Dengan KRL, Tarif Integrasi Antarmoda Angkutan Umum di Jakarta Rp 15.000
Usulan tarif terintegrasi Rp 10.000 belum mencakup moda KRL. Komisi B mempertanyakan formula penghitungan tarif dan dampak pada subsidi pemerintah terhadap layanan transportasi publik di Jakarta.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·4 menit baca
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo
JAKARTA, KOMPAS — Dalam usulan tarif terintegrasi angkutan umum Rp 10.000 per orang oleh Dinas Perhubungan DKI Jakarta, dipastikan biaya tersebut belum memasukkan moda kereta komuter. Agar moda kereta komuter dapat bergabung dalam tarif terintegrasi, masih diperlukan pembahasan dan koordinasi lebih lanjut.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo di Gedung DPRD DKI Jakarta sebelum rapat kerja dengan Komisi B Bidang Perekonomian DPRD DKI Jakarta, Rabu (16/3/2022), menjelaskan, tarif integrasi itu didasarkan pada rekomendasi Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ). Untuk pergerakan yang sifatnya urban atau perkotaan, tarif maksimal adalah Rp 10.000 per orang maksimal per 3 jam perjalanan.
Pergerakan urban berarti pergerakan dengan moda angkutan perkotaan yang dikelola Pemprov DKI Jakarta, yaitu Transjakarta, MRT Jakarta, dan LRT Jakarta.
”Apabila pergerakan bersifat dari suburban ke urban dengan melibatkan kereta komuter atau KRL, tarif maksimal Rp 15.000 per orang,” kata Syafrin.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Penumpang KRL Commuterline di dalam kereta tujuan Stasiun Tanah Abang, Jakarta, Kamis (10/3/2022).
Namun, di tahap awal, tarif integrasi angkutan umum yang diupayakan adalah tarif untuk pergerakan urban. Untuk itu, pembahasan persetujuan dilakukan Pemprov DKI dengan DPRD DKI Jakarta.
”Untuk tarif terintegrasi dengan KRL, itu tahap selanjutnya. Sebab, kita memang harus berkoordinasi dengan Kementerian Perhubungan, dengan PT KAI, untuk implementasi keseluruhan sistem transit terintegrasi dalam satu integrasi tarif,” tutur Syafrin.
Dengan tujuan untuk membuat pergerakan masyarakat menggunakan angkutan umum lebih lancar tanpa ada hambatan, Dishub DKI bersama PT Jaklingko Indonesia dan BUMD angkutan umum melakukan pembahasan bersama DPRD DKI, yaitu terkait tarif integrasi maksimal Rp 10.000 untuk pergerakan urban.
Tarif terintegrasi maksimal Rp 10.000 itu akan berlaku untuk durasi tempuh 3 jam. Di luar durasi itu, penumpang dikenai tarif eksisting.
Penumpang akan naik karena akan adanya kemudahan itu. Masyarakat akan diberikan banyak kemudahan dan kemudian prinsip standar pelayanan minimum (SPM) bisa dilaksanakan secara total. Mulai dari keselamatan, keamanan, kenyamanan, keterjangkauan, hingga kesetaraan.
STEFANUS ATO
Bus Transjakarta tengah mengantre untuk memulai operasional pengangkutan penumpang di Halte Transjakarta Harmoni, Jakarta Pusat, Senin (6/12/2021). Waktu antrean berkisar dari 5 menit sampai 20 menit.
Dishub DKI menargetkan pada Maret 2022 DPRD DKI bisa menyetujui usulan tarif integrasi itu supaya bisa segera ada sosialisasi dan keputusan gubernur. Selanjutnya, dishub dan operator bisa menerapkan account based ticketing atau tiket perjalanan berdasarkan akun pengguna supaya subsidi tepat sasaran kepada warga DKI Jakarta.
Dalam rapat kerja dengan Komisi B, sejumlah anggota Komisi B mempertanyakan formula penghitungan tarif integrasi, penurunan pendapatan setiap moda, penambahan subsidi melalui public service obligation (PSO), serta proyeksi peningkatan penumpang saat tarif integrasi ditetapkan.
Gilbert Simanjuntak, anggota Komisi B, dalam rapat tersebut menyatakan, seharusnya Dishub DKI dan DKTJ bisa memberikan rumusan penghitungan tarif terintegrasi hingga terbentuk angka maksimal Rp 10.000 per orang. Kemudian, dengan diberlakukannya tarif integrasi, ada moda angkutan yang akan berkurang pendapatannya karena adanya tarif integrasi itu.
”Dalam paparan tadi tidak dijelaskan dengan detail,” kata Simanjuntak.
Suhud Alynudin, anggota Komisi B juga mempertanyakan perpindahan orang dari penggunan kendaraan pribadi ke angkutan umum akan mencaai berapa persen. Hal ini terkait DKI yang dianggap sudah menghadirkan sistem tarif yang terintegrasi.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Kereta Moda Raya Terpadu (MRT) memasuki Stasiun ASEAN, Jakarta Selatan, Senin (1/4/2019).
Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta Ismail malah menyatakan, dengan menerapkan tarif integrasi, ada potensi penurunan pendapatan moda yang konsekuensinya adalah peningkatan alokasi PSO atau subsidi. Padahal, seharusnya kebijakan tarif terintegrasi itu bisa meringankan APBD khususnya PSO sehingga anggaran PSO yang banyak bisa dialihkan untuk subsidi bidang lainnya.
Syafrin menjelaskan, dengan adanya penerapan tarif terintegrasi, PSO untuk angkutan umum di DKI tidak akan berubah. PSO yang dialokasikan setiap tahun akan mampu menutupi pengaruh dari integrasi.
Untuk penurunan pendapatan moda angkutan dari aspek pendapatan tiket (fare box), dijelaskan Syafrin, dalam satu dua tahun penerapan tarif integrasi pasti akan ada penurunan, yaitu karena adanya diskon terhadap tarif yang dikenakan tersebut.
Namun, untuk jangka panjang, tarif integrasi akan menurunkan PSO yang diberikan kepada operator angkutan umum seiring meningkatnya jumlah penumpang. Berdasarkan estimasi Dishub DKI, pada tahun pertama penerapan tarif integrasi akan ada peningkatan jumlah penumpang 1 persen dari data total penumpang yang dilayani pada 2019 yang sebanyak 287.262.670 orang.
”Penumpang akan naik karena akan adanya kemudahan tadi. Masyarakat akan diberikan banyak kemudahan dan kemudian prinsip standar pelayanan minimum (SPM) bisa dilaksanakan secara total. Mulai dari keselamatan, keamanan, kenyamanan, keterjangkauan, dan kesetaraan,” kata Syafrin.
Sayangnya, karena dalam rapat kerja tersebut Dinas Perhubungan DKI belum bisa memberikan penjelasan detail atas pertanyaan Komisi B, sama halnya dengan rapat bersama Komisi C, rapat diskors.