Memalsukan Dokumen Imigrasi, Dua WNA India Terancam 5 Tahun Penjara
Dua warga negara India ditangkap oleh petugas dari Kantor Imigrasi Soekarno-Hatta karena memalsukan dokumen keimigrasian. Atas perbuatannya, mereka terancam penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp 500 juta.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kantor Imigrasi Kelas 1 Khusus Tempat Pemeriksaan Imigrasi Soekarno-Hatta menguak kasus pemalsuan dokumen keimigrasian yang dilakukan oleh dua warga negara asing asal India berinisial JS dan RM. Mereka terbukti menggunakan visa atau izin tinggal palsu untuk masuk ke Indonesia. Tujuan mereka adalah menuju ke Kanada untuk mendapatkan pekerjaan di sana.
Kepala Kantor Imigrasi Soekarno-Hatta Muhammad Tito Andrianto, Selasa (5/4/2022), mengatakan, dua tersangka ini datang ke Indonesia dalam waktu yang berbeda. JS mendarat di Bandara Internasional Soekarno-Hatta pada 22 Januari 2022.
Dari hasil pemeriksaan petugas, JS diduga telah mengubah identitasnya dan barcode pada e-visa dengan indeks visa 312. ”Dia memalsukan dokumen masuk ke Indonesia dengan alasan bisnis,” kata Tito. Setelah diperiksa lebih lanjut, diketahui JS tidak memiliki dana cukup untuk hidup di Indonesia.
Sementara RM mendarat ke Bandara Internasional Soekarno-Hatta pada 8 Maret 2022. RM tertangkap telah menggunakan paspor palsu berinisial VM dengan foto yang telah diganti dan penggantian biodata paspor.
RM sempat berupaya mengelabui petugas dengan menghilangkan sejumlah barang bukti. Namun, setelah digeledah lebih lanjut, RM terbukti membawa dokumen milik warga India lain berinisial VM, seperti paspor India, SIM negara Kanada, izin tinggal di Kanada, sertifikat forklift Kanada, tes PCR, hingga sertifikat vaksin.
Motif kedua WNA ini memalsu dokumen sama, yakni agar bisa berangkat ke negara ketiga, Kanada, untuk mengais rezeki di sana. Sementara Indonesia hanya sebagai tempat transit.
Kepala Bidang Intelijen dan Penindakan Kantor Imigrasi Soekarno-Hatta Andhika Pandu Kurniawan menyebut kecurigaan awal petugas akan adanya pemalsuan dokumen dilihat dari gelagat kedua WNA yang tampak gelisah dalam memberikan keterangan. ”Mereka pun tidak bisa berbahasa Inggris dengan baik,” katanya.
Karena gelagat itu, petugas pun memeriksa dokumen yang mereka bawa. Ada kecurigaan bentuk paspor yang tidak presisi. Setelah itu dilakukan uji laboratorium, ternyata dokumen yang mereka berikan palsu.
Bahkan, dari hasil penyelidikan, ujar Andhika, RM sempat transit ke Nepal dan Malaysia sebelum tiba ke Indonesia. Di dua negara sebelumnya, RM masih menggunakan dokumen imigrasi miliknya. Namun, setelah tiba di Indonesia, RM membuang semua dokumennya dan dibuang ke toilet dan selanjutnya membawa dokumen imigrasi milik VM.
Agar kejadian ini tidak terulang, pihaknya akan memperketat pengawasan, termasuk meningkatkan kemampuan petugas dalam memeriksa dokumen imigrasi pada warga negara asing. ”Memang modus dari WNA demi masuk ke Indonesia pasti akan berganti-ganti. Namun dengan pemeriksaan yang ketat, peluang mereka untuk lolos akan semakin kecil,” ujar Andhika.
Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat dengan pasal berbeda. JS dijerat dengan Pasal 121 Huruf b Undang-Undang RI Nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian karena ia telah terbukti menggunakan visa dan izin tinggal palsu. Adapun RM dijerat dengan Pasal 119 Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2011 karena terbukti menggunakan paspor palsu.
Keduanya terancam sanksi pidana yakni kurungan penjara maksimal 5 tahun penjara dengan denda maksimal Rp 500 juta. Tito menegaskan, pihaknya akan serius mengawal penyidikan kedua tersangka sampai ke ranah peradilan. ”Kasus ini pun akan terus dikembangkan untuk mencari pihak yang terlibat baik di dalam negeri maupun luar negeri,” katanya.
Kedua berkas kasus kejahatan yang dilakukan kedua WNA ini, ujar Andhika, sudah dinyatakan lengkap dan dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Tangerang untuk selanjutnya disidangkan. ”Terkait keputusan vonis, tergantung dari hakim,” katanya.
Di sepanjang tahun ini, ujar Andhika, baru dua kasus pemalsuan dokumen ini yang diungkap. Adapun risiko pemalsuan dokumen masih tetap ada mengingat pasti ada saja warga yang ingin mencari peruntungan di negara lain. Seperti tahun lalu, ada dua kasus serupa dengan motif yang sama, yakni warga negara Suriah yang menggunakan paspor palsu dari Ekuador.
Kedua warga Suriah itu sedang menjalani proses hukum dengan vonis 1 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan penjara. Setelah selesai menjalankan masa hukuman, mereka akan dideportasi ke negara masing-masing.
Kepala Divisi Imigrasi Kantor Wilayah Kemenkumham DKI Jakarta Saffar M Godam menyebut ancaman dokumen palsu di Bandara Soekarno-Hatta sangatlah tinggi mengingat aktivitas di bandara yang sekarang ini semakin padat.