Perusahaan yang Ekspor Minyak Goreng Kemasan di Jakarta Ditindak
Pelanggaran berkategori tindak pidana korupsi ini diselidiki dan diyakini turut menyebabkan kelangkaan minyak goreng di awal tahun.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menemukan sejumlah perusahaan melakukan pelanggaran karena mengekspor minyak goreng kemasan melalui Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Pelanggaran berkategori tindak pidana korupsi ini diselidiki karena menyumbang kelangkaan minyak goreng.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Ashari Syam, Rabu (16/3/2022), mengatakan, Bidang Tindak Pidana Khusus menduga perusahaan PT AMJ, PT NLT, dan PT PDM bersama-sama melakukan perbuatan melawan hukum sejak tahun 2021 hingga 2022.
”Pada bulan Juli 2021 sampai dengan bulan Januari 2022, PT AMJ bersama-sama dengan PT NLT dan PT PDM diduga melakukan ekspor minyak goreng kemasan melalui Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, sejumlah 7.247 karton,” katanya dalam keterangan tertulis yang dikutip Kamis (17/3/2022).
Perbuatan perusahaan-perusahaan tersebut mengakibatkan terjadinya kelangkaan minyak goreng kemasan di dalam negeri dan diduga menimbulkan terjadinya kerugian perekonomian negara.
Jumlah minyak goreng kemasan itu terdiri dari kemasan ukuran 5 liter, 2 liter, 1 liter, dan 620 mililiter. Pada 22 Juli 2021 sampai dengan 1 September 2021, berdasarkan sembilan dokumen pemberitahuan ekspor barang (PEB), mereka mengirim sejumlah 2.184 karton minyak goreng kemasan merek tertentu.
Lalu, pada 6 September 2021 sampai dengan 3 Januari 2022, dari 23 PEB, tercatat sejumlah 5.063 karton minyak goreng kemasan merek tertentu diekspor menggunakan 32 kontainer ke sejumlah negara, salah satunya Hong Kong dengan nilai penjualan 240-280 dollar Hong Kong atau tiga kali lipat keuntungan dari nilai harga pembelian di dalam negeri.
”Perbuatan perusahaan-perusahaan tersebut mengakibatkan terjadinya kelangkaan minyak goreng kemasan di dalam negeri dan diduga menimbulkan terjadinya kerugian perekonomian negara,” pungkasnya.
Menanggapi temuan ini, Kepala Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) DKI Jakarta Diana Dewi mengatakan, ekspor minyak goreng lazim dilakukan karena produksi minyak goreng sejak 2018 lebih banyak daripada kebutuhan dalam negeri. Kondisi ini pun membuat neraca perdagangan membaik.
Namun, dengan banyaknya perusahaan yang mengambil keuntungan dengan mengekspor minyak goreng daripada menjualnya di dalam negeri, perusahaan sudah seharusnya mengikuti aturan pemerintah pusat dalam hal pemenuhan kebutuhan dalam negeri (DMO).
”Saya dengar saat ini perusahaan eksportir wajib memasok 30 persen dari sebelumnya 20 persen volume ekspor untuk kebutuhan dalam negeri guna memenuhi pasokan. Tapi, pemangku kebijakan masih mengatur perusahaan ke mana mereka harus menjual produk mereka, padahal lebih baik dilepas ke mekanisme pasar saja,” katanya melalui telepon.
Meski demikian, pemangku kebijakan, seperti pemerintah provinsi, diharapkan terus membantu mengawasi pelanggaran distribusi produk minyak goreng di pasaran. Kepolisian, misalnya, perlu mengawasi dugaan penimbunan dan bea cukai mengawasi dugaan penyelundupan ekspor.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Endra Zulpan, saat ditemui di Jakarta, hari ini, mengatakan, Polda Metro Jaya telah membentuk satuan tugas pangan di setiap polres yang mengawasi ketersediaan minyak goreng di wilayah hukum Polda Metro Jaya.
”Kami melakukan pengawasan dari hulu ke hilir, dari produsen yang produksi CPO hingga pasar yang menyalurkan ke konsumen. Kemarin, Kapolri juga mengecek minyak goreng di wilayah hukum Polda Metro Jaya dua kali, pertama di Cilincing, Jakarta Utara, lalu di Kota Bekasi,” katanya.
Dari hasil sidak, stok minyak goreng saat ini memang tidak lagi langka. Namun, polisi menemukan harga jual minyak goreng kemasan premium yang kembali tinggi karena kebijakan baru pemerintah pusat.
Seperti diketahui, baru-baru ini pemerintah pusat menetapkan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng curah senilai Rp 14.000 per liter. Sementara minyak goreng kemasan sederhana hingga premium dijual dengan harga sesuai mekanisme pasar.
”Dari pengecekan di wilayah hukum Polda Metro Jaya, minyak memang ada yang harganya mahal, per hari ini, misalnya, Rp 23.000 per liter. Ini dikaitkan dengan kebijakan pemerintah. Kami hanya pastikan minyak goreng enggak langka dan enggak ada penimbunan,” tutup Zulpan.