”Delik Viral” dan Terima Kasih Keluarga Korban Pelecehan Seksual pada Media
Penyelesaian kasus kekerasan seksual sering kali baru direspons serius polisi setelah ramai diperbincangkan publik. Kasus di Bekasi menjadi contoh terbaru.
”Kami sekeluarga mengucapkan terima kasih kepada awak media, terutama
Kompas, dalam ikut membantu menangani kasus ini.” Ucapan itu dikirimkan AY, warga Kota Bekasi, melalui pesan singkat, Jumat (24/12/2021) dini hari.
AY adalah kepala keluarga yang istrinya, SA (40), serta dua anak perempuannya, BA (17) dan KM (10), menjadi korban pelecehan seksual oleh mantan ketua RT yang juga tetangga mereka di Jatimelati, Pondok Melati, Kota Bekasi. Dua anak AY dilecehkan pelaku, S (47), pada Juni 2021, sedangkan SA dilecehkan orang yang sama pada September 2021.
Keluarga melaporkan kasus itu ke Polres Metro Bekasi Kota pada 19 Oktober 2021. Polisi lalu memproses kasus tersebut dan menetapkan S sebagai tersangka. Namun, penanganan kasus itu dinilai tidak memuaskan keluarga korban lantaran pelaku tak kunjung ditangkap dan ditahan polisi.
AY bersama istri, anak, dan warga di lingkungannya sebenarnya sangat berharap pelaku ditahan. Sebab, perbuatan pelaku sudah berulang, berlangsung beberapa tahun terakhir, dan kian meresahkan warga setempat. ”Saya selalu berdoa agar pelaku segera ditangkap. Kasihan istri dan anak-anak saya yang sudah dilecehkan, tetapi setiap hari masih melihat pelaku. Rumah kami sangat dekat dengan pelaku,” kata AY, 21 Desember lalu.
Baca juga: Penjahat Seksual di Bekasi Ditangkap, Jumlah Korban Diduga 9 Orang
Harapan itu tak kunjung terkabul. AY akhirnya pada 20 Desember 2021, bersama kuasa hukumnya, mendatangi Polres Metro Bekasi Kota. Kedatangan mereka saat itu untuk bertanya kepada penyidik alasan pelaku tak kunjung ditahan.
Kehadiran keluarga korban beserta kuasa hukumnya itu turut diberitakan
Kompas melalui artikel ”Ibu dan Dua Anak Korban Pelecehan Seksual di Bekasi Tagih Proses Hukum”. Satu hari kemudian atau pada 21 Desember 2021, Kompas kembali menulis berjudul ”Proses Hukum Pelaku Kekerasan Seksual di Bekasi Dinilai Janggal”.
Pemberitaan media massa rupanya berdampak. Kuasa hukum keluarga AY, pada 23 Desember pukul 16.30 menyampaikan informasi bahwa S sudah ditangkap dan ditahan polisi. Polres Metro Bekasi Kota pada hari itu juga merilis kasus tersebut.
Kepala Kepolisian Resor Metro Bekasi Kota Komisaris Besar Aloysius Suprijadi, saat itu, mengatakan, polisi tidak langsung menahan pelaku karena membutuhkan barang bukti dan penyelidikan lebih dalam. ”Begitu ada informasi pelaku melakukan lagi, langsung kami amankan dan lakukan penahanan,” ucap Aloysius.
Peran media massa
AY, pada 23 Desember 2021 malam, melalui panggilan telepon, mengucapkan terima kasih. Media massa ia rasakan berperan penting mengawal kasus itu hingga pelaku akhirnya ditahan. ”Saya sangat berterima kasih kepada rekan-rekan media. Kompas berani menyebut penanganan kasus ini janggal,” ucap AY.
Kompas, seperti halnya media-media arus utama, didirikan sebagai bagian dari upaya membangun bangsa dan masyarakat yang lebih baik. Dari sekian banyak kepedulian kepada manusia dan kemanusiaan, isu perempuan dan anak, termasuk kasus kejahatan seksual, menjadi fenomena yang menjadi bobot perhatian Kompas. Di balik peran media massa, ada persoalan dalam penyelesaian kasus kekerasan seksual di Indonesia, termasuk di Kota Bekasi.
Baca juga: Perjuangkan Keadilan, Keluarga Korban Tangkap dan Serahkan Penjahat Seksual ke Polisi
Sebagian kasus kekerasan seksual biasanya baru mendapat perhatian serius saat sudah jadi perbincangan publik di dunia maya. Warganet menyindirnya dengan sebutan ”delik viral”.
