Atasi Kesemrawutan dan Macet, Simpang Ciawi Diusulkan Jadi Terminal
Penataan kawasan simpang Ciawi dinilai bisa menjadi salah satu solusi mengurangi beban kendaraan pribadi yang hendak menuju kawasan wisata Puncak dan integrasi antarmoda di wilayah di sekitar Bogor seperti dari Jakarta.
Oleh
AGUIDO ADRI
·4 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Pemerintah Kota Bogor mengusulkan ke Kementerian Perhubungan melalui Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek atau BPTJ untuk membangun Terminal Tipe A di simpang Ciawi, Jawa Barat. Penataan dan pembangunan ini salah satu opsi penanganan kemacetan.
Wali Kota Bogor Bima Arya mengatakan, di simpang Ciawi yang masuk perbatasan Kota Bogor dan Kabupaten Bogor itu menjadi kawasan ”tidak bertuan” yang sudah sangat lama, kompleks, dan semrawut. Untuk itu perlu langkah signifikan menetapkan kebijakan pembenahan tidak saja jangka pendek, tapi juga jangka panjang untuk membangun terminal tipe A yang terintegrasi.
Di kawasan itu, setidaknya ada tiga lahan yang memungkinkan dibangun terminal. Paling kecil sekitar 1.100 meter persegi. Lalu ada juga lahan 7.000 meter persegi dan lahan 2,1 hektar. Dua lahan terakhir yang memiliki lahan cukup luas bisa menjadi opsi pembangunan terminal.
”Apa yang kita lakukan memang tidak hanya mengurai lalu lintas atau beautifikasi, harus beyond beautifikasi, karena ada potensi bangkitan ekonomi di sana, baik kota (Bogor), kabupaten (Bogor), maupun pusat,” kata Bima Rabu (9/3/2022).
Rencana Pemkot Bogor membangun terminal batas kota dinilai sejalan dengan program transportasi dalam mempercepat konversi angkot. Sebab, target di tahun 2024, angkot di pusat kota hilang. Oleh karena itu, sangat diperlukan pengaturan lintas batas wilayah angkutan antarkota.
Jika ada terminal batas kota, kata Bima, akan sangat membantu mengatasi kepadatan arus masuk dari angkot-angkot antarwilayah menuju Kota Bogor. ”Ada tiga jurusan di situ, kurang lebih 1.500 angkot. Sementara di Kota Bogor dari 3.000 lebih angkot sudah jauh berkurang,” lanjutnya.
Menurut Bima, pembangunan terminal batas kota itu bisa dikembangkan opsi lain, karena di simpang Ciawi tidak hanya untuk keperluan angkot saja, tetapi ada kebutuhan atau perhatian berbagai moda transportasi, seperti bus antarkota antarprovinsi (AKAP) atau bahkan bus pariwisata yang bisa membawa penumpang menuju obyek wisata.
”Supaya bisa sinkron, kita arahkan ke pembangunan terminal tipe A di Ciawi, karena di situ semrawut. Jadi kemungkinan membangun terminal tipe A bisa jadi satu prioritas utama,” tuturnya.
Menurut Bima, rencana penataan juga bisa jadi satu opsi solusi perluasan layanan transportasi. Terminal Baranangsiang di Kota Bogor selama ini dinilai terhambat karena keseimbangan pelayanan transportasi yang belum optimal dan komersial, serta jaringan moda transportasi yang belum selesai. Terminal Baranangsiang perlu juga ditata untuk menunjang integrasi lintas kota dan luar kota.
”Jika Terminal tipe A ini geser ke Ciawi, kita beri keleluasaan dengan konsep TOD, sejalan integrasi dengan LRT dan trem di Baranangsiang, sangat memungkinkan untuk membantu percepatan Baranangsiang di sana. Bagi kami (Kota Bogor), akan sangat membantu mengurangi mobilitas di pusat kota maupun masuk ke kota,” tuturnya.
Namun, sisi lain dari pembangunan terminal di Ciawi, ada kendala anggaran pembangunan, termasuk pembebasan lahan. Berat jika hanya dibiayai APBD Kota Bogor, karena sisa masa jabatan Bima Arya-Dedie A Rachim sebagai kepala daerah dirasa tak cukup untuk segera merampungkan program penataan. Selain itu, masih ada program prioritas lain yang harus dituntaskan oleh kepemimpinan Bima dan Dedie.
Oleh karena itu, perlu ada dukungan dari berbagai pihak, seperti Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, pemerintah pusat, hingga keterlibatan pihak lainnya dalam menghadirkan solusi atas kesemrawutan di kawasan Ciawi dan kemacetan.
Sementara itu, Bupati Bogor Ade Yasin mengakui persoalan di Ciawi itu sudah lama dan pihaknya terus berupaya menata, tentunya bersinergi dengan Kota Bogor dan pemerintah pusat. Perlu kerja sama dan meletakkan prioritas dan keseriusan bersama mengatasi persoalan seperti kesemrawutan hingga kemacetan.
”Kami Kabupaten Bogor kalaupun memang sekiranya lebih penting di kota (Bogor) silakan, walaupun kami ada lahan juga seluas 90 meter di lahan belakang pasar Ciawi. Jika dibangun, memang akan crowded,” ujarnya.
Meski begitu, penataan kawasan itu dinilai bisa menjadi salah satu solusi mengurangi beban kendaraan pribadi yang ingin menuju kawasan wisata Puncak.
Pelaksana Tugas Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek Budi Setiyadi menyatakan, akan membantu berkomunikasi dengan pihak swasta, termasuk dengan pihak BUMN agar bisa membantu membangun terminal tipe A terintegrasi dengan pusat komersial, misalnya hotel dan pasar jika ada kendala keterbatasan APBD pemerintah daerah.
”Nanti akan saya sampaikan ke Pak Menteri (Budi Karya Sumadi) masalah pembebasan lahan tidak memungkinkan (APBD). Tapi menurut saya pusat bisa saja, seperti pembangunan flyover di Brebes. Saran saya, Pak Bima dan Bu Ade bertemu dengan pak menteri didampingi saya, bahkan dengan menteri PUPR,” kata Budi yang juga menjabat Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan.