Anies Baswedan Ajukan Banding atas Keputusan PTUN soal Banjir Jakarta
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengajukan banding atas Keputusan PTUN DKI Jakarta terkait penanganan banjir Jakarta. Pihak penggugat ataupun anggota dewan menyatakan upaya banding menunjukkan Pemprov DKI tidak peka.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengajukan banding atas keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara DKI Jakarta. Keputusan PTUN DKI pada 15 Februari 2022 itu adalah meminta Pemprov DKI Jakarta mengeruk Kali Mampang sampai tuntas hingga ke Pondok Jaya dan memproses pembangunan turap sungai di Kelurahan Pela Mampang.
Seperti diketahui, keputuan PTUN DKI itu terbit atas perkara nomor 205/G/TF/2021/PTUN.JKT. Ada tujuh warga DKI yang menggugat Anies Baswedan karena banjir yang terjadi pada Februari 2021. Mereka adalah Tri Andarsanti Pursita, Jeanny Lamtiur Simanjuntak, Gunawan Wibisono, Yusnelly Suryadi D, Shanty Widhiyanti, Virza Syafaat Sasmitawidjaja, dan Indra.
Warga DKI Jakarta itu mendaftarkan gugatan mereka pada 24 Agustus 2021. Mereka menggugat Gubernur DKI Jakarta terkait penanganan banjir di Kecamatan Tebet, Mampang, Pondok Pinang, Bintaro, Kalibata, Pasar Jumat, dan kawasan geografis cekungan. Selain itu juga soal normalisasi kali di Kali Pesanggrahan, Kali Grogol, Kali Baru, Kali Krukut, Kali Mampang, Kali Cideng, Kali Ciliwung, dan Kali Sekretaris.
Dalam keputusannya yang terbit 15 Februari 2022, PTUN DKI Jakarta mewajibkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk mengeruk Kali Mampang hingga tuntas sampai ke Pondok Jaya dan memproses pembangunan turap sungai di Kelurahan Pela Mampang. Anies juga diwajibkan membayar biaya perkara Rp 2.618.300.
Pak Anies seolah lupa bahwa pengendalian banjir adalah kerja rutin Gubernur DKI Jakarta yang tidak perlu diingatkan, apalagi digugat oleh warganya. (Francine Widjojo)
Dalam perjalanan, Anies Baswedan kemudian melakukan banding ke PTUN DKI Jakarta. Dalam penelusuran pada Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) pada situs PTUN DKI Jakarta, Anies mengajukan permohonan banding pada Selasa (8/3/2022). Tujuh warga yang sebelumnya menjadi penggugat berdasarkan perkara Nomor PTUN 205/G/TF/2021/PTUN.JKT dengan upaya banding ini menjadi berstatus terbanding.
”Banding kami ajukan karena dalam beberapa hal terdapat pertimbangan majelis hakim PTUN yang, menurut kami, kurang cermat sehingga perlu di-review dalam proses banding,” kata Kepala Biro Hukum Setdaprov DKI Jakarta Yayan Yuhanah.
Kurang cermatnya majelis hakim itu, disebutkan Yayan, antara lain dalam melihat dokumen-dokumen yang sudah disampaikan Biro Hukum terkait pelaksanaan pengerukan kali di beberapa lokasi yang sudah selesai dilaksanakan dan kegiatan-kegiatan penanganan banjir lainnya yang belum dipertimbangkan oleh majelis hakim PTUN.
Terpisah, Francine Widjojo mewakili Tim Advokasi Solidaritas untuk Korban Banjir, kuasa hukum para penggugat melalui keterangan tertulis menyayangkan upaya banding Gubernur DKI Jakarta itu.
”Kami menyayangkan upaya banding Gubernur DKI Jakarta yang seakan tak mau menerima kenyataan bahwa pengendalian banjirnya belum serius. Pak Anies tak berempati kepada warga-warganya yang trauma menjadi korban banjir DKI Jakarta,” ungkap Francine.
Gugatan Tata Usaha Negara (TUN) tersebut dilakukan oleh warga karena Gubernur DKI Jakarta tidak melaksanakan kewajibannya mengendalikan banjir melalui normalisasi sungai berdasarkan RPJMN, RPJMD DKI Jakarta, dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI Jakarta Tahun 2030, khususnya pada Kali Mampang, Kali Krukut, dan Kali Cipinang. Akibatnya, para penggugat mengalami banjir terbesar dan terparah tanggal 19-21 Februari 2021 dengan ketinggian banjir mencapai sekitar 2 meter.
Francine menambahkan, ”Pak Anies seolah lupa bahwa pengendalian banjir adalah kerja rutin Gubernur DKI Jakarta yang tidak perlu diingatkan, apalagi digugat oleh warganya dengan menempuh prosedur panjang. Kini warga diseret lebih dalam lagi ke dalam proses pengadilan. Padahal, fakta sudah jelas dan terang benderang. Warga hanya ingin Gubernur dan jajarannya serius menanggulangi banjir.”
Secara terpisah, Sekretaris Komisi D bidang Pembangunan DPRD DKI Jakarta Syarif menyatakan, ia sempat menyarankan Kepada Anies Baswedan supaya tidak melakukan upaya banding. ”Kalau banding itu menjadi tidak pasti. Ini sebetulnya apa yang mau dicari? Penuntasan pekerjaan atau mencari yang salah atau yang benar? Kewajiban pemprov sudah dikerjakan. Kalau ada kekurangan, lanjutkan. Dananya ada. Terus ngapain banding?” papar Syarif yang juga Wakil Ketua DPD Gerindra DKI Jakarta itu.
Menurut Syarif, begitu keluar keputusan PTUN pada 15 Februari 2022, secara pribadi ia pernah menyarankan Anies Baswedan untuk tidak banding. Namun, kemudian ada banding.
Syarif menduga, upaya banding itu bukan keputusan Anies, tetapi keputusan Pemprov DKI Jakarta. ”Kadang harus dilihat dengan detail, rinci, cermat, mana itu putusan gubernur mana itu putusan pemprov,” kata Syarif.
Gembong Warsono, anggota Komisi A bidang Pemerintahan DPRD DKI Jakarta menyatakan, upaya banding Gubernur DKI Jakarta itu menunjukkan Pemprov DKI tidak terlalu peka terhadap persoalan masyarakat. Menurut Gembong, soal pengerukan kali itu adalah pekerjaan rutin Pemprov DKI.
”Kalau sampai ada gugatan masyarakat kemudian pemprov banding, itu tidak peka terhadap persoalan masyarakat. Jangan karena sekadar pencitraan kemudian mengorbankan kepentingan rakyat,” kata Gembong.