Suku Dinas Sumber Daya Air (SDA) Jakarta Pusat baru-baru ini menemukan banyak sampah makanan saat mengeruk saluran air. Sampah itu ditemukan tidak jauh dari tempat usaha makanan.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sisa makanan yang menggumpal dan menyumbat saluran air masih ditemui di saluran-saluran air di Jakarta. Sampah sisa makanan juga masih dijumpai di antara timbunan sampah yang dibuang ke tempat pembuangan sampah atau TPS.
Suku Dinas Sumber Daya Air (SDA) Jakarta Pusat baru-baru ini menemukan banyak sampah makanan saat sedang mengeruk saluran air. Temuan ini setidaknya ada tiga wilayah, yaitu Kecamatan Menteng, Kecamatan Gambir, dan Kecamatan Tanah Abang. Saluran air yang terdapat limbah makanan ini pun tidak jauh dari tempat usaha makanan atau restoran.
”Sampah seperti ini lebih banyak ditemukan di Gambir dan Tanah Abang. Kalau Tanah Abang kayaknya lebih banyak karena pedagang buang sampah ke saluran air. (Di titik-titik itu) pernah ada genangan ketika intensitas hujan lebat,” kata Kepala Seksi Pemeliharaan Suku Dinas SDA Jakarta Pusat, Achmad Daeroby, saat dihubungi Selasa (8/3/2022).
Dalam foto yang ia terima dari petugas pengerukan di salah satu titik di dekat Jalan Abdul Muis, Kecamatan Gambir, sampah makanan terlihat membentuk gumpalan-gumpalan putih kecoklatan yang memenuhi saluran dengan air tergenang. ”Sampah seperti ini bisa mengeras. Ini lalu bisa membuat aliran air terganggu, hingga menjadi genangan dan banjir,” lanjutnya.
Pengamatan Kompas di lokasi sama juga menemukan sampah sisa makanan di beberapa titik saluran-saluran air. Yang jelas terlihat adalah bungkus atau kemasan makanan, antara lain plastik minuman dalam bentuk gelas atau botol, kemasan camilan, sedotan, hingga plastik permen.
Sampah itu juga ditemukan tidak jauh dari tempat usaha makanan, baik toko maupun pedagang kaki lima (PKL). Ada juga PKL di trotoar yang tidak membuang sampah sisa makanan mereka dengan benar, yaitu melalui lubang penutup saluran air yang digunakan sekaligus untuk membuang air cucian alat makan.
Humas Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Yogi Ikhwan mengatakan, suku dinas lingkungan hidup di wilayah Jakarta Pusat kini sudah turun untuk mengecek temuan tersebut. Jika benar ada pelaku usaha makanan yang membuang sampah sembarangan ke saluran air, mereka bisa dikenai denda.
”Sesuai Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah Pasal 127 Ayat 2, penanggung jawab usaha bisa kena sanksi administratif berupa denda maksimal Rp 50 juta kalau buang sampah sembarangan. Untuk PKL, dendanya diatur Pasal 130 Ayat 1 sebesar Rp 500.000,” tuturnya.
Selain limbah padat, limbah cair seperti minyak, kata Yogi, juga banyak dibuang pelaku usaha makanan. Minyak bekas pakai masak atau minyak jelantah yang dibuang ke saluran air bisa mengendap dan menyebabkan aliran air terhambat.
Baca juga: Potensi Destruktif Sampah PanganUntuk mengatasi ini, Dinas Lingkungan Hidup DKI membuat program pembagian alat perangkap lemak atau grease trap portable secara gratis untuk pedagang makanan skala usaha mikro, kecil, dan Menengah. ”Kami imbau pedagang makanan juga tidak membuang jelantah ke saluran air, tapi bisa dipupuk dan didonasikan untuk diolah menjadi biodiesel. Misalnya, melalui lembaga sosial terkait,” pesannya. Lembaga yang dimaksud, diantara lain, lembaga Tunasmuda Care atau T Care. Lembaga nirlaba itu mampu menampung sekitar 200 ton donasi minyak jelantah dari warga sejak Maret 2020 hingga September 2021. Lembaga itu mengumpulkan minyak jelantah warga dari rumah ke rumah (Kompas.com, 9/10/2021).
Kajian Dinas Lingkungan Hidup DKI di 2017 mencatat, sampah di rata-rata 100 tempat pembuangan sampah (TPS) Jakarta didominasi sisa makanan sebesar 53 persen, kemudian sampah plastik 9 persen, disusul residu sampah 8 persen, kertas 7 persen, dan lain-lain. Pada 2020, jumlah sampah yang terkumpul di Jakarta mencapai 7.424 ton per hari.
Organisasi mahasiswa kedokteran Center for Indonesian Medical Students' Activities (CIMSA) Universitas Indonesia, dalam artikelnya menyebut, makanan bisa terbuang, antara lain karena penyediaan makanan tidak sesuai porsi dan orang yang tidak menghabiskan makanannya. Adapun dampak dari makanan yang dibuang ke lingkungan bisa beragam.
Pertama, memproduksi gas metana yang menambah menimbulkan dampak pemanasan global, memicu bencana ledakan gas metana dari perubahan kimia sampah. Lalu, menghasilkan air lindi yang beracun dan bisa membahayakan makhluk hidup yang terpapar. Banyaknya sampah makanan yang terbuang juga bisa semakin menumpuk sampah di pembuangan akhir.