Kasus tangkap sendiri
Salah satu contoh terbaru yang juga terjadi di Kota Bekasi, pada 21 Desember 2021, ketika seorang ibu berinisial D (34) bersama suami dan keluarga terpaksa menangkap sendiri pelaku kekerasan seksual berinisial A (35). Pelaku tersebut sudah berulang kali menjadikan anak perempuan D, berinisial S (11), sasaran kebejatannya.
Saat kasus itu dilaporkan ke polisi, petugas meminta keluarga korban menangkap sendiri pelaku. Padahal, saat itu pelaku sudah berusaha kabur dan telah berada di kawasan stasiun kereta api di Kota Bekasi.
Polda Metro Jaya saat ini sedang menyelidiki kasus itu. Keluarga korban juga telah didatangi polisi. Hasilnya, korban kejahatan seksual dari orang yang sama juga menimpa anak kedua D, berinisial N (9).
Bagi D, polisi baru memiliki keseriusan dalam memproses kasus yang dialami anaknya setelah pernyataannya viral. ”Sudah diviralkan, saya baru disambut dengan baik. Dan polisi juga minta maaf atas kesalahan bawahannya,” kata D, Senin (27/12/2021) malam.
Baca juga: Polda Metro Selidiki Polisi yang Meminta Keluarga Korban di Bekasi Tangkap Sendiri Pelaku
Menurut Ketua Komisi Perlindungan Anak Daerah Kota Bekasi Aris Setiawan, penanganan hukum kasus kekerasan seksual disebut sedikit lambat. Sering kali harus didahului desakan publik terlebih dahulu sebelum suatu kasus kekerasan seksual ditangani serius. ”Proses yang kita sebut agak lambat sehingga (harus muncul) desakan dari beberapa pihak, salah satunya dengan no viral no justice,” ucap Aris.
Kasus kekerasan seksual, terutama pada anak, bersifat khusus lantaran ada etika yang harus dijaga semua pihak. Jika suatu kasus harus ramai jadi konsumsi publik terlebih dahulu, kerahasiaan identitas korban berpotensi tersebar luas. Situasi ini dikhawatirkan kian menambah beban sosial dan psikologis korban.
Sistem penegakan hukum dengan model seperti itu dinilai sebagai kekeliruan. Peneliti bidang keamanan nasional Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Sarah Nuraini Siregar, mengatakan, saat ini media sosial merupakan alternatif bagi publik untuk menyuarakan aspirasi, termasuk kekecewaan atas penanganan kasus di kepolisian. Wajar jika upaya warga ini direspons oleh kepolisian. ”Namun, menjadi keliru jika baru ada respons ketika sebuah kasus viral,” ujarnya (Kompas, 16/12/2021).
Polri semestinya menyadari adanya masalah dalam penugasan anggota di lapangan yang kerap tidak sesuai harapan. Terdapat pula masalah pembinaan yang menyebabkan sebagian personel belum memahami prinsip, fungsi, dan tanggung jawabnya secara utuh, yaitu sebagai pelindung, pelayan, dan pengayom masyarakat.
Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional Benny Mamoto, dalam diskusi daring bertemakan ”Kejahatan Kekerasan Seksual terhadap Anak Indonesia”, yang digelar Forum Warga Kota-Indonesia pada 22 Desember 2021, mengatakan, petugas yang menangani kasus kekerasan seksual di tingkat kepolisian resor dan kepolisian daerah masih memiliki banyak kelemahan dan kekurangan. Dari sisi jumlah, petugas yang menangani kasus kekerasan seksual masih terbatas dan minim kompetensi.
Terlepas dari kekurangan sumber daya manusia yang dimiliki aparatur penegak hukum, negara sejatinya memiliki kewajiban menyelesaikan kasus-kasus kejahatan serius. Adanya kesan pembiaran merupakan kejahatan.
Apa yang dialami keluarga korban pelecehan atau kekerasan seksual di Bekasi adalah contoh betapa beratnya yang ditanggung keluarga para korban. Tidak semua kasus berakhir sebagaimana dirasakan keluarga AY. Jangan sampai ”delik viral” menjadi prosedur sebuah kasus diselesaikan polisi. Masih ada waktu, tidak ada kata terlambat untuk perubahan yang lebih baik: melindungi, melayani, mengayomi.
Baca juga: Mendamba Keberpihakan pada Anak Korban Kejahatan Seksual