Dishub DKI Usulkan Tarif Integrasi Angkutan Umum Rp 10.000
Dishub DKI Jakarta mengusulkan tarif terintegrasi antarmoda Rp 10.000. Tarif terintegrasi itu berlaku untuk moda angkutan yang dikelola Pemprov DKI, yaitu Transjakarta, MRT Jakarta, dan LRT Jakarta.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dinas Perhubungan DKI Jakarta mengusulkan besaran tarif integrasi angkutan umum di Jakarta Rp 10.000 per orang. Penerapan tarif terintegrasi diharapkan memberikan layanan angkutan yang lebih baik dan lebih terjangkau kepada masyarakat.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo dalam rapat kerja dengan Komisi C Bidang Keuangan DPRD DKI Jakarta, Selasa (15/3/2022), menjelaskan, berdasarkan kajian dan survei yang dilakukan serta berdasarkan rekomendasi Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ), tarif integrasi antarmoda di DKI Jakarta diusulkan Rp 10.000. Itu berlaku untuk penggunaan moda angkutan yang dikelola Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, yaitu Transjakarta, MRT Jakarta, dan LRT Jakarta.
Dengan tarif terintegrasi Rp 10.000 untuk antarmoda yang rencananya ditetapkan Maret 2022 ini, menurut Syafrin, akan menguntungkan masyarakat karena lebih terjangkau. Untuk pembayaran dengan tarif integrasi ini, ada yang namanya boarding charge atau biaya yang harus dibayarkan penumpang saat pertama kali naik moda angkutan umum. Biaya ini Rp 2.500 per orang untuk semua moda.
Syafrin memberi contoh, saat seorang penumpang mengawali mobilitasnya dengan naik Transjakarta, saat naik, ia akan membayar Rp 2.500. Setelah itu, untuk setiap kilometer selanjutnya sampai kilometer 17, penumpang membayar Rp 250 per kilometer. Begitu ia berpindah moda, misalnya berganti ke MRT Jakarta, untuk kilometer selanjutnya, ia juga akan membayar Rp 250 per kilometer.
”Sehingga untuk seluruh perjalanan yang dilakukan meski berganti moda, maksimal seorang penumpang akan membayar Rp 10.000,” kata Syafrin.
Dalam rekomendasi tarif integrasi Jaklingko oleh DTKJ, biaya Rp 2.500 itu dibayarkan pada 0-2 kilometer pertama. Kemudian mulai kilometer kedua sampai kilometer ke-17, untuk setiap kilometernya penumpang membayar Rp 250, tetapi total maksimum yang dibayarkan penumpang Rp 10.000. Adapun tarif integrasi itu berlaku selama tiga jam.
Sekretaris Perusahaan PT Jaklingko Indonesia Ahmad Rizalmi menjelaskan, tetapi apabila seorang penumpang naik satu moda saja, misalnya Transjakarta, untuk bepergian dari satu tempat ke tempat lain, ia akan membayar tarif eksisting Rp 3.500. Untuk MRT Jakarta Rp 14.000 dan LRT Jakarta Rp 5.000.
Syafrin melanjutkan, dengan penerapan tarif integrasi, masyarakat Jakarta akan mendapatkan keuntungan karena tarif angkutan menjadi lebih terjangkau. Kemudian, subsidi akan menjadi lebih tepat sasaran karena Dinas Perhubungan DKI melalui PT Jaklingko Indonesia akan menerapkan account based ticketing (ABT) atau kartu perjalanan dan/atau aplikasi berdasarkan akun.
Dengan ABT, semua data penduduk akan ditarik ke dalam database PT Jaklingko sehingga saat warga membuat kartu perjalanan atau mengunduh aplikasi Jaklingko, data itu bisa dipakai. Hal tersebut juga berguna saat operator angkutan umum akan memberikan insentif kepada warga yang masuk golongan penumpang khusus. Dengan ABT, maka bisa didentifikasi warga DKI dan non-DKI.
Dalam rapat kerja tersebut, anggota Komisi C, Cinta Mega, mempertanyakan besaran subsidi yang mesti dialokasikan apabila tarif integrasi ditetapkan dan diberlakukan. Ia menyatakan, saat ini saja, untuk setiap moda angkutan umum di DKI Jakarta sudah mendapatkan subsidi melalui public service obligation (PSO).
Dengan penerapan tarif integrasi, akan ada tambahan subsidi yang mesti dialokasikan. Namun, dalam rapat kerja itu, rincian subsidi yang akan berpotensi bertambah dengan adanya tarif integrasi belum bisa dijelaskan oleh Dinas Perhubungan DKI Jakarta dan oleh para operator angkutan umum yang hadir sehingga rapat kerja ditunda.
Eneng Malianasari, anggota Komisi C lainnya, menegaskan, pemberlakuan tarif integrasi juga harus memberikan jaminan layanan, mulai dari headway atau jarak kedatangan antarmoda, on time performance (OTP), durasi waktu tunggu, juga waktu tempuh. Ia juga memberi catatan, integrasi sebaiknya bukan dari aspek tarif saja, melainkan juga integrasi fisik antarmoda harus terjadi.