Suguhan Istimewa Imlek untuk Leluhur dan Keluarga
Aneka menu khas disajikan warga keturunan Tionghoa pada perayaan Imlek. Menu itu disuguhkan untuk leluhur dan keluarga.
Satu jenis penganan yang tak boleh dilupakan warga Banjar Lampu, Kintamani, Bali, adalah kue gambir. Sepekan sebelum perayaan Imlek, Lie Swin Nio (86) sibuk sendiri di dapur. Tangan keriputnya pelan-pelan mengadon dan kemudian melipat daun bambu sampai akhirnya berbentuk kue gambir yang istimewa.
Keponakan Lie, Cwa Tien Hong (40), mengisahkan, kue gambir di Banjar Lampu pertama-tama akan dipersembahkan kepada leluhur sebelum akhirnya disantap bersama keluarga.
”Setiap rumah pasti bikin saat-saat menjelang Imlek,” kata Hong. Hong adalah generasi kelima warga keturunan Tionghoa yang menetap di Banjar Lampu. Sebagian besar orangtua di banjar itu, kata Hong, secara turun-temurun bekerja sebagai petani kopi.
Selain kue gambir, saat Imlek, warga Tionghoa di Banjar Lampu mengadakan persembahyangan bersama di Pura Penyajagan. Di dalam kompleks pura ini, kata Hong lagi, terdapat khongco, tempat suci khusus bagi warga keturunan Tionghoa. ”Saat sembahyang, kami juga bawa aturan, sesajen yang dirangkai janur seperti orang Bali pada umumnya,” kata Hong.
Sebelum sembahyang, pada Selasa (1/2/2022), di dalam area pura digelar pertunjukan barongsai. Menurut Hong, barongsai adalah perlambang perlindungan dan menolak bala sehingga warga bisa dengan hening melakukan persembahyangan.
Sebagai wilayah di pegunungan dengan banyak pohon bambu dan jamur, menu paling istimewa bagi setiap warga di Banjar Lampu ialah babi rebung dan jamur kuping. ”Menu ini wajib ada karena ini sarana untuk kumpul keluarga,” kata Hong.
Dalam tayangan kanal National Geographic, Minggu (30/1/2022), bertajuk ”The Reunion Dinner”, orang tua seperti Cui Chang An rela berkelana ke dalam hutan dengan suhu minus 40 derajat celsius untuk mencari ginseng liar. Warga Fusong County, Provinsi Jilin, itu memiliki tradisi keluarga menyuguhkan wine ginseng liar pada saat malam tahun baru Imlek.
Pengembaraan Chang An menempuh berlapis-lapis bahaya, dari badai, hujan salju, sampai terkena serangan hipotermia. Namun, bersama dua lelaki lainnya, ia tak kenal menyerah. ”Semuanya demi suguhan istimewa di malam tahun baru Imlek,” katanya.
Begitu pula yang dilakukan Cui Huazi, penduduk Desa Yao Shui, Provinsi Jilin. Ia bergegas pergi ke tengah hutan untuk memetik sayur-mayur liar yang banyak tumbuh di Pegunungan Changbai. Huazi hanya memiliki waktu 10 hari untuk memetik sayuran terbaik sebelum musim panas tiba, yang membuat sayuran menjadi keras.
Semua sayuran liar itu pada saatnya ia akan suguhkan di malam tahun baru Imlek. Lebih khusus lagi ia menyuguhkannya kepada putri tunggalnya, Piao Ying Ji, yang menjadi pekerja migran di Korea Selatan. ”Kami jarang berkumpul, selain rindu anak, saya juga rindu sayuran buatan ibu,” kata Piao Ying.
Daging dan sayur
Menurut Chef Eddrian Tjhia, yang spesialis hidangan Bangka, secara garis besar hidangan Imlek mirip-mirip. Beberapa hidangan istimewa, seperti babi hong, babi kecap, ditambah sayuran asin. Tentu saja, daging babi bisa diganti ayam atau sapi. Biasanya pula, menu ini dilengkapi sayuran seperti kuchai, yang bagian umbinya diolah jadi acar.
Sayur kuchai sendiri dalam dialek Khek berarti angka sembilan (Qiu), yang juga berarti ”lama”. Dengan begitu, diharapkan rezeki yang datang dan dimiliki bisa bertahan lama di masa mendatang. Angka sembilan dianggap sebagai angka dengan nilai tertinggi.
”Juga ada masakan ikan, yang bisa diolah menjadi apa saja, mulai dari dipindang atau di-steam. Ikan dalam tradisi Imlek melambangkan rezeki yang terus datang dan mengalir,” ujar Eddrian, Selasa (1/2/2022).
Eddrian, yang juga seorang private chef dan penulis buku resep masakan, menambahkan, ada menu mi goreng dan bermacam olahan telur. Mi sendiri, menurut dia, menyimbolkan rezeki yang panjang dan tak putus. Sementara telur, dalam bahasa Mandarin ditulis Chun, berarti menyisihkan atau disimpan.
