Transjakarta dan Mitra Operator Bertanggung Jawab Membangun Keselamatan Kerja
Transjakarta dan mitra operator bus sama-sama bertanggung jawab terhadap keselamatan dan kesehatan kerja serta pengelolaan lingkungan.
Oleh
Fransiskus Wisnu Wardhana Dhany/Stefanus Ato
·3 menit baca
KOMPAS/ERIKA KURNIA
Suasana di Jalan Raya Taman Margasatwa Raya, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Selasa (7/12/2021), tidak jauh dari lokasi kejadian kecelakaan bus Transjakarta yang menewaskan satu orang, Senin (6/12/2021).
JAKARTA, KOMPAS — Kesalahan manusia bukan satu-satunya penyebab kecelakaan bus Transjakarta. Manajemen PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) dan mitra operator bus harus sama-sama membangun sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja sejak perekrutan hingga tindak lanjut berbagai insiden di lapangan.
PT Transjakarta dalam rapat kerja dengan Komisi B DPRD DKI Jakarta, Senin (6/12/2021), melaporkan, terjadi 502 kecelakaan periode Januari-Oktober 2021.
Kecelakaan terbagi dua, yakni 12 persen kecelakaan yang melibatkan armada bus sebagai korban baik ditabrak atau diserempet dan 88 persen kecelakaan sebagai pelaku atau penabrak.
Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia DKI Jakarta Tory Damantoro menuturkan, Transjakarta dan operator tentu tidak ingin terjadi insiden atau kecelakaan. Apalagi sampai bertubi-tubi seperti yang terjadi sepekan belakangan karena kecelakaan berdampak pada kepercayaan publik dan merugikan operator yang operasionalnya berhenti untuk sementara.
”Memang harus ada ruwatan. Audit total dengan menjadikan keselamatan sebagai integral dari proses bisnis sejak rekrutmen, pelatihan, penyiapan sarana dan prasarana, manajemennya termasuk armada, operasional, kesiapan dan kelaikan, dan sebagainya,” ujarnya ketika dihubungi Selasa (7/12/2021).
KOMPAS/FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
Yayank (35), salah satu pramudi Transjakarta rute Harmoni-Lebak Bulus, tengah mengantre jadwal operasional di Halte Harmoni, Jakarta Pusat, Senin (6/12/2021).
Transjakarta dan mitra operator bus saling berbagi kewenangan persiapan operasi dan pengoperasian bus. Transjakarta memverifikasi kelaikan teknis dan administrasi, menyusun rencana operasi dan jadwal setiap rute, mengawasi prosedur, dan menindak pelanggaran.
Di sisi lain, operator merekrut pramudi atau sopir, melatihnya, sertifikasi, membina dan mengecek kesehatan, serta perawatan/pemeliharaan bus. Juga beroperasi sesuai jadwal, mengawasi pramudi dan armada, serta menindaklanjuti masalah di jalan (Kompas, 4/12/2021).
Tory menyebutkan, Transjakarta dan mitra operator bus harus sama-sama mengevaluasi manajemennya. Mitra operator bus bisa mengikuti langkah Transjakarta yang menggandeng Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) untuk evaluasi total.
”Keduanya mengevaluasi sejauh mana aspek keselamatan sudah berjalan dalam kewenangan persiapan operasi dan pengoperasian bus. Tidak bisa hanya melihat standar pelayanan minimal atau kontrak karena keselamatan itu bagian integral dari perusahaan dan layanan publik,” tuturnya.
Layanan publik
Transjakarta dikembangkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sejak 2004 dengan bisnis model pelayanan publik atau PSO. Untuk itu, Transjakarta mendapatkan subsidi penumpang sebesar Rp 3,29 triliun pada tahun 2020 supaya bisa memberikan layanan optimal.
Menurut Tory, Transjakarta dan mitra operator bus harus menyadari kewajiban pelayanan publik, bukan hanya berorientasi pada pemasukan sehingga mengabaikan keselamatan.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Penumpang bus Transjakarta melihat unjuk rasa buruh yang mewakili Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan, dan Minuman (SP-RTMM) di depan Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (30/11/2021).
Contohnya Singapura, Hong Kong, dan Korea Selatan. Ketiga negara itu secara berkomitmen pada standar pelayanan minimal dan kontrak atau kesepakatan antara perusahaan dan penyedia layanan yang sesuai dengan orientasi pelayanan publik.
”Layanan Transjakarta sudah 15 tahun. Kalau hanya kejar setoran, ya bubar,” ujarnya.
Ketua Organisasi Angkutan Darat DKI Jakarta Shafruhan Sinungan mengharapkan pembenahan menyeluruh terhadap layanan Transjakarta. Artinya menjaga, mengontrol, dan meningkatkan kualitas layanan.
”Empat kali kecelakaan beruntun bukan soal kesalahan manusia saja. Bisa jadi ada manajemen kontrol yang tidak berjalan,” katanya. Manajemen kontrol yang dimaksud antara lain kelaikan armada, kualitas sumber daya manusia, dan operasionalnya.