Macet atau Tidak, ke Puncak Ku ’Kan Kembali
Bagi sebagian orang, Puncak adalah kenangan indah. Untuk kembali menyesap rasa indah itu, mereka akan selalu kembali. Bermacet-macet panjang pun bukan halangan berarti.
Kuning cahaya matahari pukul 16.00 sore dari arah barat menghangatkan taman di Masjid At-Ta’awun, di Jalan Raya Puncak, Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Masjid itu menjadi salah satu titik keramaian wisatawan lokal, selain Puncak Pas, area perkebunan teh sekitar Gunung Mas, dan wisata alam yang menyebar di sekitar Jalan Raya Puncak, seperti Cipanas dan Cibodas.
Rabu (3/3/2022) sore, cuaca yang cerah tetapi sejuk dalam suhu sekitar 20 derajat celsius membuat banyak wisatawan bebas bersantai di ruang terbuka itu seusai waktu shalat Asar. Anak-anak berlarian hingga bermain air di kolam yang diperuntukkan untuk mencuci kaki. Wisatawan yang lebih dewasa lain ada yang asyik berswafoto atau menyantap makanan perbekalan atau jajanan yang dijual di dekat masjid.
Banyak juga yang sekadar rehat dan menikmati kesejukan udara sekitar kebun hijau di perbukitan sambil memandang ke arah lembah tempat tergelincirnya matahari sore.
”Aa, didieu foto, heula,” kata Rahmi (38) di sela keramaian taman kepada puteranya yang sudah remaja. Rahmi menarik tangan suaminya ke pagar taman untuk berfoto berdua membelakangi sinar matahari. Meski foto itu tidak terlalu sempurna karena melawan sumber cahaya, warga Purwakarta itu tidak peduli.
Rahmi berniat menggabungkan foto itu dengan foto 10 tahun lalu bersama sang suami untuk konten Tiktok. Di foto lama itu, orangtua dari tiga anak itu berfoto di posisi yang sama. Saat itu, putera pertama mereka masih berusia 3 tahun.
”Saya sama suami dari pacaran sudah sering ke sini (Puncak). Dulu biasa naik sepeda motor berdua. Pas Aa-nya (anak sulungnya) masih kecil juga. Sekarang, alhamdulillah ada mobil, saya sama suami sering ajak anak-anak main ke sini buat nikmatin suasana alamnya, makan jagung bakar biar enggak cuma pas Tahun Baru saja. Terus hirup udara sejuk yang enggak kita dapetin di Purwakarta,” ungkapnya.
Bagi ibu rumah tangga itu, Puncak memang memiliki kenangan manis tersendiri selain karena suasana alam dan fasilitas wisata dengan harga terjangkau. Masalah yang sesekali dialami seperti kemacetan jalan menurut dia tidak menimbulkan trauma, termasuk pandemi Covid-19.
”Selama pandemi, kita memang baru sekali ini main lagi ke Puncak. Kemarin memang kita jaga diri saja karena kalau kita ke tempat ramai seperti ini, walaupun di tempat terbuka, takut juga. Tapi, sekarang saya, suami, dan dua anak saya sudah vaksin. Insya Allah aman kalau jalan-jalan lagi,” ujarnya.
Waktu kejebak macet tadi kami sempat makan nasi bungkus yang kami beli di pinggir jalan. Ini jadi cerita lucu buat kami.
Rombongan keluarga lain yang berasal Palembang, Sumatera Selatan, juga memanfaatkan kondisi sesudah vaksinasi Covid-19 untuk mulai kembali berdarmawisata ke Pulau Jawa. Puncak menjadi destinasi transit mereka setelah menghabiskan beberapa hari berlibur di Bandung, Jawa Barat.
Anto (45) memboyong 20 anggota keluarga besarnya dengan dua mobil pribadi. Mereka transit di Puncak sejenak untuk menikmati suasana sejuk dari masjid yang berdiri sejak tahun 1999 itu. Mereka juga berencana membeli oleh-oleh untuk dibawa ke kampung halaman.
”Saya ajak mereka ke sini karena banyak yang belum tahu Puncak dan masjid ini, termasuk mertua saya. Kebetulan beliau sehat dan sudah divaksin lengkap, jadi saya berani ajak ke sini. Anak-anak saya, keponakan yang masih kecil juga senang ke sini ternyata,” kata Anto.
Anto sendiri sudah pernah ke Puncak beberapa puluh tahun lalu. Menurut dia, tidak banyak yang berubah dari kawasan itu. Soal kemacetan, misalnya, ia sudah pernah mengalaminya, termasuk ketika ia membawa keluarga besarnya hari itu. Saat hendak ke Puncak dari daerah Cianjur, mobil mereka terjebak macet karena truk mogok di tengah jalan yang sempit.
”Waktu kejebak macet tadi kami sempat makan nasi bungkus yang kami beli di pinggir jalan. Ini jadi cerita lucu buat kami,” ujarnya.
Baca juga: Lalu Lintas Puncak Bogor Normal di Hari Nyepi
Belum pulih
Selama pandemi, wisata Puncak belum kembali pulih. Kunjungan wisatawan yang sempat turun drastis masih berdampak pada pemilik usaha penginapan, pedagang kecil, hingga pelaku jasa transportasi.
Jamal, salah satu pengelola hotel bintang rendah di kawasan Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, misalnya, mengaku okupansi atau keterisian kamar hotel belum pernah menembus 100 persen.
