Taman Menyehatkan Warga Kota
Taman atau ruang terbuka hijau menjadi kebutuhan warga di tengah hiruk pikuk kota. Pepohonan dan tanaman memberikan kesejukan, udara segar, dan melepas penat. Berada di sana pun baik untuk merawat kesehatan mental warga.
Di sela-sela pergantian sif kerja, Hermawan (32) membelah jalanan Ibu Kota dengan sepeda motor dari Cipinang Muara, Jakarta Timur. Langit kelabu tak menghalangi niatnya menemani ketiga buah hati bermain di taman.
”Anak-anak pengin main di taman. Mumpung masuk malam, saya temani mereka main,” ujar karyawan swasta ini sembari berkeliling Taman Pintar Berlalu Lintas Tebet Timur, Jakarta Selatan. dengan anak-anaknya, Selasa (5/4/2022) sore.
Sedikitnya dua kali dalam sepekan mereka jalan-jalan ke taman. Biasanya ke Tebet Eco Garden yang masih dalam proses revitalisasi.
Anaknya berusia 8 tahun, 3 tahun, dan 1 tahun. Mereka berlarian, menyusuri terowongan tanaman merambat, serta mengamati tanaman dan pepohonan yang tersebar di seluruh taman.
”Anak-anak jadi ceria, senang. Udara juga segar. Bagus untuk tumbuh kembang,” katanya sambil memperhatikan anak-anak yang bermain.
Di sisi lain taman, Amel (14), Alfiah (14), dan Diah (13) asyik berswafoto. Para pelajar yang tinggal tak jauh dari taman ini tengah menghilangkan kejenuhan dari mengerjakan tugas sekolah, menonton, dan aktivitas di rumah.
”Bingung, daripada rebahan, lebih baik ke taman. Selesai main, rasa bosan hilang, senang, dan jadi lebih semangat,” tutur Alfiah. Mereka ke taman 1-3 kali setiap pekan. Selain berswafoto, mereka berolahraga dan bermain di RPTRA Akasia atau taman yang ada di Tebet.
Memberikan udara segar untuk tumbuh kembang, bisa bernapas dengan lega, dan mengurangi kekhawatiran, serta baik untuk kesehatan mental.
Wangles Wamang (22), mahasiswa asal Timika, juga kongko di taman sore itu lantaran jenuh di indekos. Dia ingin rehat dari aktivitas kuliah daring untuk sekadar menghirup udara segar dan melihat tanaman hijau.
”Banyak pohon jadi ingat Timika. Di sini (Jakarta) kurang pepohonan, kongko di kafe lama-lama bosan,” katanya.
Baca juga :
- Gelombang Pasang Tren ”Skateboard” di Ibu Kota
- "Skateboard" Kini Lebih Membumi
- ”Skateboard” Mengubah Hidup Derian
- Mengasah Bakat, Menambah Teman di ”Skatepark” di Pasar Rebo
Ruang hijau
Warga menantikan dibukanya Tebet Eco Garden yang direvitalisasi sejak 2021. Taman tersebut merupakan salah satu taman kota di kawasan Jakarta Selatan yang cukup luas, hijau, dan terawat.
Saat ini para pekerja tengah merampungkan pembangunan trotoar di muka taman dan tanamannya. Sebelum bersolek, dahulu areal taman diokupansi sekelompok warga yang mendirikan tempat usaha, seperti tempat mengepul barang bekas, warung, dan bengkel, juga rumah tinggal tanpa izin.
Pemerintah berulang kali menertibkan bangunan liar hingga dibangun pagar keliling dan petugas satpol PP yang berjaga (Kompas, 23 Oktober 2014).
Jakarta sejak era kepemimpinan Gubernur Fauzi Bowo yang dilanjutkan oleh Gubernur Joko Widodo, Gubernur Basuki Tjahaja Purnama, hingga Gubernur Anies Baswedan menaruh perhatian khusus dalam penambahan ruang terbuka hijau dan penataan ruang kota yang lebih humanis. Namun, ruang terbuka hijau yang terbangun belum mencapai yang ditargetkan undang-undang.
