Reuni Bersemi di Sela Pandemi
Di acara reuni, orang-orang sejenak melupakan pagebluk dan tekanan yang ditimbulkannya. Lalu, bersyukur karena masih punya kesempatan bertemu.
Pandemi melandai, musim reuni dimulai. Kerinduan untuk bertemu sahabat dan godaan bernostalgia mengalahkan kecemasan pada virus korona. Fenomena ini menegaskan bagaimanapun manusia adalah makhluk sosial yang perlu berinteraksi, bertatap muka, dan berbagi cerita.
Sejak pandemi Covid-19 melandai dua bulan terakhir ini, Eni Saeni (50) telah mendapat lima undangan reuni, mulai dari reuni SD, SMP, SMA, kampus, hingga reuni dengan teman-teman sesama mantan karyawan di sebuah perusahaan. Sebagai penyintas Covid-19 yang merasakan situasi hidup-mati di ICU Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet Jakarta, Eni mengaku bimbang untuk memenuhi undangan tersebut.
”Saya sempat isolasi sebulan selama masa pemulihan sejak Mei. Setelah itu, hampir dua bulan hanya keluar rumah untuk urusan yang benar-benar penting. Saat itu saya benar-benar kesepian, rindu sama saudara dan teman-teman. Tiba-tiba, saya dapat undangan reuni. Wah, ini menggoda sekali,” ujar Eni, PR dan konsultan komunikasi independen, Kamis (9/12/2021), di Pamulang, Tangerang Selatan.
Ia pun mulai menimbang-nimbang untuk datang atau tidak. Setiap hari, ia pantau pergerakan situasi pandemi dan bertanya kepada panitia reuni soal penerapan protokol kesehatan. Akhirnya, ia memilih hanya menghadiri reuni mantan karyawan Editor-Tiras-Tajuk, majalah berita berbasis di Jakarta yang sekarang sudah tidak terbit lagi.
Pada akhirnya rasa takut (pada Covid-19) terkalahkan oleh rasa kangen sama teman-teman lama. Saya mendambakan bertemu teman-teman
”Pada akhirnya rasa takut (pada Covid-19) terkalahkan oleh rasa kangen sama teman-teman lama. Saya mendambakan bertemu teman-teman,” ujar Eni yang bekerja di majalah Tajuk pada akhir tahun 1990-an hingga awal tahun 2000-an.
Reuni digelar di Prasada Suprobo, Pamulang nan asri, Sabtu (20/11/2021). Selama reuni, ia berusaha keras untuk terus bermasker dan menjaga jarak dengan rekan-rekannya. Hanya saat makan-minum dan foto bersama ia melepas masker sejenak. ”Waktu foto bersama, saya tahan napas, takut ada virus masuk ha-ha-ha. Rasanya aneh reuni saat pandemi,” ujarnya.
Pada acara itu, ia melepas kangen. Menarik ingatannya beberapa puluh tahun ke belakang untuk mengingat peristiwa dan kekonyolan bersama saat bekerja di majalah Tajuk. ”Ini reuni yang sangat berkesan dan dalam, beda dengan reuni-reuni sebelumnya. Kita tidak tahu apakah akan bertemu teman-teman lagi setelah ini,” ujarnya.
Reuni itu sekaligus jadi pertemuan terakhirnya dengan Osman Sosiawan, sahabat sekaligus rekan kerja di Tajuk. Sekitar 10 hari setelah reuni digelar, Osman berpulang mendadak karena sakit. ”Padahal, rasanya baru kemarin bertemu dan berbagi nostalgia,” ujar Eni dengan nada bergetar.
Kisah lama
Kerinduan kepada teman-teman lama juga membuat Item ”nekat” menghadiri acara reuni bertajuk ”Sepenggal Kisah Lama-Jurnalistik Unpad” pada Sabtu (4/12/2021) siang hingga tengah malam di Lembang, Bandung. Padahal, alumnus Jurnalistik angkatan 1990 itu sempat menjalani perawatan serius di rumah sakit lantaran kadar asam lambungnya melonjak tinggi.
Sama bini, gue memang malah disuruh ikut kumpul ke sini. Biar ketemu teman-teman, bercanda, cela-celaan, dan ketawa-ketawa sampe puas.
”Sama bini, gue memang malah disuruh ikut kumpul ke sini. Biar ketemu teman-teman, bercanda, cela-celaan, dan ketawa-ketawa sampe puas. Kalau gue happy, harapannya imunitas gue bisa naik dan kecemasan berkurang. Yang kayak begitu bagus buat sakit gerd gue,” ujar Item ringan sambil menyuap daging kambing guling.
Andry Hariana, rekan seangkatan Item di Jurusan Jurnalistik Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran, juga hadir pada acara reuni tersebut. Laki-laki yang akrab disapa Penyu yang pernah terkena Covid-19 mengatakan, dengan bertemu teman-teman sesama alumnus dari berbagai angkatan, dia merasa tidak sendirian. Ternyata, di antara yang hadir juga ada yang pernah terkena Covid-19 dan punya persoalan hidup serupa. Jadi, mereka bisa berbagi kecemasan, ketakutan, sekaligus saling menguatkan.
