Pelonggaran Kebijakan di Tengah Pandemi Menuntut Kewaspadaan
Penguatan peran pemerintah untuk menjamin kesehatan publik di tengah pandemi Covid-19 tidak dapat ditawar.
Oleh
Yoesep budianto, / Litbang Kompas
·4 menit baca
Dua tahun pandemi Covid-19, Pemerintah Indonesia melonggarkan aturan mobilitas masyarakat, salah satunya penghapusan syarat tes swab antigen bagi pelaku perjalanan domestik yang telah menerima vaksin lengkap. Meskipun publik menyambut positif kebijakan itu, tersisa kekhawatiran di tengah masyarakat.
Pada 8 Maret 2022, Satgas Penanganan Covid-19 resmi menghapus syarat tes untuk perjalanan domestik. Kebijakan tersebut tertulis dalam SE Nomor 11 Tahun 2022 yang menjelaskan bahwa pelaku perjalanan yang telah mendapatkan vaksinasi dosis kedua atau penguat tidak diwajibkan menunjukkan hasil negatif tes Covid-19.
Hasil negatif tes hanya diperuntukkan bagi orang yang baru menerima vaksin pertama atau memiliki penyakit bawaan. Seiring dengan pemberlakuan aturan baru, satgas mengingatkan masyarakat agar tetap mematuhi protokol kesehatan demi keselamatan bersama.
Pasca-kebijakan tanpa tes bagi pelaku perjalanan domestik, capaian tes nasional langsung mengalami penurunan drastis. Sebelumnya, rata-rata tes harian 200.000-300.000. Saat ini, tes harian hanya sekitar 100.000 tes. Artinya, ada penurunan hingga 50 persen.
Capaian tes harian yang turun tentu berimbas pada performa pelacakan kasus positif Covid-19. Indonesia memiliki pekerjaan rumah cukup berat untuk menuntaskan proses pelacakan, di mana WHO menetapkan standar 15 orang per satu kasus. Namun hingga dua tahun pandemi, capaian nasional masih 12 orang.
Syarat tes yang dihapus tidak bisa dipandang sebelah mata karena ada celah penularan yang cukup mengkhawatirkan. Status infeksi seseorang yang tidak diketahui tentu berbahaya bagi orang lain, khususnya warga lansia dan orang dengan komorbid.
Seseorang yang telah menerima vaksin lengkap tetap tidak kebal terhadap virus. Vaksin hanya mengurangi gejala infeksi dan potensi perburukan kondisi tubuh, serta kematian karena virus korona. Artinya, semua orang bisa menjadi pembawa virus di mana pun lokasinya.
Di tengah pelonggaran aturan perjalanan dan risiko infeksi yang masih mengancam setiap orang, respons publik ternyata positif terhadap kebijakan mobilitas saat ini. Hal ini tergambar melalui jajak pendapat Kompas pada akhir Maret 2022.
Pelonggaran Kebijakan Pandemi Menuntut Kewaspadaan Masyarakat
Sedikitnya delapan dari sepuluh responden menyatakan setuju dan tidak masalah dengan penghapusan syarat tes bagi pelaku perjalanan yang telah menerima vaksin lengkap. Dari responden yang menjawab setuju dengan kebijakan itu, 42,3 persen beralasan bahwa perjalanan jauh menjadi lebih mudah karena tidak perlu repot melakukan tes Covid-19.
Hampir serupa, 41,3 persen responden lainnya mengungkapkan, sudah vaksin menjadi alasan utama setuju pelonggaran aturan perjalanan. Sementara, 10,9 persen menyatakan bahwa biaya perjalanan antarkota menjadi lebih murah. Kemudahan melakukan perjalanan domestik sepertinya telah dinanti lama oleh masyarakat.
Rasa khawatir
Respons positif publik tentu tidak meniadakan rasa khawatir di tengah pandemi. Dari sekitar 20 persen responden yang menolak aturan syarat perjalanan itu, alasan utamanya adalah transmisi virus korona masih tinggi. Pertimbangan berikutnya adalah pelaku perjalanan tidak tahu infeksi di dalam tubuh, serta belum semua mendapatkan vaksin dosis lengkap.
Bisa dimaklumi jika rasa khawatir yang muncul adalah risiko tertular dan mengalami perburukan gejala saat terinfeksi virus korona, mengingat peluang infeksi di Indonesia terbilang masih tinggi.
Sedikitnya empat dari sepuluh responden menyatakan khawatir terhadap situasi saat ini, di tengah longgarnya aturan perjalanan domestik. Kekhawatiran terbesar masyarakat adalah terinfeksi saat perjalanan, terlebih saat ini kapasitas penumpang transportasi publik, seperti kereta api, pesawat terbang, dan bus, telah dibuka 100 persen.
Sebanyak 25,9 persen responden yang khawatir dengan aturan pelonggaran syarat perjalanan domestik menyatakan bahwa akan makin banyak yang abai protokol kesehatan karena merasa lebih aman. Kekhawatiran lain adalah takut menularkan virus ke keluarga, khususnya yang memiliki kakek/nenek dan keluarga dengan komorbid.
Munculnya kekhawatiran publik adalah hal lazim, mengingat saat ini masih ada wabah Covid-19. Artinya, setiap orang memiliki risiko terinfeksi di mana pun berada.
Dibutuhkan langkah strategis dalam penanganan pandemi saat ini agar situasi lebih terkendali dan masyarakat merasa tenang. Lantas, apa jalan tengah yang perlu dilakukan di level pemerintah hingga individu?
Dari sisi pemerintah, capaian tes dan lacak harus ditingkatkan terus. Sayangnya, situasi saat ini sangat kontradiktif, sebab terjadi penurunan tajam tes dan lacak di Indonesia. Cara peningkatan tes dan lacak dapat dimulai dengan setiap ada individu yang bergejala harus dilakukan tes dan dipantau secara rutin.
Langkah berikutnya adalah rutin melakukan tes untuk pekerja di area kerumunan atau intens bertemu banyak orang. Sementara untuk lacak, penguatan peran satgas daerah dan puskesmas masih dibutuhkan agar target 15 orang per kasus tercapai.
Sementara dari sisi individu, strateginya belum berubah, yaitu patuh protokol kesehatan. Pesan kuatnya adalah dibutuhkan keseriusan lebih dari setiap orang karena kelalaian terhadap protokol kesehatan akan berimbas pada penambahan kasus positif Covid-19.
Pelonggaran syarat perjalanan domestik yang dilakukan pemerintah perlu diimbangi kewaspadaan tinggi masyarakat. Penguatan peran pemerintah untuk menjamin kesehatan publik tidak dapat ditawar.
Di sisi lain, kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan masih perlu dipantau dan dikuatkan melalui pola-pola komunikasi risiko yang tepat dari pemerintah.