Nasib Jakarta Dinilai Lebih Baik Setelah Tidak Jadi Ibu Kota Negara
Jakarta akan tetap menjalankan proyek pembangunan selayaknya Ibu Kota Negara.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
Tangkapan layar Youtube Kosadata
Hasil survei cepat oleh Pusat Kajian Kepemudaan (PuskaMuda) pada awal Januari 2022 terhadap 500 warga Jabodetabek. Salah satu survei itu menanyakan peluang perubahan Jakarta jika tidak lagi menjadi ibu kota negara.
JAKARTA, KOMPAS — Sebagian warga memandang Jakarta akan menjadi lebih baik dengan pembangunan yang telah dikerjakan selama ini setelah tidak lagi menyandang predikat ibu kota negara. Jakarta pun akan semakin cepat berkembang menjadi kota modern yang berdaya saing global jika pembangunan tetap dilanjutkan.
Ini terbaca dalam survei cepat oleh Pusat Kajian Kepemudaan (PuskaMuda) pada Januari 2022 terhadap 500 warga Jabodetabek. Sepertiga responden berusia 40 tahun ke atas dan telah lebih dari 20 tahun tinggal di Jakarta.
Sebanyak 61,5 persen responden survei itu menilai akan ada perubahan pada Jakarta jika ibu kota negara (IKN) pindah ke Kalimantan Timur. Hasil ini disampaikan peneliti PuskaMuda, Rissalwan Habdy Lubis, dalam webinar ”Menata Jakarta Usai Ditinggal Ibu Kota”, Jumat (4/2/2022) kemarin.
”Perubahan yang akan terjadi menurut mayoritas responden adalah lalu lintas dan transportasi umum lebih nyaman, lalu apresiasi masyarakat Betawi dan tradisinya oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang tidak lagi mengesampingkan mereka karena mengurusi pemerintah pusat,” katanya.
Kompas/Priyombodo
Pekerja melintas di jalur pedestrian jalan protokol Jenderal Sudirman di kawasan Setia Budi, Jakarta Selatan, Senin (3/1/2022). Aktivitas perkantoran mulai kembali aktif setelah libur Tahun Baru 2022.
Pandangan lainnya adalah kerukunan sosial dan solidaritas masyarakat akan lebih baik, adanya perbaikan baku mutu lingkungan, khususnya air dan udara. Terakhir, membaiknya persaingan bisnis dan usaha.
Pandangan positif ini mengalahkan 25 persen responden yang menilai Jakarta tidak akan berubah ketika tidak lagi dikuasai pemerintah pusat.
Di sisi lain, 58,8 persen responden menolak pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Nusantara, Kalimantan Timur. Sementara itu, hanya 29 persen warga Jabodetabek yang setuju dan sisanya 11,8 persen tidak peduli dengan rencana pemindahan IKN.
Alasan tidak setuju antara lain karena Jakarta memiliki nilai historis sebagai IKN. Lalu, adanya kekhawatiran kerusakan lingkungan di Kalimantan sebagai paru-paru dunia, membebani APBN, keputusan politis yang gegabah, dan fokus penanganan Covid-19 akan terabaikan.
Kompas/Priyombodo
Kendaraan melintas di jalan protokol Jenderal Sudirman, Jakarta, Senin (3/1/2022). Aparatur sipil negara (ASN) dan pegawai kembali berkantor pasca-libur Tahun Baru 2022. Aktivitas warga kembali meningkat pada hari pertama kerja dan sekolah pasca-libur Tahun Baru 2021.
Sebagian responden survei juga tidak setuju pindah karena merasa bukan aparatur sipil negara (ASN) sehingga tidak memiliki keharusan untuk pindah. Lalu, ketiadaan modal untuk pindah, serta merasa sudah nyaman dan mapan di Jakarta.
”Esensi pemindahan IKN ini memang lebih banyak pull factor atau faktor penarik dari kebutuhan untuk memindahkan ibu kota,” ujar Rissalwan.
Seperti diketahui, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI secara kilat menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara (RUU IKN) menjadi Undang-undang (UU). UU IKN disahkan pada 18 Januari 2022. Pemerintah pusat menargetkan tahap pertama pembangunan IKN dikerjakan sampai 2024.
Kini, Kementerian Dalam Negeri memberi waktu kepada Jakarta untuk menentukan status barunya setelah resmi tidak menjadi ibu kota kembali. Beberapa pilihan status baru untuk Jakarta tersedia. Jakarta bisa memilih untuk menjadi kota pusat perekonomian, pusat perdagangan, atau kota jasa berskala global atau berskala internasional.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria, dalam pernyataan resminya di acara tersebut, memastikan Jakarta akan tetap menjalankan proyek pembangunan selayaknya IKN.
”Jakarta punya beban ekonomi yang besar dan selama ini berpengaruh bagi Indonesia. Jakarta ingin memastikan program pembangunan agar menjadi kota terkemuka di dunia. Jakarta bisa menjadi ibu kota terkemuka seperti New York di Amerika Serikat yang menjadi pusat bisnis dan ekonomi dunia,” ujarnya.
Senada, Ketua Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sylviana Murni, yang juga pernah lama menjabat di DKI Jakarta, optimistis Jakarta bisa menjadi kota yang berdaya saing global. Menurut dia, selama ini Jakarta telah mandiri secara keuangan.
Kota Jakarta melangkah ke depan menjadi kota pintar atau ’Smart City’. Jakarta juga akan menjadi ’Service City’ dengan pelayanan kepada masyarakat yang semakin cepat.
Jakarta juga memiliki segudang potensi dengan banyaknya jumlah penduduk yang multikultur. Jakarta, menurutnya, bisa menjadi kota pendidikan atau kota budaya dengan mengembangkan kearifan lokalnya sebagai tanah Betawi.
”Jakarta ini hampir mandiri dengan banyak inovasi di bidang pajak dan lain sebagainya. Jakarta juga punya segudang kreativitas. Jangan ragu, Jakarta akan menjadi kota global dengan segudang kreativitas,” ujarnya dalam acara sama.
Jakarta juga dipastikan akan melanjutkan peta jalan pembangunan jangka panjang yang berorientasi pada keandalan dan integritas. Hal ini sebagaimana terlihat dalam rencana dan hasil pembangunan infrastruktur selama ini.
Senator Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dari DKI Jakarta, Sylviana Murni
Jakarta terus menambah infrastruktur jalan untuk mengurangi kemacetan dan meningkatkan penggunaan energi ramah lingkungan untuk menekan anggaran dan perbaikan lingkungan.
”Kota Jakarta melangkah ke depan menjadi kota pintar atau ’Smart City’. Jakarta juga akan menjadi ’Service City’ dengan pelayanan kepada masyarakat yang semakin cepat,” kata Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta Hari Nugroho.
Namun, jika Jakarta tidak lagi menjadi IKN, Sylviana mengingatkan agar sejumlah permasalahan di Jakarta dibenahi. Jakarta juga harus menyelamatkan aset-aset yang dimiliki, termasuk proyek yang tengah dikerjakan.
”Aset pemerintah yang ditinggalkan jangan sampai pindah ke tangan perseorangan atau swasta. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan juga perlu lebih baik, apalagi Jakarta enggak sendiri karena ada daerah-daerah penyangga,” pesannya.