Ada 502 Kecelakaan, Komisi B DPRD DKI Minta PT Transjakarta Diaudit
Sepanjang 2021, terjadi lebih dari 500 kecelakaan melibatkan bus Transjakarta. Komisi B DPRD DKI merekomendasikan evaluasi PT Transjakarta secara menyeluruh, reorganisasi, dan membentuk divisi keselamatan.
Oleh
Helena F Nababan
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pada periode Januari-Oktober 2021, setidaknya terjadi 502 kecelakaan yang melibatkan bus-bus Transjakarta. Komisi B Bidang Perekonomian DPRD DKI Jakarta menilai hal itu sudah terlalu membahayakan sehingga merekomendasikan perlu ada reorganisasi Transjakarta dengan merombak direksi dan membentuk divisi keselamatan.
Direktur Utama PT Transportasi Jakarta M Yana Aditya dalam rapat kerja dengan Komisi B DPRD DKI Jakarta, Senin (6/12/2021), menjelaskan, 502 kecelakaan itu terjadi pada Januari-Oktober 2021. Angka itu belum termasuk kejadian kecelakaan pada November dan Desember 2021 yang datanya belum masuk.
Jenis kecelakaan Transjakarta itu dibagi atas dua jenis dari total kecelakaan itu, yaitu kecelakaan yang melibatkan armada bus Transjakarta sebagai korban baik ditabrak atau diserempet, yaitu ada 12 persen, dan 88 persen kecelakaan yang menempatkan Transjakarta sebagai pelaku atau penabrak.
”Kecelakaan bus Transjakarta sebagai korban paling banyak terjadi di persimpangan, u-turn atau putaran balik, dan juga di ruas jalan yang tidak steril dari kendaraan pribadi,” kata Yana.
Kami anjurkan para direksi itu untuk dicopot. Mereka paling berhubungan dengan angka kecelakaan 20-50 kecelakaan per bulan.
Kecelakaan dengan bus Transjakarta sebagai pelaku, sebanyak 29 persennya melibatkan mobil pribadi dan 28 persen melibatkan sepeda motor. Sementara kecelakaan yang melibatkan benda diam, seperti separator, median jalan, dan halte, menyumbang 20 persen pada kecelakaan serta kecelakaan sesama bus Transjakarta menyumbang 11 persen.
Syafrin Liputo, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, dalam rapat kerja tersebut juga membenarkan setidaknya dua kecelakaan lain terjadi pada Senin kemarin yang melibatkan bus Transjakarta.
Pertama, pada Senin pagi bus PPD yang keluar dari pool dipotong oleh sebuah mobil barang. Itu menyebabkan bus PPD yang dioperasikan untuk menjadi bagian dari pelayanan Transjakarta mengalami kecelakaan dan sekarang bus PPD tersebut sudah ditarik dan kini berada di pool PPD.
Kecelakaan kedua terjadi di Puri Beta, Ciledug, Kota Tangerang, Banten. Bus milik Transjakarta itu menabrak lahan kosong di samping Halte Puri Beta 2 pukul 09.10.
Setelah penurunan penumpang di Halte Puri Beta 2, pramudi membawa bus bernomor lambung TJ 402 itu menepi di sebelah kanan kawasan halte karena sopir hendak buang air kecil. Namun, sopir TJ 402 lupa menarik rem tangan sehingga bus berjalan sendiri sehingga menabrak pagar lahan kosong.
Menurut Syafrin, semua kecelakaan yang terjadi akan menjadi evaluasi Dishub DKI Jakarta dan Transjakarta. Evaluasi di antaranya meliputi jam kerja, sif atau jadwal waktu kerja, tempat istirahat sopir, hingga pelatihan bagi sopir untuk penyegaran.
Adi Kurnia, anggota Komisi B dari Fraksi Gerindra, menegaskan, melihat jumlah kecelakaan itu, faktor keselamatan dan keamanan harus diutamakan. ”Transjakarta bukan mobil setoran. Ini disubdidi pakai uang rakyat,” tegasnya.
