Terkait Debu Batubara, DKI Jatuhkan Sanksi kepada Pengelola Pelabuhan di Marunda
Sanksi untuk salah satu pengelola pelabuhan di Marunda, Cilincing, Jakarta Utara, ini di antaranya memperbaiki aktivitas bongkar muat batubara yang selama ini mengakibatkan polusi udara di permukiman warga.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta melalui Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Utara menjatuhkan sanksi administratif berupa paksaan pemerintah kepada PT Karya Citra Nusantara. Sanksi untuk salah satu pengelola pelabuhan di Marunda, Cilincing, Jakarta Utara, ini di antaranya memperbaiki aktivitas bongkar muat batubara yang selama ini mengakibatkan polusi udara di permukiman warga.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta Asep Kuswanto dalam keterangan tertulis, Rabu (15/3/2022), mengatakan, sanksi tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Kepala Suku Dinas Lingkungan Hidup Kota Administrasi Jakarta Utara Nomor 12 Tahun 2022 tanggal 14 Maret 2022.
Sanksi itu memerintahkan perusahaan pengelola pelabuhan untuk memperbaiki pengelolaan lingkungan hidupnya dan tidak mencemari lingkungan sesuai peraturan perundang-undangan dan persyaratan perizinan di bidang lingkungan hidup.
”Ada sanksi berjenjang untuk perusahaan yang tidak mengelola lingkungan dengan baik,” kata Asep.
PT KCN harus memfungsikan area pier 1 Kade selatan untuk bongkar muat bahan jadi yang tidak berpotensi menimbulkan pencemaran selain kegiatan bongkar muat batubara paling lambat empat belas hari kalender. (Asep Kuswanto)
Berdasarkan hasil pengawasan penaatan lingkungan hidup oleh Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah (PPLHD) DLH Provinsi DKI Jakarta, pada 30 Desember 2021, PT Karya Citra Nusantara (KCN) terbukti melakukan 32 bentuk pelanggaran, di antaranya terkait aktivitas bongkar muat batubara.
Achmad Hariadi, Kepala Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Utara, dalam surat keputusan yang ia tanda tangani menyebut, sanksi itu antara lain mewajibkan PT KCN membuat tanggul setinggi 4 meter di area penimbunan batubara untuk mencegah terbawanya debu batubara pada saat penyimpanan paling lambat 60 hari kalender.
”PT KCN harus memfungsikan area pier 1 Kade selatan untuk bongkar muat bahan jadi yang tidak berpotensi menimbulkan pencemaran selain kegiatan bongkar muat batubara paling lambat empat belas hari kalender. PT KCN harus menutup dengan terpal area penimbunan batubara paling lambat empat belas hari kalender,” paparnya.
Pemerintah juga memaksa PT KCN untuk meningkatkan frekuensi dan lingkup penyiraman yang dilakukan menjadi lebih efektif untuk mencegah timbulnya debu halus sisa kegiatan bongkar muat batubara paling lambat tujuh hari kalender. Lalu, memperbaiki kegiatan penanganan dan pembersihan secara terus-menerus ceceran batubara selama kegiatan bongkar muat batubara paling lambat empat belas hari.
PT KCN juga wajib menyerahkan ceceran batubara yang bercampur lumpur hasil penanganan ceceran dan kerukan di laut yang terkumpul kepada pihak ketiga paling lambat tiga puluh hari kalender. Lalu, menghentikan tumpahan ceceran batubara ke laut pada saat bongkar muat paling lambat tiga puluh hari kalender.
Menanggapi sanksi ini, Maya dari Humas PT KCN mengatakan, pihaknya masih akan mempelajari sanksi yang dilayangkan kepada perusahaan.
Sebelumnya, PT KCN juga sudah berupaya mencegah batubara mengotori permukiman warga. ”Sejauh ini, dengan penyiraman air dan polynet, kami rasa sudah cukup mengurangi dampak pencemaran. Kami pun beberapa waktu lalu sudah menanam pohon Spathodea tahap pertama sebanyak 120 pohon dan akan terus berlanjut,” ungkapnya saat dihubungi kemarin.
Namun, kata Maya, langkah preventif pihaknya dinilai bisa jadi tidak cukup untuk menekan polusi. Pasalnya, pelabuhan di bawah Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Marunda itu juga dikelola operator lain yang melakukan aktivitas bongkar muat batubara.
Belum tersentuhnya operator lain ini barangkali yang mengakibatkan debu batubara kembali mengotori fasilitas-fasilitas publik masyarakat di sekitar pelabuhan. Seperti diketahui, di sekitar pelabuhan itu terdapat beberapa kluster rumah susun sederhana sewa (rusunawa) dan berbagai fasilitasnya, seperti tempat ibadah dan ruang publik terpadu ramah anak (RPTRA).
Selain mengganggu kebersihan, debu batubara juga mengganggu kesehatan warga. Angin barat pada pergantian tahun kemarin yang membawa debu batubara ke permukiman membuat banyak warga mengeluhkan batuk hingga sesak napas. Paparan debu batubara yang tidak terlihat juga pernah sampai membuat mata seorang anak mengalami infeksi hingga harus menjalani operasi penggantian kornea mata pada 2021.
Forum Masyarakat Rusunawa Marunda dan Sekitarnya (F-MRM) kemarin mengadakan aksi demonstrasi di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat. Mereka menuntut perbaikan administrasi dan tata kelola di Pelabuhan Marunda guna mengatasi masalah lingkungan, kesehatan, dan sosial terkait aktivitas bongkar muat batubara.
”Kami pernah unjuk rasa di Pelabuhan Marunda dan seolah tidak ada solusi karena dibiarkan hingga saat ini,” ujar perwakilan F-MRM dalam siaran pers.
Yogi dari Humas DLH DKI Jakarta yang dihubungi secara terpisah mengatakan, turunnya keputusan sanksi terhadap PT KCN akan dilanjutkan dengan terus melakukan pengawasan terhadap PT KCN atau pengelola pelabuhan lainnya. Mereka juga akan tetap menyelidiki lebih lanjut potensi pencemaran lingkungan di sana.