Puluhan Pelajar Diciduk Usai Tawuran Maut di Tangerang
NR (16) meregang nyawa karena luka parah di kepala akibat tawuran pelajar di Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang, Banten. Puluhan remaja lain ditangkap karena terlibat tawuran maut itu.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Sebanyak 24 pelajar berusia 15-16 tahun diperiksa polisi karena dugaan terlibat tawuran berujung maut di Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang, Banten. Tiga orang di antaranya terindikasi sebagai pelaku yang menewaskan NR (16), siswa MTs Negeri 6 Tangerang.
Tawuran pelajar itu terjadi di Jalan Tanjung Pasir pada Senin (28/3/2022) siang. Polres Metro Tangerang Kota, yang mengecek lokasi setelah masuk laporan dari warga setempat, menemukan NR terkapar dengan luka di kepala. Dia mengembuskan napas terakhir dalam penanganan di rumah sakit.
Kapolres Metro Tangerang Kota Komisaris Besar Komarudin menuturkan, korban yang masih mengenakan seragam sekolah tak tertolong karena terluka parah. Saksi di lokasi menginformasikan kalau korban dan penyerang saling berboncengan dengan teman-teman mereka.
”Sudah 24 anak yang diamankan. Didapati sebilah katana dan celurit yang digunakan penyerang. Ada tiga orang yang mengarah sebagai eksekutor,” ujarnya, Selasa (29/3/2022).
Sebagai upaya preventif jelang Ramadhan, Polres Metro Tangerang Kota melarang kegiatan sahur on the road karena potensi kejahatan. Untuk itu, mulai Jumat (1/4/2022) akan didirikan 12 pos pantau. Petugas di setiap pos akan berpatroli sejak pukul 00.00 hingga waktu sahur guna antisipasi konvoi, kerumunan, dan sahur on the road.
Jadi ini soal minat dan pilihan dengan siapa berteman. Walaupun anak-anak, sudah ada jiwa komunal di tiap individu yang mendorong rasa berani dan nekat untuk menyerang kelompok lain atau menyerang orang yang dianggap pelaku kejahatan.
Komarudin juga mengimbau masyarakat dan orangtua untuk aktif mengawasi perilaku pelajar atau anak yang tidak lazim. Mereka diminta segera memfoto, merekam, dan melaporkan kerumunan pelajar, konvoi, dan lainnya yang berpotensi tawuran atau kejahatan.
”Jangan tunggu mereka (pelajar) lakukan, jangan sampai jatuh korban karena tidak dicegah. Di era digital, cek pergaulan dan gawai anak. Jangan sampai ada penyesalan setelah mereka berhadapan dengan hukum,” katanya.
Aksi tawuran dan kejahatan yang dilakukan pelajar terus berulang. Menurut Adrianus Meliala, kriminolog dari Universitas Indonesia, pelajar masa kini banyak yang berbadan bongsor dan kuat secara fisik untuk terlibat kekerasan. Pelajar juga gemar berasosiasi dengan rekan sebaya, membentuk kelompok untuk berbagai kegiatan mulai dari kongko, dugem, hingga tawuran atau begal.
”Jadi ini soal minat dan pilihan dengan siapa berteman. Walaupun anak-anak, sudah ada jiwa komunal di tiap individu yang mendorong rasa berani dan nekat untuk menyerang kelompok lain atau menyerang orang yang dianggap pelaku kejahatan,” ujarnya.
Selain itu, di rumah saja menimbulkan kejenuhan dan frustrasi sehingga sekali keluar rumah bisa sangat reaktif untuk bersenang-senang hingga mengganggu orang lain. Belum lagi masalah ekonomi imbas pandemi Covid-19 membatasi uang jajan yang membuat anak mencari uang jajan di luar rumah.
”Saat dulu siswa masih aktif di sekolah, pihak sekolah tidak mau atau tidak bisa bertanggung jawab kalau siswanya tawuran atau hal lain yang melanggar hukum,” katanya.
Untuk itu, kepolisian harus menguatkan peran Bhabinkamtibmas atau petugas di tingkat desa/kelurahan yang mengemban fungsi preemtif yang bermitra dengan masyarakat, serta patroli bermotor secara rutin.