Adi menyoroti, kejadian lima kecelakaan beruntun dalam 40 hari menandakan manajemen Transjakarta tidak becus. Untuk itu, perlu ada pembenahan manajemen.
Manuara Siahaan, anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI-P, dalam rapat kerja itu menegaskan bahwa aspek keselamatan dalam transportasi harus terus-menerus dievaluasi. Ia mengingatkan, Transjakarta sejak awal dibangun supaya ada konsistensi dalam pelayanan dan keselamatan bertransportasi.
Kemudian, ia juga mempertanyakan tindakan Transjakarta yang menghentikan sementara bus-bus yang terlibat kecelakaan tiap ada kejadian kecelakaan. ”Saya setuju Bapak melakukan penghentian sementara. Tapi indikatornya harus jelas. Bus-bus yang dihentikan sementara harus bisa dipertanggungjawabkan karena dengan berhenti, konsekuensi pelayanan bus jadi terganggu,” kata Siahaan.
Untuk itu, Siahaan juga menyarankan, ada evaluasi atas kinerja para direksi Transjakarta.
Hal itu dipertegas Gilbert Simanjuntak, anggota Komisi B yang lainnya. ”Dalam transportasi umum, safety adalah yang utama. Kalau itu tidak terpenuhi, buat apa ada pelayanan karena kemudian akan mengorbankan orang,” ujar Simanjuntak.
Dengan adanya ratusan kecelakaan yang melibatkan Transjakarta dan dinilai sudah membahayakan, Komisi B sepakat untuk mengevaluasi manajemen Transjakarta.
Divisi keselamatan dan reorganisasi
Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta Abdul Aziz menyatakan, ada tiga hal yang menjadi rekomendasi Komisi B bagi perbaikan manajemen dan pelayanan Transjakarta. Pertama, harus dilakukan reorganisasi struktur pengelola Transjakarta dan harus ada penanggung jawab di bidang keselamatan.
Dalam hal reorganisasi ini, akan menyentuh hingga ke perubahan dan perombakan jajaran direksi Transjakarta. Namun, satu hal yang paling penting adalah reorganisasi harus ada penambahan direksi yang bertanggung jawab dalam hal keselamatan penumpang.
”Ini sangat penting karena perusahaan-perusahaan transportasi harus memiliki orang yang bertanggung jawab terhadap keselamatan dan ternyata di Transjakarta belum ada. Ini penting dan krusial untuk bisa memperbaiki Transjakarta dari dalam,” kata Abdul Aziz.
Achmad Izzul Waro, Direktur Pelayanan dan Pengembangan PT Transportasi Jakarta, dalam rapat kerja tersebut mengakui, Transjakarta belum memiliki divisi keselamatan. Terkait semua kejadian kecelakaan yang menimpa bus-bus Transjakarta, pihaknya masih menunggu hasil evaluasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).
Simanjuntak menambahkan, kalau sudah ada banyak kejadian kecelakaan bahkan sampai ada nyawa melayang, tidak mungkin mempertahankan direksinya.
”Yang paling bertanggung jawab dalam operasional dan pelayanan Transjakarta adalah direktur pelayanan, direktur operasional, dan direktur teknis. Kami anjurkan para direksi itu untuk dicopot. Mereka paling berhubungan dengan angka kecelakaan 20-50 kecelakaan per bulan ini,” kata Simanjuntak.
Abdul Aziz melanjutkan, rekomendasi kedua adalah meminta pelibatan KNKT dalam audit total agar diketahui betul penyebab kejadian kecelakaan.
Terkait audit tersebut, Yana Aditya menjelaskan, selain pelibatan KNKT dalam audit independen, Transjakarta ia sebut juga melakukan pemeriksaan internal. Itu semua akan menjadi acuan dalam melakukan perbaikan.
Rekomendasi ketiga, lanjut Abdul Aziz, adalah Komisi B meminta agar ada review terhadap para operator yang tidak memenuhi standar pelayanan minimum (SPM).
”Sekali lagi, yang kita utamakan adalah keselamatan. Jangan ragu-ragu apabila ada operator yang tidak memenuhi SPM agar ditindak,” kata Abdul Aziz.