Dari survei Kapolda Metro Jaya, hasil analisis, dan kasus-kasus begal yang terungkap diperoleh fakta bahwa semua kasus yang terungkap itu para pelakunya rata-rata berusia di bawah 20 tahun.
Oleh
STEFANUS ATO
·4 menit baca
Humas Polda Metro Jaya
Dua pelaku sindikat pencurian minimarket ditangkap polisi dan dihadirkan di Markas Polda Metro Jaya, Senin (20/4/2020).
JAKARTA, KOMPAS — Kasus begal, gangster, dan tawuran yang kian marak di Jakarta, Depok, Bekasi, dan Tangerang didominasi remaja berusia di bawah 20 tahun dan masih berstatus pelajar. Para remaja ini membentuk komunitas dan ingin menunjukkan eksistensi sebagai kelompok yang kuat dan berani.
Kepolisian Daerah Metro Jaya pada Jumat (11/3/2022) mengungkap dua kasus kejahatan jalanan yang terjadi di Depok dan Kota Bekasi, Jawa Barat. Di Depok, polisi menangkap tujuh pelaku yang terlibat penganiayaan secara berkelompok.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Endra Zulpan mengatakan, pengeroyokan berkelompok itu terjadi pada 6 Maret 2022 pukul 01.00 di Pancoran Mas, Depok. Tujuh dari total 14 pelaku telah ditangkap. Mereka rata-rata masih remaja, berusia di bawah 20 tahun, dan berstatus pelajar.
”Ini tersangkanya cukup banyak. Sebagian sudah ditangkap, sebagian lagi masih buronan,” kata Zulpan.
Kasus pengeroyokan yang terjadi di Depok itu merupakan kasus perkelahian antargeng. Para tersangka menyebut diri mereka sebagai gangster TC2CR dan gangster Kresek. Dua kelompok ini awalnya berkumpul di sekitar Cagar Alam Pancoran Mas, Depok, untuk mencari musuh.
STEFANUS ATO
Polisi menunjukkan barang bukti berupa senjata tajam di Polda Metro Jaya, Jumat (11/3/2022) siang.
”Kemudian mereka melihat ada warga yang sedang nongkrong di situ, warga langsung diserang dan dibacok. Setelah itu, para tersangka mencari orang lain lagi dan kembali diserang,” kata Zulpan. Tindakan dari kelompok gangster ini mengakibatkan tiga korban menderita luka-luka.
Zulpan menambahkan, Kepolisian Resor Metro Bekasi Kota juga telah menangkap tujuh pelaku berinisial MA, MP, AS, RA, MD, MA, dan AS yang terlibat pencurian dengan kekerasan atau begal terhadap seorang ibu hamil di Jalan WR Supratman, Mustikajaya, Kota Bekasi, Selasa (8/3/2022) dini hari.
”Para pelaku ini berusia 14 tahun sampai 15 tahun,” kata Zulpan.
Sebanyak tujuh pelaku yang ditangkap polisi itu disangka melanggar Pasal 365 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Mereka terancam pidana penjara sembilan tahun.
Remaja dan pelajar
Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Tubagus Ade Hidayat mengatakan, selama satu bulan terakhir, masyarakat dihebohkan maraknya kasus begal di wilayah aglomerasi Bekasi, Depok, dan Tangerang. Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Fadil Imran kemudian memberi atensi penuh terhadap maraknya kasus kejahatan jalanan itu.
”Dari survei Kapolda Metro Jaya, hasil analisis, dan kasus-kasus begal yang terungkap diperoleh fakta bahwa semua kasus yang terungkap itu para pelakunya rata-rata berusia di bawah 20 tahun. Para remaja ini juga masih berstatus pelajar,” kata Tubagus.
KOMPAS/STEFANUS ATO
Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Tubagus Ade Hidayat.
Dari analisis polisi, sebelum terjadi tindak pidana, para remaja ini awalnya berkumpul dalam satu komunitas. Mereka kemudian mendeklarasikan nama kelompok mereka sebagai kelompok yang kuat.
”Untuk bisa disebut sebagai kelompok yang kuat, maka harus melakukan tindakan-tindakan yang berani. Caranya dengan berani melukai orang lain. Contohnya seperti kasus di Depok, korban tidak punya salah, tidak punya dosa,” ucap Tubagus.
Selain tindakan berani, remaja yang berkumpul dalam satu komunitas mengangagap kelompok lain sebagai musuh. Ini yang mengakibatkan maraknya kasus tawuran.
”Tindakan mereka ini difasilitasi melalui media sosial, karena unik ketika setiap tawuran, sengaja diabadikan dan diekspos. Ini tujuannya supaya mereka diidentifikasikan komunitas mereka sebagai kelompok yang hebat,” kata Tubagus.
Sosiolog dari Universitas Negeri Jakarta, Rakhmat Hidayat, dihubungi secara terpisah, mengatakan, kejahatan jalanan yang melibatkan remaja dan pelajar merupakan fenomena yang terus berulang. Berbagai persoalan yang mengakibatkan munculnya kejahatan jalanan ini tidak semata-mata persoalan pencarian jati diri dari dalam diri, tetapi juga dipengaruhi faktor eksternal.
Faktor eksternal yang dimaksud itu berkaitan dengan nilai dan norma, lingkungan sosial, keluarga yang membentuk dan memengaruhi para remaja tersebut. Hal yang memprihatinkan ialah nilai-nilai moralitas, kontrol sosial keluarga sudah mulai longgar.
”Ini karena pola edukasi, pola sosialisasi, dan didikan dari keluarga tidak lagi seketat dibandingkan generasi sebelumnya. Orangtua terlalu sibuk dengan urusan nafkah, mereka kemudian agak longgar dalam mengontrol dan mengendalikan anak-anaknya,” kata Rakhmat.
Di luar pengawasan keluarga yang lemah, sebagian remaja kemudian menemukan jati diri di kelompok teman sebaya mereka. Faktor lain yang turut berpengaruh ialah dampak media sosial.
”Faktor sekolah, juga harus diakui, selama pandemi ini anak-anak lebih banyak di rumah. Waktu yang lebih banyak ini yang memungkinkan anak-anak melakukan tindakan kriminal,” kata Rakhmat.
Menurut Rakhmat, keterlibatan remaja dalam kasus-kasus kriminal merupakan fenomena yang tak terhindarkan dalam kehidupan masyarakat perkotaan. Namun, usaha dari pemerintah, lingkungan masyarakat, dan keluarga bisa dilakukan untuk meminimalkan kriminalitas yang melibatkan remaja.
”Makanya forum-forum ruang ekspresi kepada para anak muda sebisa mungkin di level komunitas bisa ditingkatkan. Energi mereka ini besar dan harus disalurkan ke hal yang positif,” ucap Rakhmat.