Kelangkaan Minyak Goreng Pun Belum Terurai di Jakarta
Jumlah pasokan CPO dari produsen yang mencapai 350 juta liter itu, pasar di dalam negeri idealnya kebanjiran minyak goreng selama satu bulan. Namun, situasi yang ada saat ini justru berbeda.
Oleh
STEFANUS ATO
·3 menit baca
Kelangkaan minyak goreng masih terus terjadi di pasaran. Sejumlah minimarket di Jakarta yang rutin mendapat pasokan minyak goreng dua hari sekali tetap belum mampu memenuhi permintaan konsumen. Padahal, menurut pemerintah, pasar dalam negeri idealnya kebanjiran produk minyak goreng selama satu bulan.
Sejumlah minimarket di sepanjang Jalan I Gusti Ngurah Rai, Jakarta Timur, misalnya rata-rata kehabisan stok minyak goreng, pada Selasa (1/2/2022) siang. Minyak goreng yang biasanya datang dua hari sekali itu hanya bertahan selama beberapa jam.
"Kemarin baru datang 10 karton. Enggak sampai sore sudah habis," kata Dimas (27), salah satu pegawai minimarket di wilayah Kelurahan Bintara, Cakung, Jakarta Timur, Selasa siang.
Menurut Dimas, minimarket tempatnya bekerja rutin mendapat pasokan minyak goreng dua hari sekali. Namun, stok minyak goreng dengan jumlah rata-rata sekitar 100 liter yang didapatkan dua hari sekali itu hanya bertahan beberapa jam. "Kami sudah atur dan minta warga supaya beli sesuai kebutuhan. Tetapi cepat habis, yang nyari banyak banget," katanya.
Upaya mengurangi kelangkaan minyak goreng di Jakarta juga terus dilakukan BUMD-nya, PT Food Station Tjipinang Jaya, melalui operasi pasar murah yang digelar setiap hari di berbagai kelurahan di wilayah DKI Jakarta. Setiap bulan, operasi pasar murah itu mampu menyasar warga di 28 kelurahan.
"Sasaran kami langsung ke rumah tangga karena minyak yang kami jual dengan harga Rp 14.000 itu tidak bisa diperdagangkan lagi. Harga yang kami jual itu sudah harga eceren tertinggi," kata Direktur Utama PT Food Station Tjipinang Jaya Pamrihadi Wiraryo, saat dihubungi, pada Selasa malam.
Operasi pasar murah di wilayah DKI Jakarta sudah dimulai sejak November 2021. Setiap hari, minyak goreng yang disalurkan ke warga rata-rata mencapai 400 liter. Jumlah minyak goreng yang dibeli warga melalui operasi pasar murah juga dibatasi, yakni setiap keluarga maksimal hanya membeli dua liter.
"Kami sebenarnya berapapun (permintaan), kami sanggup. Kami tidak bermasalah dengan distribusi. Kalau suplai dari produsen tidak dikendalikan oleh pemerintah, kelangkaan minyak akan terus terjadi," kata Pamrihadi.
Penimbunan
Sementara itu, Sekretaris Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri I G Ketut Astawa mengatakan, kelangkaan minyak goreng terjadi di lapangan atau di level pendistribusian produk ke pasar ritel. Sebab, produsen minyak sawit mentah (CPO) telah memenuhi kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dengan memasok sebanyak 351 juta liter untuk kebutuhan minyak goreng dalam negeri.
"Kalau kita lihat data yang ada, komitmen dari produsen CPO sudah mencapai 351 juta liter selama 14 hari. Kebutuhan kita selama per bulan sebenarnya berkisar antara 279 sampai 300 juta liter," kata Ketut, seperti dikutip dari Kompas.com
Jumlah pasokan CPO dari produsen yang mencapai 350 juta liter itu, pasar di dalam negeri idealnya kebanjiran minyak goreng selama satu bulan. Namun, situasi yang ada saat ini justru berbeda.
"Oleh karena itu, kami sedang mencari di mana letak simpulnya. Apakah ada yang menimbun? Memang ada temuan Satgas Pangan, seperti di Sumatera Utara, termasuk di Kalimantan, dan sebagainya," kata Ketut.
Faktor lain yang juga menyebabkan stok minyak goreng menipis akibat masih ada warga yang membeli minyak goreng dalam jumlah banyak. Ini pula yang menyebabkan ketersedian minyak goreng di beberapa ritel modern ludes terjual dalam waktu singkat.