Damai di Kampung Bahari Menyambut Bulan Suci
Kampung Bahari, di Tanjung Priok perlahan berubah. Kasus kejahatan kian berkurang, seiring predikat kampung narkoba yang tengah dikikis habis. Kedamaian akhirnya menghampiri warga di sana seiring datangnya bulan puasa.
Kampung Bahari, di Tanjung Priok, Jakarta Utara, perlahan berubah. Kasus kejahatan di kampung itu kian berkurang, warganya pun mulai terbuka.
Suasana di sepanjang tepi lintasan rel kereta api wilayah Kampung Bahari, Kelurahan Tanjung Priok, Jakarta Utara, kini selalu ramai dengan aktivitas warga setempat. Sebagian warga santai mengobrol di sekitar kawasan lintasan rel kereta yang jarang dilintasi kereta rel lisrik tersebut.
Anak-anak di kampung itu juga sibuk dengan aktivitas masing-masing. Ada yang bermain sepak bola hingga berkejar-kejaran di tanah kosong sekitar rel. Wajah anak-anak itu semringah. Rel kereta tersebut merupakan rel penghubung transportasi kereta rel listrik antara Stasiun Tanjung Priok dan Stasiun Jakarta Kota.
Di tepi rel atau tepatnya dekat tembok pembatas antara perumahan penduduk, sebagian warga membuka lapak sementara untuk menjual aneka minuman dan kuliner. Sebagian pedagang keliling juga mondar-mandir sembari menawarkan barang dagangan mereka kepada warga sekitar. Warga pun tak ragu menyapa sembari tersenyum kepada setiap orang yang melintas atau berkunjung ke kampung itu.
(Dulu) Keluarga mau silahturahmi itu yang biasanya takut datang ke sini. Takut dicopet atau dibegal. Makanya, kalau ada keluarga yang berkunjung, kami biasanya jemput di jalan umum.
Anissa (47), warga RT 011 RW 007, Kelurahan Tanjung Priok, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara, ditemui Jumat (1/3/2022) sore, mengatakan, kondisi di Kampung Bahari kini lebih tertata. Polisi setiap saat rutin menggelar patroli di sekitar kampung sehingga kasus-kasus kejahatan berupa pemalakan sudah tak terjadi di sana.
”Paling banyak jadi korban itu, kurir pengantar paket pesanan online. Biasanya, ada yang ngumpan dari sini. Pura-pura beli handphone, bayarnya COD (pembayaran di tempat). Saat orangnya datang, langsung tuh, ditodong,” katanya.
Kejahatan yang selama ini terjadi di Kampung Bahari, kata Anissa, sebenarnya tidak menyasar warga setempat. Aktivitas warga, termasuk momen puasa dan Lebaran, pun biasanya berjalan normal. Namun, mereka khawatir ketika ada keluarga yang berkunjung untuk silahturahmi dan bermaaf-maafan merayakan hari kemenangan di Idul Fitri nanti.
”(Dulu) Keluarga mau silahturahmi itu yang biasanya takut datang ke sini. Takut dicopet atau dibegal. Makanya, kalau ada keluarga yang berkunjung, kami biasanya jemput di jalan umum,” katanya.
Baca Juga: Hari yang Tak Biasa di Kampung ”Narkoba” Bahari
SM, salah satu warga RT 004 RW 007, Kelurahan Tanjung Priok, juga mengakui kalau situasi di kampungnya berubah. Kondisi sepanjang lintasan rel kereta yang dulunya dipenuhi lapak-lapak kumuh, kini lebih bersih dan terawat.
”Sekarang lebih aman. Tidak takut untuk jalan malam-malam,” kata pedagang minuman di tepi lintasan rel kereta, wilayah Kampung Bahari, itu kala ditemui Rabu (30/3/2022) sore lalu.
Menurut SM, wilayah Kampung Bahari sebelum dibersihkan dan diawasi polisi, sekitar cukup menakutkan bagi warga luar. Banyak tukang ojek daring yang menolak untuk menjemput penumpang atau mengantar penumpang ke kampung tersebut saat hari menjelang malam.
SM sendiri, mengaku tidak berani pergi jauh dari rumah terutama ke wilayah RT tetangga saat malam hari. Sebab, di salah satu wilayah RT tetangga itu, ketika malam tiba, rawan tindakan kejahatan begal dan copet.
Stigma kampung narkoba di wilayah Kampung Bahari, diakui selama ini meresahkan warga. Namun, warga tidak bisa berbuat banyak lantaran mendapat ancaman dari pihak-pihak yang aktivitas kejahatannya terganggu.
”Sebenarnya bukan warga sini, ya. Itu pendatang semua, kami juga tidak kenal. Mereka siang-siang itu tidak kelihatan, tetapi malam mulai muncul,” katanya.
Baca Juga: Kampung Bahari Masih Jadi ”Lumbung” Peredaran Narkoba
Perubahan di Kampung Bahari dimulai sejak aparat kepolisian dari Kepolisian Sektor Tanjung Priok, Kepolisian Resor Metro Jakarta Utara, dan Kepolisian Daerah Metro Jaya bersama personel TNI, dan aparatur pemerintah daerah menggerebek kampung tersebut pada 9 Maret 2022 subuh. Saat penggerebekan yang melibatkan 700 personel itu, aparat menangkap 26 orang.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Endra Zulpan, sesaat setelah penertiban, mengatakan, dari 26 orang yang ditangkap tersebut, 18 orang merupakan laki-laki dan sisanya perempuan. Polisi menemukan barang bukti sabu 350 gram, 1.500 butir ekstasi, dan beberapa jenis ganja sintetis. Selain narkoba, polisi juga menemukan senjata tajam, uang tunai Rp 35 juta, serta berbagai telepon seluler, hingga peralatan untuk menggunakan narkoba.
