Kembalikan Segera BisKita di Kota Bogor
Aturan boleh saja berubah, tetapi pelayanan masyarakat, seperti transportasi publik, tidak boleh berhenti dan mengganggu kepentingan dasar warga.
Di halte-halte BisKita Trans Pakuan, Kota Bogor, Jawa Barat, kini tak lagi ramai oleh warga atau calon penumpang menunggu kedatangan bus. Dihentikannya layanan transportasi umum BisKita Trans Pakuan dengan sistem program buy the service atau BTS itu dirasa sangat merugikan warga.
Hampir 15 menit Nutira Raras (25) duduk di Halte Bappeda, Jalan Kapten Muslihat. Ia menanti kedatangan BisKita Trans Pakuan yang tidak kunjung datang. Salah satu petugas Dinas Perhubungan Kota Bogor yang saat itu mengatur lalu lintas menghampiri Nutira dan memberikan informasi jika BisKita tidak beroperasi untuk sementara waktu.
”Saya tanya kapan kembali beroperasi, tetapi petugasnya juga tidak tahu. Repot ini mah, terpaksa pulang ngangkot, ngetem-ngeteman, lama lagi sampai rumah. Ini kenapa berhenti sih. Kan, kita butuh. Masa baru beroperasi sudah enggak ada lagi,” ujar perempuan asal Bubulak, Bogor Barat, itu, Selasa (4/1/2022).
Kumaha ini enggak konsisten dari pemerintahnya. Jangan dihentikan dong BisKita ini.
Nutira sudah dari awal Desember lalu kerap menggunakan BisKita Trans Pakuan. Kehadiran layanan transportasi publik itu begitu membantu mobilitasnya. Oleh karena itu, ia kecewa jika BisKita berhenti beroperasi. Ia pun harus kembali menggunakan angkot yang terbiasa ngetem. Belum lagi ia harus dua atau tiga kali naik turun angkot untuk bermobilitas.
”Ya harus keluar uang lebih lagi. Kalau naik BisKita memang gratis. Tapi kalau di hitung jika pun nanti berbayar, tetap sepertinya bakal keluar ongkos lebih besar menggunakan angkot karena harus nyambung-nyambung naik turun angkot. Tolonglah jangan berhenti BisKita-nya,” kata Nutira.
Nutira tak sendiri. Di Halte RS Salak, Esti (43) juga menunggu kedatangan BisKita. Ibu dua anak itu pun tak tahu jika armada yang sering ia gunakan dan andalkan hampir sebulan untuk bermobilitas itu tidak beroperasi.
Tak hanya kecewa, Esti juga kaget jika layanan BisKita berhenti selama satu bulan. Ia merasa itu adalah waktu yang terlalu lama. Kebiasaan bertransportasi publik yang digaungkan pemerintah seperti bertepuk sebelah tangan dan tidak konsisten.
”Jadi maunya bagaimana? Sudah bagus hadir busnya dan warga sudah banyak naik bus ini. Tapi kenapa dihentikan. Maunya pemerintah kita naik kendaraan umum biar kurangin macet, polusi, bangun budaya bertansportasi publik. Kumaha ini enggak konsisten dari pemerintahnya. Jangan dihentikan dong BisKita ini,” ujar Esti yang tinggal di Tanah Sareal itu.
Baca juga: Biskita Transpakuan di Kota Bogor Dihentikan Sementara
Warga lainnya, Haris (36) dan Devina (28), kecewa serta merasa dirugikan karena berhentinya layanan BisKita. Mereka menilai pemerintah tidak siap bahkan tak serius menghadirkan transportasi publik yang baik dan nyaman untuk warga.
”Program ini sudah baik, jadi kita tunggu konsistennya pemerintah. Jangan gencar di awal lalu bermasalah ke depannya. Jangan merugikan warga yang sudah lama menanti transportasi publik yang layak dan baik. Sudah hadir dan kami sambut, kami naik dan merasa nyaman. Namun, sekarang tidak beroperasi,” ujar Haris.
Harapan warga Kota Bogor untuk melihat kotanya perlahan tidak padat oleh kendaraan, tertibnya lalu lintas, aman, dan nyaman seperti terjawab dengan kehadiran BisKita Trans Pakuan.
Warga antusias dengan program pemerintah yang menghadirkan BisKita. Itu seperti penantian panjang atas kekesalan dan letih dari permasalahan kepadatan lalu lintas, terutama keberadaan angkot yang dinilai membuat macet.
”Capek dan kesel enggak sih kejebak macet karena banyaknya angkot. Kita naik kendaraan pribadi karena selama ini belum ada transportasi yang layak dan nyaman. Lalu hadir BisKita, senang banget karena tidak ngetem dan bersih. Saya yakin ini bisa mengurangi kemacetan jika semakin banyak warga beralih ke BisKita. Jadi tolong segera kembalikan BisKita dan perbanyak, bukan dihentikan seperti ini,” kata Devina.
BisKita Trans Pakuan bagian dari program layanan angkutan publik dengan sistem buy the service (BTS). Dengan program dari Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan ini, pemerintah mengalokasikan subsidi pengadaan bus dan biaya operasional.
Pihak swasta digandeng dengan sistem lelang sebagai operator. Pemerintah akan membayarkan sejumlah dana yang disepakati untuk jasa operasional. Pengenaan tiket kepada masyarakat juga bisa dilakukan tetap dengan subsidi dari pusat dan daerah.