”Jadi diharapkan rezekinya tidak cepat habis dan bisa selalu disimpan. Makanya saat Imlek harus makan telur. Tradisinya begitu,” tambah Eddrian. Dalam keluarganya sendiri dan kebanyakan masyarakat Tionghoa asal Bangka dan Belitung juga mempunyai menu istimewa lain yang disajikan saat Imlek. Menu tersebut adalah sup ayam, teripang, dan sirip hiu.
Jika menu-menu istimewa itu berbau laut, karena memang kampung halamannya dikenal dengan beragam masakan laut. Menu sup istimewa ini, menurut Eddrian, sangat jarang bisa ditemui sehari-hari di luar momen Imlek.
Masyarakat Tionghoa di Ketapang, Kalimantan Barat, juga mempunyai beberapa jenis menu istimewa khas daerahnya. Untuk hidangan nonhalal, masyarakat Tionghoa di Ketapang menyajikan olahan kaki babi yang dimasak bersama rebung.
Hal itu diceritakan Susanto (46), Kamis (3/2/2022). Menurut dia, rebung atau tunas tanaman bambu itu menyimbolkan rezeki dan kesejahteraan, yang akan terus tumbuh. Sementara beberapa jenis menu lain, seperti telor, ikan, dan kue keranjang, menurut dia, bisa ditemukan di keluarganya dan masyarakat Tionghoa di daerahnya.
Imlek berbeda
Afong Lee (29), warga Singkawang Selatan, Kamis (3/2/2022), menuturkan, Imlek dua tahun terakhir terasa berbeda. Biasanya semua keluarga di luar daerah pulang ke Singkawang karena ingin menikmati momen kebersamaan. Namun, tahun ini mereka tidak pulang sehingga rasanya tidak lengkap. ”Keluarga saya ada yang di Malaysia, Taiwan, dan Jakarta,” ujarnya.
Kehadiran keluarga saat perayaan Imlek sebetulnya sangat ditunggu-tunggu. Selain melepas rindu, juga momen saling menguatkan di tengah tantangan. Kini, perjumpaan dengan keluarga secara daring menguatkan satu sama lain di tengah situasi saat ini.
”Keluarga saya yang jauh biasanya rela tidak bekerja dan dipotong gajinya demi berjumpa dengan keluarga di Singkawang. Namun, tahun ini memang tidak bisa pulang ke Singkawang,” ungkapnya.
Imlek tahun ini ia banyak di rumah karena masih pandemi Covid-19. Apalagi varian Omicron sudah masuk di Indonesia. Kalaupun ada tamu, tidaklah banyak. Biasanya keluarga dekat yang datang. Ia menyiapkan tempat cuci tangan di pintu masuk rumah.
Ia berharap pada tahun baru ini situasi akan semakin membaik. ”Makanya ada kue keranjang yang rasanya manis. Harapannya di tahun baru menjadi tahun ”hoki”, jadi makan yang manis-manis,” ujarnya lagi.
Hal yang sama dirasakan Nela Lina (48), juga warga Singkawang Selatan. Ia merasakan suasana perbedaan. Imlek tahun ini tidak semeriah sebelum pandemi. Dua tahun terakhir, keluarganya yang berada di luar Singkawang ada yang tidak bisa berkumpul. Sebelum pandemi, biasanya saat Imlek, terutama pada malam hari, ia dan keluarganya bisa menyaksikan acara Pasar Malam.
Bong Cin Nen (58) menuturkan, Imlek adalah momen saling menguatkan anggota keluarga di tengah tantangan saat ini. Meskipun keluarga berada di berbagai wilayah, dengan sarana komunikasi saat ini masih bisa saling menyapa, memberi kekuatan satu dengan lainnya.
Wali Kota Singkawang Tjhai Chui Mie memaknai spirit Tahun Macan Air merupakan semangat dan keberanian melawan pandemi Covid-19. Air meskipun lembut, sesungguhnya memiliki kekuatan. Air meliuk lembut, tetapi mampu memadamkan api. Jika dilihat dalam konteks kini, diharapkan mampu menghadapi pandemi dan menjaga keharmonisan dengan penuh kelembutan.
Pada Imlek tahun ini, menghias kota tetap dilakukan. Namun, ada beberapa kegiatan yang tidak dilaksanakan, misalnya kegiatan Pasar Malam dan yang bernuansa festival karena masih pandemi.
Ia berpesan kepada masyarakat Singkawang yang merayakan Imlek diharapkan tetap bersemangat, bersukacita, dan menghias lingkungan sendiri, terutama di rumah masing-masing menyesuaikan dengan situasi. Selain itu jangan lengah terhadap protokol kesehatan sehingga harapannya Covid-19 bisa berlalu.