Merujuk informasi ruang terbuka hijau Provinsi DKI Jakarta di laman Jakarta Satu, luas total ruang terbuka hijau di Ibu Kota sebanyak 33,30 kilometer persegi. Cakupan tersebut sebesar 5,178 persen dari luas total wilayah Ibu Kota yang mencapai 664,01 kilometer persegi (BPS DKI Jakarta: Luas Daerah Menurut Kabupaten/Kota (Km2), 2018-2020).
Luasan 33,30 kilometer persegi itu terdiri dari 2.351 ruang terbuka hijau, 1.710 jalur hijau, 1.335 taman lingkungan, 133 taman interaktif, 107 hutan kota, 41 taman kota, 18 lapangan olahraga, 17 kebun bibit, 10 taman rekreasi, dan lainnya, seperti pemakaman serta belum diketahui.
Sebarannya, 26,14 persen di Jakarta Timur, 24,92 persen di Jakarta Selatan, 20,88 persen di Jakarta Utara, 12,72 persen di Jakarta Pusat, 8,65 persen di Jakarta Barat, dan 6,62 persen null.
Pasal 29 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengamanatkan proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 persen dan proporsi ruang terbuka hijau publik paling sedikit 20 persen dari luas wilayah kota.
Niken Prawestiti, Co-Founder Ayo Ke Taman, menyebutkan, Jakarta sebagai kota megapolitan terkendala keterbatasan lahan sehingga ruang terbuka hijau belum sesuai amanat undang-undang. Namun, dari sekian ruang terbuka hijau yang ada saat ini terdapat taman-taman yang seharusnya bisa dimanfaatkan lebih optimal.
Baca juga: Ngabuburit Asyik di Sarinah dan Jembatan Pinisi
”Pemprov klaim jumlah taman lebih dari 1.000. Jadi bisa dimanfaatkan untuk aktivitas warga yang meningkat seiring pandemi. Warga ingin berlibur ke alam terbuka atau berkebun. Kembali ke sejatinya manusia yang dekat dengan alam,” tuturnya ketika dihubungi, Kamis (7/4/2022).
Kendalanya taman-taman ditutup untuk mencegah penyebaran SARS-CoV-2 penyebab Covid-19. Padahal, potensi itu bisa ditekan dengan mengontrol jumlah kunjungan, pengawasan atau penjagaan, dan pemanfaatan teknologi.
Menurut dia, terbukanya taman yang jumlahnya sudah terbatas bisa memberikan opsi bagi warga menikmati ruang terbuka yang dekat dengan tempat tinggalnya. Pembukaan taman lebih banyak manfaat ketimbang kerugian.
”Warga bisa manfaatkan taman dengan beragam kegiatan sehingga tumbuh kebiasaan beraktivitas di taman-taman,” katanya.
Kesehatan mental
Anna Surti Ariani, psikolog anak dan keluarga di Klinik Terpadu Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, menyebutkan, ruang terbuka hijau atau taman kota yang terbuka untuk umum sangat penting bagi kehidupan kota.
”Memberikan udara segar untuk tumbuh kembang, bisa bernapas dengan lega, dan mengurangi kekhawatiran, serta baik untuk kesehatan mental,” ujarnya ketika dihubungi, Rabu (6/4/2022).
Keberadaan ruang terbuka hijau juga penting untuk ruang gerak warga. Contohnya, anak bisa bergerak bebas dan mengeksplorasi lingkungan sehingga tumbuh kembangnya optimal. Sementara orang dewasa menambah aktivitas fisik sehingga lebih sehat karena aliran darahnya lancar.
Di sisi lain, tanaman dan pepohonam berwarna hijau menimbulkan efek terapeutik. Warga yang melihatnya bisa memperoleh rasa nyaman atau ketenangan.
”Ruang terbuka hijau dengan banyak tanaman atau pohon bagus pula untuk wawasan dan pemahaman tentang lingkungan hidup. Secara emosional warga tahu proses tumbuhnya atau perkembangan lingkungan,” katanya.
Anna menyarankan, warga dan pemerintah untuk sebisa mungkin menyediakan ruang terbuka hijau di tengah keterbatasan lahan. Caranya dengan menyisihkan secuil lahan di rumah atau lingkup RT/RW untuk lahan hijau, bukan tempat parkir atau berjualan.
Baca juga: Menunggu Waktu Berbuka Puasa dari Jembatan Pinisi