Kampung Bahari, kata Zulpan, selama ini jadi tempat untuk transaksi sekaligus menggunakan narkoba. Pengguna narkoba kalangan bawa biasanya membeli narkoba dan langsung dikonsumsi di sana.
Kejahatan umum nihil
Kepala Kepolisian Sektor Tanjung Priok Komisaris Ricky Prenata Vivaldy, dihubungi secara terpisah, mengatakan, pasca-penindakan yang diikuti dengan pengawasan aparat yang hadir 24 jam di Kampung Bahari, situasi keamanan kini lebih kondusif. Kasus-kasus kejahatan yang biasanya marak terjadi di kampung tersebut, seperti pencurian kendaraan bermotor, begal, tawuran, pencurian, dan pemerasan, nihil atau sudah tidak ada laporan ke Polsek Tanjung Priok.
”Tetapi, giat penindakan (kejahatan penyalahgunaan) narkobanya tinggi sekarang. Hampir tiap minggu ada pengungkapan kasus narkoba di sana,” kata Ricky.
Baca Juga: KAI Bongkar Bangunan Liar Kampung Narkoba Bahari, Tanjung Priok
Meski kasus narkoba kian banyak ditemukan, Ricky mengatakan, yang terungkap didominasi kasus skala kecil. Polisi pun kini lebih mudah dalam membongkar kejahatan narkoba di Kampung Bahari karena tidak lagi harus melibatkan pasukan dalam jumlah besar.
”Dahulu, kalau mau menindak di sana, harus kekuatan besar, ada pelemparan dari masyarakat, atau mendapat teriakan maling. Sekarang, masyarakat hanya lihat saja, tidak ada lagi perlawanan. Jauh berbeda,” kata Ricky.
Kejahatan narkoba yang terjadi di Kampung Bahari, yang terlihat di permukaan, selama ini berada di sekitar lintasan rel kereta api. Namun, setelah diberantas polisi, aktivitas para pelaku lambat laun bergeser dan kemungkinan berpindah ke dalam area permukiman. Konsumen (yang ingin membeli narkoba) juga teridentifikasi masih terus berdatangan di sana.
Polisi, kata Ricky, selalu hadir di sana dan menggelar berbagai kegiatan, baik itu pelaksanaan vaksinasi hingga pembagian bahan kebutuhan pokok. Langkah ini akan terus dilakukan untuk menyakinkan masyarakat kalau aparat keamanan memiliki komitmen penuh mengubah wajah Kampung Bahari yang selama ini identik dengan stigma ”Kampung Narkoba”.
Saat ini, setiap hari ada 60 personel yang berjaga di Kampung Bahari dan bertugas selama 24 jam. Pembangunan pos pengamanan polisi di kampung itu juga sudah mencapai 90 persen.
”Jadi, masyarakat tidak perlu ragu. Warga Bahari ini mereka tahu kalau yang bikin onar ini pendatang. Tetapi, kalau mereka bersuara, memberikan informasi kepada polisi, mereka yang jadi sasaran. Tetapi, dengan kehadiran kami, mereka mulai terbuka,” ucap Ricky.
Terabaikan
Sosiolog Universitas Negeri Jakarta, Asep Suryana, yang dihubungi secara terpisah, mengatakan, kampung-kampung yang lekat dengan stigma kampung kejahatan rata-rata merupakan permukiman warga yang bersifat ilegal. Kampung-kampung tersebut selalu identik dengan stigma negatif, kampung masyarakat bawah, dan kumuh.
”Kampung-kampung ini kadang dianggap tidak ada dalam memori politik negara. Dan selalu identik dengan akses yang terbatas, mulai dari pendidikan, kesehatan, dan keberadaan ruang terbuka di sana. Di situ berkembang budaya kemiskinan,” kata Asep.
Kemiskinan ini yang menjadi latar belakang munculnya tindakan premanisme dan berkembang menjadi kampung yang lekat dengan berbagai kejahatan. Warga sekitar pun dalam kehidupan sehari-hari hanya berinteraksi di antara komunitas mereka dan saling memengaruhi.
”Kampung yang tidak move on dari budaya kemiskinan melahirkan premanisme karena kuatnya budaya kemiskinan yang diwariskan dari satu generasi ke generasi yang lain,” kata Asep.
Upaya yang dilakukan untuk menghapus atau mengurangi munculnya kampung berstigma negatif dapat dilakukan dengan memastikan negara hadir bagi mereka. Kehadiran negara, salah satunya melalui program pemberdayaan yang berkelanjutan.
Apa yang kini terjadi di Kampung Bahari patut diapresiasi. Diharapkan, program ini diikuti pemberdayaan ekonomi warga dan penataan kampung yang manusiawi sebagai hunian sehat. Damai warga menjelang bulan suci ini pun diharapkan terus langgeng melekati Kampung Bahari.