu bukan hal wajar. “Ini angka yang luar biasa,” kata Syafrin yang juga membandingkan dengan angka kecelakaan yang melibatkan Transjakarta pada 2021 sebanyak 335 kecelakaan.
Bila dirinci, lanjut Syafrin, 88 persen dari 207 angka kecelakaan itu melibatkan bus Transjakarta sebagai unsur yang menyebabkan kecelakaan. Adapun 12 persennya bus Transjakarta yang ditabrak.
Dari proporsi ini, jenis kendaraan yang terlibat bisa dibedakan atas kendaraan pribadi dan sepeda motor. Ada 29 persen kendaraan pribadi yang terlibat dan 28 persen sepeda motor yang terlibat.
Syafrin menyebutkan, terkait kecelakaan-kecelakaan yang masih terus terjadi, Dinas Perhubungan DKI mendorong Transjakarta melakukan perbaikan dan pembenahan. Dari evaluasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) ada 14 rekomendasi yang disampaikan untuk perbaikan dan pembenahan. Perbaikan dilakukan berdasarkan rekomendasi tersebut.
Daryono, anggota DTKJ dari unsur pengemudi yang juga hadir dalam agenda FGD tersebut menyatakan, ia meyakini dari 88 persen kecelakaan itu pasti melibatkan pramudi bus. Sesuai rekomendasi KNKT, untuk menekan kelelahan pengemudi, Transjakarta sebaiknya menyiapkan ruang istirahat di ujung koridor bagi pengemudi.
Sayangnya, dari 13 koridor BRT Transjakarta, penyiapan tempat istirahat baru terbatas. Di rute atau koridor lainnya tetap perlu ada tempat istirahat bagi pengemudi.
Daryono juga menyoroti, risiko kecelakaan itu sering terjadi di jalan ataupun di koridor BRT. Dari masukan para pengemudi, risiko kecelakaan itu ada di rute pemutaran atau penyeberangan, karena masyarakat tidak mau menggunakan fasilitas penyeberangan. Masyarakat juga sering memilih menggunakan koridor bus.
“Seringnya masyarakat menggunakan jalur busway, membuat kita harus memberi ruang, celah-celah itu yang bisa mengakibatkan kecelakaan,” jelas dia.
Daryono pun berharap, setelah FGD tersebut bisa terwujud pemetaan 13 koridor yang pagar-pagar pembatas bolong-bolong supaya bisa ditutup untuk mencegah masyarakat menyeberang.
Sementara itu, mencermati kembali rekomendasi KNKT kepada Transjakarta pada Desember 2021 lalu, sejumlah hal harus dikerjakan Transjakarta untuk meminimalisir kecelakaan. Selain membentuk divisi keselamatan, di antaranya juga mesti ada langkah pemetaan potensi bahaya di koridor dan kemudian menyosialisasikan kepada pengemudi. Selain itu, penyusunan risk journey di tiap-tiap rute, pemeriksaan kesehatan para pengemudi sebelum mengoperasikan bus, hingga pengecekan kelaikan armada di depo.