Tahu tempe tersedia amat terbatas di DKI Jakarta dan sekitarnya lantaran produsen mogok produksi pada Senin-Rabu (21-23/2/2022). Mogok sebagai respons melonjaknya harga kedelai impor bahan baku tahu tempe.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
KOMPAS/FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
Soleh (42) melayani pembeli gorengannya di Pasar Lembang, Kecamatan Ciledug, Kota Tangerang, Banten, Senin (21/2/2022).
Soleh (42), penjual gorengan di Pasar Lembang, Kecamatan Ciledug, Kota Tangerang, Banten, kehilangan setengah omzet setiap kali produsen tahu tempe mogok. Meski demikian, lelaki asal Garut, Jawa Barat, yang sudah 15 tahun berjualan gorengan itu memilih tetap berjualan seadanya atau menyesuaikan ukuran dengan kenaikan harga tahu tempe. Bagaimanapun inilah mata pencarian utamanya.
”Saya sesuaikan saja dengan kondisi pasar. Kalau tidak jualan, tidak bisa makan,” ujarnya ketika dijumpai Senin (21/2/2022).
Ia menjual tahu, tempe, molen, ubi, singkong, dan cireng mulai pukul 05.00 hingga pukul 13.00 di depan pasar. Harganya Rp 1.000 per potong dengan omzet mencapai Rp 600.000. Angka rupiah itu disumbang dari 200 potong tahu dan 100 potong tempe, menu gorengan yang mendominasi gerobak Soleh.
Orek tempe cukup satu sendok supaya semua kebagian.
Minggu (20/2/2022) kemarin, Soleh sempat menstok 200 potong tahu dan tiga papan tempe. Harganya normal, satu potong tahu Rp 400 dan satu papan tempe Rp 6.000.
”Hari ini sudah langka. Biasanya harga naik setelah mogok. Tahun lalu (2021) ada tiga kali mogok. Saya jual harga normal, tapi ukuran gorengan lebih kecil,” katanya.
Selain kebutuhan sehari-hari, Soleh tetap berjualan meski omzetnya berkurang agar bisa membayar kontrakan Rp 1 juta per bulan di Sudimara Barat, Tangerang. Kontrakan tersebut ditempati bersama teman dari Garut.
”Tidak ada pekerjaan sampingan. Jualan saja, masih ada untungnya walau sedikit,” ujarnya.
Ia menghabiskan modal Rp 300.000 untuk belanja bahan baku gorengan, 7 kilogram tepung dan 6 liter minyak goreng setiap hari. Saat ini harga tepung Rp 8.000 per kg, sedangkan minyak goreng Rp 28.000-Rp 31.000 per 2 liter.
KOMPAS/FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
Warteg Sumber Urip di kawasan Pasar Lembang, Kecamatan Ciledug, Kota Tangerang, Banten, Senin (21/2/2022).
Pas-pasan
Kelangkaan tahu tempe juga berimbas pada usaha warung tegal alias warteg. Rudi (30), pemilik Warteg Sumber Urip di kawasan Pasar Lembang, mengakali kurangnya tahu tempe dengan lauk-pauk lain yang tersedia supaya dapur tetap mengepul.
”(Tahu tempe) lagi tidak ada yang jual karena perajin mogok. Jual yang lainnya, seadanya saja. Sayur tambah daging dan gorengan bakwan saja,” ucapnya.
Wartegnya menyediakan aneka lauk seharga Rp 2.000 per sendok dan aneka sayur Rp 2.000-Rp 3.000 per sendok. Makanan atau lauk berbahan tahu tempe menjadi favorit pedagang pasar, kuli panggul, tukang parkir, dan pekerja lain di sekitar pasar.
Dalam sehari, omzetnya paling sedikit Rp 1 juta karena pengetatan kegiatan masyarakat atau PPKM. Sedikitnya 100 potong gorengan tahu tempe laris manis setiap hari.
”Orang pasar doyannya tahu tempe. (Hari ini) Mereka tanya, kok, gorengan cuma bakwan. Porsi tahu tempe yang ada juga tidak dilebihkan. Orek tempe cukup satu sendok supaya semua kebagian,” tuturnya.
KOMPAS/FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
Pedagang di seputaran Pasar Lembang, Kecamatan Ciledug, Kota Tangerang, Banten, Senin (21/2/2022).
Secara terpisah, Wahyu (23), pedagang di Pasar Lembang, kehabisan stok tempe karena mogoknya produsen. Sementara stok tahu terbatas dan harganya naik dari Rp 10.000 per plastik isi sepuluh potong menjadi Rp 12.000.
”Tempe kosong dari kemarin. Harga tahu naik Rp 2.000. Pedagang mengikuti produsen, tidak ada alternatif lain,” ujarnya. Dalam situasi normal, ia menjual 50 plastik tahu dan 60 papan tempe saban hari.
Sebelumnya, melalui keterangan tertulis, Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia DKI Jakarta memprotes serta mogok produksi dan dagang sambil menunggu pola apa yang akan dilakukan pemerintah. Dengan harga kedelai Rp 12.000 per kg, para perajin meminta kenaikan harga 20 persen dari sebelumnya. Harga tempe Rp 5.000 per potong, misalnya, menjadi Rp 6.000 per potong.
Mereka juga menuntut sejumlah hal, yakni adanya penurunan harga kedelai serta tak ada lagi fluktuasi harga terlalu cepat. Tak harus murah, tetapi ada kepastian stabilitas harga. Selain itu, mereka juga menanti langkah konkret pemerintah untuk mengatasi gejolak yang setiap tahun terus terjadi. Mereka pun meminta tata niaga kedelai ditangani pemerintah atau Bulog (Kompas, 21 Februari 2022).