Harga Bahan Pokok Jelang Akhir Tahun Naik di Atas 10 Persen
Harga cabai rawit merah, telur, dan minyak goreng naik pada masa liburan Natal dan Tahun Baru. Kenaikan harga lebih dari 10 persen dinilai tidak wajar dan diduga ada permainan harga.
Oleh
Erika Kurnia
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Harga beberapa bahan makanan naik lebih dari 10 persen menjelang akhir tahun ini. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia menilai kenaikan harga itu tidak wajar. Pemangku kepentingan diminta melakukan operasi pasar dan penyelidikan terkait dugaan permainan kartel.
Sehari setelah Natal, Minggu (26/12/2021), harga beberapa bahan makanan pokok masih tinggi di beberapa pasar, seperti cabai rawit merah, telur ayam, dan minyak goreng. Laman Informasi Pangan Jakarta mencatat, harga rata-rata cabai rawit merah Rp 103.171 per kilogram dan telur ayam ras Rp 30.171 per kilogram.
Harga minyak goreng curah rata-rata Rp 19.645 per liter. Harga ini lebih tinggi daripada harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah, Rp 11.000 per liter.
Sodiqun, salah satu penjual cabai rawit merah di Pasar Induk Kramatjati, mengatakan, harga cabai hari ini sudah turun menjadi Rp 80.000 per kilogram dari dua hari sebelum Natal yang mencapai Rp 110.000 per kilogram. Harga itu, menurut dia, naik karena stok menipis.
”Ini lagi sedikit (stoknya). Kalau barang sedikit jadi mahal. Bulan ini harganya pernah Rp 50.000 sekilo. Kalau lagi banyak, kayak panen raya, bisa lebih murah. Ketika ada stok baru masuk juga bisa turun lagi kalau di sini,” tuturnya.
Kenaikan harga tersebut pun berdampak pada penjualan. Ia mengaku banyak pembeli yang komplain dan mengurangi pembelian cabai yang berasal dari Kabupaten Banyuwangi, Magelang, dan sebagainya. ”Misalnya, ada yang biasa beli 10 kilogram. Sekarang cuma beli 3 kilogram,” katanya.
Harga telur ayam yang masih tinggi juga dikeluhkan pelanggan Blek, pedagang telur di Pasar Kramatjati, Jakarta Timur. Harga telur yang mencapai Rp 32.000 per kilogram menjadi harga tertinggi telur yang biasanya selalu di bawah Rp 25.000.
”Setiap masa hari raya, Lebaran atau Natal dan akhir tahun memang pasti naik, tapi kenaikannya enggak sampai Rp 5.000. Baru kali ini harga telur di atas Rp 30.000 per kilogram,” ujarnya.
Saya beserta jajaran menemukan beberapa harga pangan naik, yang signifikan adalah cabai mercon (cabai rawit domba).
Kondisi ini, menurut dia, tidak dipicu kelangkaan stok telur, tetapi modal peternak. Ia pun tidak mengurangi stok barang dagangan, tetapi telur jadi tidak cepat habis karena banyak pelanggannya mengurangi atau menunda pembelian.
Kenaikan harga cabai rawit menjadi perhatian Wakil Wali Kota Tangerang Selatan Pilar Saga Ichsan. Kamis (23/12/2021), ia melakukan operasi pasar di dua lokasi, yakni Pasar Serpong dan Pasar Modern BSD, Serpong. Kegiatan dilakukan untuk mengecek harga pangan yang diadukan masyarakat.
”Saya beserta jajaran menemukan beberapa harga pangan naik, yang signifikan adalah cabai mercon (cabai rawit domba),” kata Pilar, dikutip dari keterangan tertulis Humas Pemerintah Kota Tangerang Selatan yang diterima hari ini.
Harga cabai rawit mercon yang dimaksud mencapai Rp 120.000 per kilogram. Harga itu mengalami kenaikan Rp 10.000 per hari. Cabai rawit biasa naik sampai Rp 90.000 dari normalnya Rp 30.000.
Selain cabai rawit mercon, kenaikan harga juga ditemui pada cabai keriting, minyak sayur, daging ayam, beras curah, dan telur. Sementara beberapa bahan pokok lainnya juga mengalami kenaikan, tetapi masih terjangkau.
Pilar mengakui hal ini memang sering terjadi akibat curah hujan yang meningkat di akhir tahun. Namun, kenaikan harga juga diakibatkan adanya kenaikan yang dipatok oleh penyuplai. Ini menyebabkan pedagang harus menaikkan harga bahan makanan tersebut.
”Dengan fakta ini, pemerintah akan berusaha membuat kebijakan, menyiapkan stok bahan tersebut agar nantinya harga tetap bisa stabil,” katanya.
Dalam menanggapi lonjakan harga beberapa bahan makanan, Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai, operasi pasar oleh pemerintah daerah atau Kementerian Perdagangan saja tidak cukup.
Pandemi lagi menurun, tentu harapan kita enggak ada kenaikan kasus lagi, jadi logikanya distribusi lancar, sektor riil produktif, dan harga kebutuhan barang pokok makin terjangkau oleh konsumen.
Pemangku kebijakan lainnya, seperti kepolisian hingga Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), juga perlu terlibat mengawasi hingga menelusuri dugaan penimbunan dan kartelisasi bahan pangan. Hal ini diperkirakan dari kenaikan harga tidak wajar, khususnya di wilayah Pulau Jawa.
”Saya kira kenaikan beberapa bahan pokok di masa Natal dan Tahun Baru kali ini bukan karena momen ini sendiri. Kenaikan harga biasanya di bawah 10 persen, tapi sekarang tinggi sekali. Saya kira, momen akhir tahun kali ini hanya dijadikan kedok saja untuk menaikkan harga secara ugal-ugalan dan mendistorsi pasar dan supply chain bahan pangan,” ujarnya.
Kecurigaan adanya permainan harga di pasar menguat karena situasi pandemi yang melonggar tidak seharusnya mengganggu rantai distribusi dan permintaan barang yang bisa memengaruhi harga.
”Pandemi lagi menurun, tentu harapan kita enggak ada kenaikan kasus lagi, jadi logikanya distribusi lancar, sektor riil produktif, dan harga kebutuhan barang pokok makin terjangkau oleh konsumen,” pungkas Tulus.