Dengan demikian, secara bertahap akan tercipta angkutan umum aman, nyaman, efektif yang dapat mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, menekan polusi dan kemacetan, serta mewujudkan kota yang efektif dan lebih ramah lingkungan.
Sejumlah kendala
Alasan penghentian sementara pengoperasian BisKita Trans Pakuan adalah adanya penyesuaian mekanisme pengadaan barang atau jasa dari pelelangan umum menjadi pengadaan melalui e-katalog.
Selain itu, BPTJ mengaku sedang mengusulkan kontrak tahun jamak atau kontrak yang pelaksanaan pekerjaannya melalui dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kepada Kementerian Keuangan. Hal itu untuk memberikan iklim investasi yang lebih menarik bagi operator sekaligus memberikan jaminan layanan jangka panjang.
Poin lainnya, pada operasional layanan dengan skema BTS tahun 2021, tidak dimungkiri memunculkan friksi di lapangan terhadap operator eksisting yang menginginkan perlakuan sama agar layanan ini menerapkan tarif (tidak gratis), sehingga perlu dikoordinasikan lebih lanjut dengan Kemenkeu, supaya pada saat awal operasi layanan BTS tahun 2022 sudah disertakan regulasi yang mengatur tarif BTS dengan tetap mempertimbangkan kemampuan dan kemauan daya beli masyarakat di setiap wilayah kota penyelenggara BTS.
Ini terkait koordinasi antardua lembaga. Yang seharusnya jika mereka melihat ada kepentingan besar, yaitu warga, seharusnya ini tidak berhenti, tetap dilanjutkan, harus tetap jalan BisKita. Ini kerugian besar untuk warga.
Terkait poin-poin tersebut, pengamat transportasi dari Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang, Djoko Setijowarno, mengatakan, pemerintah perlu memperhatikan dan memahami bahwa transportasi publik yang sudah maju di kota-kota dunia harus disubsidi oleh pemerintah.
Layanan transportasi darat seharusnya tidak jauh berbeda dengan skema subsidi di KRL di Jabodetabek yang sudah berjalan. Namun, diakuinya, pada awalnya tidak mudah menyubsidi layanan transportasi KRL.
”Pada awalnya untuk memberikan subsidi sekitar Rp 60 miliar itu susah dikeluarkan Kementerian Keuangan. Padahal, jika berkaca pada transportasi luar negeri, subsidi itu sudah hal biasa karena bersinggungan langsung dengan kebutuhan warga. Untuk kereta api sudah berhasil sekarang tinggal darat yang belum. Jangan sampai ini berlarut lama, pelayanan publik harus tetap jalan,” ujarnya.
Menurut Djoko, penghentian BisKita di Kota Bogor ini menjadi catatan penting untuk Kemenhub dan Kemenkeu karena merugikan warga atau calon penumpang, pemerintah daerah, dan pihak penyelenggara transportasi di Kota Bogor. Aturan boleh saja berubah, tetapi pelayanan masyarakat tidak boleh berhenti dan mengganggu kepentingan dasar warga.
”Ini terkait koordinasi antardua lembaga. Yang seharusnya jika mereka melihat ada kepentingan besar, yaitu warga, seharusnya ini tidak berhenti, tetap dilanjutkan, harus tetap jalan BisKita. Ini kerugian besar untuk warga,” ujarnya.
Djoko menjelaskan, pemahaman transportasi publik atas nama pelayanan dan kebutuhan warga ini harus sama antardua atau lebih lembaga. Hal ini yang belum sepenuhnya terlihat dan tidak bisa hanya menjadi fokus satu lembaga seperti Kemenhub.
”Push and pull harus berjalan bersama. Push dari pusat dan pull dari pemerintah daerah harus jalan bersama. Apalagi animo warga tinggi artinya ini sangat dibutuhkan oleh warga,” kata Djoko.
Sejak diluncurkan awal November 2021, layanan BisKita Trans Pakuan memiliki load factor atau tingkat keterisian penumpang 11.600 orang.
Berdasarkan data, di Koridor 1 Terminal Bubulak-Cidangiang per 15 Desember-31 Desember 2021, total ada 33.433 penumpang, load factor 65 persen, dan rata-rata per hari 1.967 penumpang. Di Koridor 2 Terminal Bubulak-Ciawi, total ada 55.799 penumpang, load factor 120 persen, dan rata-rata per hari 3.282 orang.
Adapun di Koridor 5 Ciparigi-Stasiun Bogor per 2 November-31 Desember 2021, total ada 165.594 penumpang, load factor 70 persen, dan rata-rata per hari 2.727 penumpang. Di Koridor 6 Parung Banteng-Air Mancur per 28 November-31 Desember 2021, total ada 81.978 penumpang, load factor 52 persen, dan rata-rata per hari 2.411 penumpang.
Urban transportasi yang menjadi program Presiden Joko Widodo, kata Djoko, harus serius dijalankan. Pada periode awal urban transportasi memang banyak kendala. Namun, perlahan Kemenhub terus berprogres menghadirkan layanan transportasi publik.
Baca juga: Semangat Baru dari BISKITA Trans Pakuan Kota Bogor
Saat ini, terutama untuk transportasi darat, progres itu perlu semakin diperkuat oleh Kemenhub dan dukungan dari kementerian, lembaga, dan BUMN lainnya.
”Apalagi kita masuk dalam keanggotaan G-30 yang fokus pada perubahan iklim. Tidak hanya permasalahan mikro tetapi juga makro, yaitu transportasi. Pembangunan transportasi publik di kota-kota Indonesia jangan gagal,” ujarnya.