”Sekarang kalau 60 persen terisi saja, sudah bisa disebut penuh. Itu pun seringnya kalau ada libur panjang atau PPKM di Jakarta atau kota lain lagi longgar,” kata Jamal.
Pedagang aksesori seperti Yayat (55) juga merasakan hal yang sama. Sebelum pandemi, ia bekerja untuk pemilik toko yang memiliki pelanggan turis Timur Tengah. Seperti diketahui, Puncak menjadi destinasi wisata wisatawan mancanegara dari kawasan subtropis tersebut.
Lihat juga: Kawasan Puncak yang Menjadi Primadona Warga Jabodetabek
Akibat mereka belum kembali lagi ke Indonesia, ia pun turun ke jalan untuk berjualan makanan, seperti tahu atau buah stroberi. ”Sekarang malah kebanyakan pedagangnya daripada yang beli. Pedagang mulai banyak lagi sejak tahun lalu. Tapi, wisatawan masih sepi, padahal kita biasa untung dari mereka,” ujarnya.
Dommy, sopir angkot 02 Sukasari-Cibedug yang kerap melewati terminal di Kecamatan Ciawi, juga masih merasakan sepinya kunjungan wisatawan belakangan. Sebelum pandemi, ia mengaku kerap mendapat tawaran sewa atau charter ke Puncak dari wisatawan, setidaknya seminggu sekali. Namun, sekarang masih sangat jarang.
”Saya kalau ada lima orang yang mau ke Puncak naik angkot ini bisa saya antar. Charter langsung juga bisa. Dulu (sebelum pandemi) banyak pas Sabtu atau Minggu, sekarang jarang-jarang. Mungkin banyak yang bawa sepeda motor atau mobil sendiri sekarang,” ujarnya.
Anomali
Walau demikian, libur panjang menjadi anomali bagi Puncak di masa pandemi. Seperti akhir pekan Sabtu-Minggu (27-28/2/2022) yang berlanjut dengan libur Isra Miraj pada Senin (1/3/2022).
Kemacetan menghantui pengendara mobil dan sepeda motor yang hendak melalui Puncak, khususnya yang melaju dari arah Jakarta atau Kota Bogor di utara. Kemacetan terjadi di titik-titik, antara lain pintu keluar Tol Jagorawi arah Ciawi hingga Simpang Gadog di Kecamatan Megamendung.
Kepala Satuan Lalu Lintas Polres Kabupaten Bogor Ajun Komisaris Dicky Anggi Pranata menyebut hari Minggu, sistem satu arah diberlakukan pukul 11.30 untuk mengurai kemacetan. Meskipun demikian, banyak kendala yang membuat sistem itu tidak berfungsi semestinya.
Salah satunya adalah banyaknya kendaraan yang mogok hingga membuat arus lalu lintas tersendat. Selain itu, lanjut Dicky, volume kendaraan terlihat meningkat seiring dengan hari libur panjang. Sayangnya, pengguna kendaraan juga banyak yang tidak patuh aturan.
”Sepeda motor membeludak, baik yang naik maupun turun. Mereka rata-rata tidak sabaran. Kami sudah alihkan beberapa titik untuk mereka melewati jalur alternatif, tapi mereka keluar lagi (ke Jalur Puncak) supaya ringkas. Akhirnya melembung lagi, kendaraan yang sudah diarahkan satu arah dari utara enggak bisa lewat,” ujarnya yang dihubungi Senin (28/2).
Personel pengamanan sudah dipertebal dan kemacetan sempat terurai di tengah malam. Namun, Dicky mengakui, kemacetan panjang seperti kemarin sangat jarang terjadi selama pandemi. Saban hari, lalu lintas di Puncak cenderung mudah dikendalikan, sekalipun akhir pekan.
Sepanjang Februari 2022, rata-rata jumlah kendaraan yang melalui jalur Puncak di akhir pekan, dari tangkapan kamera Gadog, sebanyak 12.000 kendaraan. Dengan rincian 1.677 sepeda motor, 10.142 mobil, dan 578 truk setiap akhir pekan.
Jumlah itu jauh lebih rendah dari rata-rata kendaraan yang melintas di akhir pekan sebelum pandemi. Bahkan di tahun 1994 (Kompas, 31/12/1994) mencatat, 60.000 kendaraan bisa melalui Puncak selama Jumat hingga Minggu. Jumlah kendaraan yang melintas tidak sebanding dengan lebar jalan yang sempit.
Baca juga: Warga Tak Gubris Sistem Satu Arah, Puncak Bogor Macet Parah
Warga yang melintasi Jalan Raya Puncak saat itu tidak menyangka mereka harus melalui kemacetan panjang. Jacob, salah satunya. Warga Jakarta itu harus mengalami kemacetan sejak meninggalkan vila sekitar pukul 12.00 di daerah Tugu Selatan ke arah Cisarua.
Saat dihubungi lewat telepon, Kamis (3/3/2022), ia menuturkan, kendaraan yang ia tumpangi dengan beberapa temannya yang habis berlibur di vila pun baru melenggang bebas keluar dari Cisarua sekitar pukul 18.30.
”Capek banget harus macet-macetan. Ini kedua kali ngalamin macet parah di Puncak. Dulu pertama waktu pergi sama keluarga, sampai sempat pipis pakai botol,” kenang pemuda 25 tahun itu.
Namun, ia mengaku belum kapok. Puncak masih menarik dan terjangkau untuk melepas diri dari bising dan udara tidak segar di Ibu Kota. Manis sepat pengalaman lalu di Puncak akan kembali membawanya ke sana.