Gerakan Pasar Tradisional di Kota Bogor Bebas dari Kantong Plastik
Data Dinas Lingkungan Hidup Kota Bogor, sekitar 65 persen sampah harian Kota Bogor merupakan sampah organik.
Oleh
AGUIDO ADRI
·4 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Setelah menerapkan kebijakan larangan penggunaan kantong plastik di toko ritel modern dan pusat perbelanjaan, Pemerintah Kota Bogor, Jawa Barat, memperluas kebijakan tersebut dengan meluncurkan program pasar bebas plastik di pasar tradisional.
Wali Kota Bogor Bima Arya mengatakan, penerapan kebijakan larangan penggunaan kantong plastik di pasar tradisional merupakan perluasan dari aturan Perwali Nomor 61 Tahun 2018 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik.
”Hari ini kebijakan Kota Bogor Tanpa Kantong Plastik (Botak) resmi diperluas di pasar-pasar tradisional atau pasar rakyat, tidak hanya di toko modern atau ritel. Tahap awal, kami pilih di Pasar Kebon Kembang, utamanya pasar kering diprioritaskan, lalu bertahap di pasar basah,” kata Bima, Senin (13/12/2021).
Penerapan kebijakan serupa di pasar basah, lanjutnya, masih memerlukan proses sosialisasi dan persiapan. Khusus Perwali Nomor 61 Tahun 2018 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik akan direvisi sehubungan perluasan penerapan kebijakan.
”Selain dipersiapkan, untuk pasar basah masih harus dipikirkan substitusinya apa, kalau tidak plastik seperti apa masih dipikirkan. Perluasan penerapan ini, dari pasar modern ke pasar tradisional, memerlukan waktu dua tahun. Jadi, untuk masuk ke pasar basah juga memerlukan waktu, tapi saya yakin sebelum 2024 akan diterapkan juga,” tutur Bima.
Sejak diterapkan kebijakan larangan kantong plastik di Kota Bogor, jumlah sampah plastik yang mampu direduksi cukup signifikan, sebesar 10 persen dari total 2,5 ton sampah per hari. Data Dinas Lingkungan Hidup Kota Bogor, setiap hari sampah di Kota Bogor terdiri atas 65 persen sampah organik dengan 13 persen adalah sampah plastik
”Mayoritas sampah plastik Kota Bogor berasal dari pasar,” lanjutnya.
Menurut Bima, masih tingginya penggunaan plastik sebagai pembungkus produk perlu juga ditekan dari produsennya. Hal ini perlu koordinasi dan sinergi dari pemerintah pusat hingga pelaku usaha agar mendukung kebijakan bebas plastik.
”Jadi, bukan dari pedagangnya, tapi dari supplier-nya di luar kota. Saya ingatkan kalau sampai Kota Bogor, itu disingkirkan atau kalau bisa dikomunikasikan atau diingatkan agar kalau mengirim ke Kota Bogor tidak usah pakai bungkus plastik,” ucapnya. Bima juga mengimbau warga membawa tas belanja sendiri demi mendukung lingkungan hijau dan bebas dari sampah plastik.
Ia melanjutkan, program ini satu langkah kecil dan nyata untuk menjadikan Kota Bogor sebagai kota hijau dan kota percontohan plastic smart cities.
Direktur Eksekutif Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP) Tiza Mafira mengapresiasi program pasar bebas plastik di Kota Bogor meski baru berlaku di pasar kering.
Menurut Tiza, membatasi sampah plastik sekali pakai tidak hanya diterapkan di toko ritel atau toko modern saja, tetapi harus ada langkah konkret untuk menerapkannya di pasar tradisional. Itu tak lepas dari data, tercatat sekitar 70 persen masyarakat Indonesia masih berbelanja di pasar tradisional dan kemasan atau bungkusan produk yang dijual masih banyak menggunakan plastik.
Berdasarkan hasil penerapan bebas kantong plastik pertama di salah satu pasar di Jakarta dalam kurun waktu enam bulan, lanjutnya, jumlah kios yang menggunakan plastik berkurang 57 persen. Sementara jumlah konsumen yang membawa kantong belanja sendiri naik sebesar 150 persen.
Hasil riset lain di Kota Bogor, setiap bulan Pasar Kebon Kembang menggunakan kantong keresek sebanyak 80.000 lembar dan Pasar Baru Bogor sebanyak 600.000 lembar. Dua pasar ini kini masuk dalam program diet kantong plastik Pemkot Bogor agar penggunaan plastik semakin berkurang.
”Di Jakarta ada pedagang, jika biasanya dia mengeluarkan uang sebesar sekitar Rp 500.000 per bulan untuk memberikan kantong keresek bagi para konsumennya, sekarang dengan mulai banyak konsumen membawa tas belanja sendiri, pedagang itu bisa menekan jauh angka pengeluaran plastik. Semangat ini yang juga bisa dilakukan di Kota Bogor,” katanya.
Tiza menegaskan, pengurangan plastik sekali pakai bukan program jangka pendek, melainkan memerlukan waktu yang lama dan kolaborasi banyak pihak dengan tujuan memiliki hasil, berdampak, dan bisa dirasakan hingga bertahun-tahun ke depan.
Dengan kebijakan tersebut, pasar tradisional di Kota Bogor menjadi lebih berdaya, lebih berkarakter, dan bebas dari plastik sekali pakai.