Begitu pentingnya makna reuni di sela pandemi, Hawe Setiawan, budayawan Sunda, datang ke acara itu diantar istrinya, Teti Nurheliyati. Teti mengaku memang menyuruh suaminya untuk menghadiri acara ini. Dia senang melihat sang suami gembira berada di antara para yuniornya di kampus dulu.
”Seru, ya, melihat mereka ngobrol-ngobrol dan saling bercanda. Senang juga bisa ikut kumpul-kumpul lagi setelah lama selalu di dalam rumah terus sepanjang masa pandemi,” ujar Teti.
Hal yang sama dirasakan Ari Marifat (angkatan 90) dan Tiwi Widanarko (angkatan 95). Mereka tak mengeluh harus menembus kemacetan menuju Lembang demi bernostalgia dengan teman-teman. Buat mereka, reuni memberi mereka energi baru setelah sekian lama terjebak rutinitas serba daring.
”Motivasi gue mau ikut ketemuan macam begini untuk menjaga kewarasan. Soalnya kalau lama enggak ketemu orang dan berinteraksi, bisa stres. Kalau stresnya enggak ketahuan, kan, malah lebih bahaya bukan?” ujarnya.
Seperti acara reuni pada umumnya, reuni alumni Jurnalistik, Fikom Unpad, ini diisi acara ngobrol, bercanda, menikmati musik era mereka, mengenang kekonyolan saat di kampus, dan foto bersama. Sebagian yang mulai berumur saling memamerkan obat penurun kolesterol dan tekanan darah andalan dari dokter masing-masing serta melontarkan joke khas om-om.
Kenikmatan reuni juga dirasakan sekitar 200 alumnus SMA Negeri 70 Jakarta. Reuni digelar untuk merayakan empat dekade SMA Negeri 70 Jakarta. Pada 5 Oktober 1981, sekolah itu berdiri dengan menggabungkan SMA 9 dan 11 Negeri Jakarta.
”Makanya, peserta reuni terdiri dari alumni dari tiga sekolah sekaligus,” ujar Adi Lazuardi (54), Ketua Panitia Reuni Agung Bulungan Melali 2021. Seperti tema reuni ”melali” yang berarti jalan-jalan, mereka menggelar reuni dengan jalan-jalan bareng ke Bali. Mereka mengunjungi pantai, restoran, taman, dan air terjun pada 1-3 Desember 2021.
Acara reuni ini memang dibalut dengan misi lain, yakni berbagi. Alumni yang lebih mampu menanggung biaya perjalanan beberapa rekan-rekan dan guru. ”Ada angkatan yang bayarin tiga orang. Angkatan lain mengongkosi perjalanan tiga gurunya. Malah, tiket busnya diganti jadi pesawat,” ucapnya.
Reuni ini juga dirancang sedapat mungkin berkontribusi pada pemulihan perekonomian Bali yang bergantung pada pariwisata. Mereka datang ke desa-desa wisata dan berbelanja. Satu orang bisa berbelanja Rp 3 juta.
”Pandemi menghantam ekonomi. Kata (Presiden) Jokowi, harus pintar injak rem dan gas untuk pulihkan perekonomian. Sekarang waktunya injak gas,” kata Adi. Ia berharap reuni bisa ini menyehatkan fisik dan mental peserta hingga perekonomian Bali.
Bagaimana fenomena reuni yang bersemi di sela pandemi ini kita baca? Sosiolog Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Dzuriyatun Toyibah, menjelaskan, habitus manusia sebagai makhluk sosial masih membutuhkan ada pertemuan, tatap muka, berkumpul, dan bersosialisasi. Kebutuhan tersebut belum bisa digantikan dengan pertemuan secara virtual.
Oleh karena itu, begitu masyarakat melihat angka resmi pemerintah tentang jumlah peserta vaksin terus bertambah, sementara angka kasus penularan dan kematian melandai, mereka yang sudah berada di titik jenuh memutuskan untuk keluar rumah, berinteraksi, serta bersosialisasi. Itu dilakukan secara relatif terukur berdasarkan penilaian risiko.
”Sekarang ini, kan, masyarakat hidup dalam kondisi yang serba penuh risiko. Apa pun pilihannya. Mau tetap tinggal di rumah, membatasi pertemuan, dan melakukan semua secara daring juga ada risikonya, yakni stres atau depresi,” kata Dzuriyatun sembari mengingatkan agar masyarakat tetap bertanggung jawab, terutama pada dirinya sendiri dan lingkungan saat berkumpul.
Acara reuni yang digelar di sela-sela pandemi ini memang sedikit berbeda. Reuni tetap menyenangkan, sekaligus reflektif. Di acara itu, orang-orang sejenak melupakan pagebluk dan tekanan yang ditimbulkannya. Lalu, bersyukur karena masih punya kesempatan bertemu.
Kapan kita reuni dan bertemu lagi?