Warga Marunda Masih Terpapar Debu Batubara, Korban Terus Bertambah
Tiga warga di rumah susun sederhana sewa Marunda, Kecamatan Cilicing, Jakarta Utara, menderita ulkus kornea yang diduga akibat paparan debu batubara.
Oleh
STEFANUS ATO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak tiga warga di rumah susun sederhana sewa Marunda, Kecamatan Cilicing, Jakarta Utara, menderita ulkus kornea yang diduga akibat paparan debu batubara. Warga berharap pemerintah serius menyelesaikan masalah pencemaran dan melakukan pemeriksaan kesehatan menyeluruh bagi warga Marunda yang sejak 2019 terpapar polusi debu batubara.
Sanksi administrasi dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang diberikan kepada PT Karya Citra Nusantara sejak 15 Maret 2022 selaku salah satu pengelola pelabuhan di Marunda, Cilincing, Jakarta Utara, belum dirasakan dampaknya oleh masyarakat Marunda. Debu batubara masih sering terbawa angin dan mengotori rumah hingga perabotan warga.
Mama Dika (33), salah satu warga penghuni Kluster B1 Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Marunda, mengatakan, rumahnya yang berada di lantai tiga setiap hari masih dikotori debu berwarna hitam. Debu batubara itu bahkan sering kali menempel di berbagai perabotan, termasuk gelas minum dan piring makan.
”Sampai hari ini masih ada debu. Setiap hari bisa tiga sampai empat kali sapu. Habis sapu kotor lagi,” kata ibu dua anak itu saat ditemui, Kamis (24/3/2022), di Marunda, Jakarta Utara.
Debu batubara juga berdampak serius pada kesehatan ibu rumah tangga tersebut yang sudah tinggal di sana sejak 2014. Dia akhir-akhir ini sering kali menderita sesak napas saat malam hari ketika akan beristirahat.
”Saya punya riwayat sakit paru. Tetapi, biasanya kalau habis minum obat, sesak napasnya reda. Sekarang tiap malam sering kumat,” katanya.
Suwarni (73), warga yang tinggal di lantai tiga Kluster A1 Rusunawa Marunda, menambahkan, paparan polusi debu batubara mengakibatkan kulit dari salah satu cucunya yang masih berusia 5 tahun mengalami iritasi dan gatal-gatal. Setiap kali kulit cucunya yang menderita penyakit gatal-gatal itu digaruk, akan keluar nanah atau cairan.
”Gatal-gatalnya belum lama. Baru kena beberapa bulan yang lalu,” kata perempuan yang sudah tinggal di sana sejak 2010.
Belum ada layanan kesehatan
Keluhan warga terkait gangguan kesehatan diduga imbas debu batubara disikapi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan menggelar skrining kesehatan bagi warga Rusunawa Marunda. Namun, dari informasi yang dihimpun Kompas dari tiga RW, yakni RW 007, RW 010, dan RW 011, Kelurahan Marunda, Kecamatan Cilincing, warga rata-rata belum mengetahui dan mendapat informasi tentang adanya skrining kesehatan dari puskesmas atau dinas kesehatan setempat.
Nani (40), salah satu warga di Kluster A Rusunawa Marunda wilayah RT 010 RW 011, Kelurahan Marunda, mengaku tidak mengetahui ada kegiatan pelayanan atau pemeriksaan kesehatan dari puskesmas setempat.
”Yang saya tahu, ada pelayanan vaksinasi (Covid-19). Warga yang belum vaksin dan mau ikut, nanti dikasih sembako. Itu saja,” katanya.
Faktanya makin banyak warga kena penyakit ISPA, ada peningkatan penyakit ulkus kornea, dan ada peningkatan iritasi dan gatal pada kulit sampai koreng. Artinya, dengan pencemaran ini, penyakit-penyakit tersebut bermunculan.
Pengakuan serupa juga disampaikan Ihsan (27), warga yang tinggal di lantai lima Kluster C2 Rusunawa Marunda. Dia belum mendapat informasi terkait dengan adanya kegiatan pelayanan kesehatan, terutama dari puskesmas.
”Soal debu batubara, yang saya tahu, tiap hari masih ada debu di dalam rumah,” katanya.
Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara Yudi Dimyati saat dihubungi terpisah membenarkan kalau skrining kesehatan bagi warga yang terdampak pencemaran debu batubara sudah dilaksanakan pada Rabu (23/3/2022). Skrining kesehatan itu dilakukan oleh petugas dari Puskesmas Cilincing.
Korban bertambah
Maulana dari Sekretaris Forum Masyarakat Rusunawa Marunda mengatakan, warga di Rusunawa Marunda mengeluhkan gangguan kesehatan yang terus bertambah akhir-akhir ini. Gangguan kesehatan yang lumrah dikeluhkan warga, yakni iritasi kulit dan mata, gatal-gatal, hingga gangguan pernapasan.
”Kami tidak bisa bilang ini akibat pencemaran debu batubara. Tetapi, faktanya makin banyak warga kena penyakit ISPA, ada peningkatan penyakit ulkus kornea, dan ada peningkatan iritasi dan gatal pada kulit sampai koreng. Artinya, dengan pencemaran ini, penyakit-penyakit tersebut bermunculan,” kata Maulana.
Bukti konkret gangguan kesehatan itu setidaknya terlihat dengan adanya penambahan warga yang menderita penyakit ulkus kornea. Forum Masyarakat Rusunawa Marunda pada Kamis ini kembali mendapat laporan dari warga bahwa ada dua orang di Rusunawa Marunda yang menderita ulkus kornea.
Saat ini, total ada tiga warga yang sudah mendapat diagnosis ulkus kornea. Mereka yang menderita penyakit itu, antara lain, Reihan (8), Syifa (6), dan Adi (20). Reihan bahkan harus menjalani operasi dan menerima donor mata. Saat ini, Reihan usai menjalani operasi, setiap 30 menit harus diberi tetesan cairan obat mata.
Ulkus kornea dikutip dari alodokter.com merupakan luka terbuka pada kornea yang paling sering disebabkan oleh infeksi dan tergolong darurat medis. Ulkus kornea dapat menyebabkan kebutaan jika terlambat ditangani. Ulkus kornea paling sering disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, jamur, dan parasit.
Menurut Maulana, warga sebenarnya sempat mendapat informasi ada skrining kesehatan dari pihak puskesmas. Saat itu, skrining kesehatan digelar pada Jumat (18/3/2022) di Kluster D Rusunawa Marunda. Namun, warga tidak banyak terlibat lantaran informasi yang didapatkan warga bersifat dadakan.
”Skrining itu dimulai pukul 08.00, tetapi warga baru dapat informasi pukul 10.00. Kami sebenarnya mengapresiasi langkah dinas kesehatan, tetapi jangan seolah-olah asal jadi,” kata Maulana.
Warga, kata Maulana, berharap skrining kesehatan yang dilakukan petugas kesehatan dipersiapkan secara matang dan dilakukan menyeluruh untuk semua warga. Sebab, masih ada kemungkinan warga yang menderita penyakit diduga imbas dari pencemaran batubara tersebut belum semua teridentifikasi.