Sumber air masih menjadi masalah penanggulangan kebakaran. Hidran kota kurang memadai menjadi pemasok air utama dalam memadamkan kebakaran. Dari 1.213 hidran, hanya sekitar sepertiga atau 421 yang berfungsi baik.
Oleh
Albertus Krisna/M. Puteri Rosalina/Satrio Pangarso Wisanggeni
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ketersediaan sumber air menjadi masalah dalam penanggulangan kebakaran di DKI Jakarta. Kondisi hidran kota di Jakarta yang menjadi pasokan air utama untuk pemadaman kebakaran masih kurang memadai.
Berdasarkan data Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) DKI Jakarta, dari 1.213 hidran, hanya sekitar sepertiga atau 421 yang berfungsi sempurna. Artinya, hidran tersebut memiliki air, kopling untuk pemasangan selang, dan meteran.
Bahkan, menurut Kepala Regu A Pos Damkar Pondok Kelapa Jakarta Timur Matsani, hidran kota sudah tidak dilirik oleh petugas ketika menghadapi kebakaran. Sungai, selokan, dan empang menjadi pilihan sumber air yang lebih bisa diandalkan.
Dari 378 hidran kota di Jakarta Timur, hanya 166 yang mempunyai kopling, meteran, dan tersedia air. Namun, kondisi hidran kota di Jakarta Timur sebetulnya bukan yang paling parah.
Jakarta Pusat hanya memiliki 110 dari 288 hidran kota yang berfungsi (38,2 persen); Jakarta Selatan 40 dari 213 (18,8 persen); dan terendah Jakarta Barat dengan 11 dari 149 (7,4 persen). Jakarta Utara memiliki komposisi hidran aktif tertinggi, 94 dari 185 atau 50,8 persen.
Hidran kota sudah tidak dilirik oleh petugas ketika menghadapi kebakaran. Sungai, selokan, dan empang menjadi pilihan sumber air yang lebih bisa diandalkan.
Hidran kota yang lengkap belum tentu memiliki debit dan tekanan air yang memadai. Menurut Kepala Seksi Operasi Sudin Gulkarmat Jakarta Timur Gatot Sulaeman, terkadang debit air hidran kota yang keluar sangat kecil karena air untuk hidran menjadi satu jaringan dengan air baku warga Jakarta.
Menurut Gatot, hidran kota bukan tanggung jawab Dinas Gulkarmat, melainkan PDAM. ”Kami hanya sebagai pengguna dan penggunaannya tercatat dalam meteran. Kami bayar setiap bulan,” ujarnya.
Namun, apakah dengan ditambah sumber air lainnya, seperti selokan, sungai, air laut, hingga kolam renang, seluruh wilayah Jakarta memiliki akses sumber air pemadaman memadai? Ternyata juga belum.
Dengan menganalisis data hidran aktif dari Dinas Gulkarmat Jakarta dan keberadaan selokan, sungai, hingga pantai dari OpenStreetMap terbaru, diketahui ada 147 kelurahan di Jakarta yang hanya 20 persen wilayahnya tercakup sumber air. Bahkan, ada dua kelurahan yang sama sekali tidak memiliki sumber air, yaitu Slipi di Kecamatan Palmerah dan Ceger di Kecamatan Cipayung.
Sesuai Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11/KPTS/2000, daerah disebut memiliki sumber air apabila berjarak paling jauh 61 meter dari hidran, selokan, sungai, dan pantai. Dari hitungan tersebut diketahui area pada setiap kelurahan yang memiliki akses terhadap sumber air.
Kondisi sumber air yang belum merata akan menghambat proses pemadaman kebakaran. Jika tidak ada sumber air di dekat lokasi kebakaran, unit pemadam pertama dapat kehabisan persediaan air di tangki kurang dari 5 menit dan harus menunggu bantuan dari unit berikutnya.
Penggunaan selokan sebagai sumber air pemadaman pun bermasalah. Selokan yang bisa digunakan adalah yang memiliki debit air cukup tinggi. Selain itu, menurut Kepala Regu A Pos Pademangan Barat Agus Subiantoro, kebiasaan penutupan selokan dengan beton atau konblok jelas menghambat proses pemadaman. ”Butuh waktu lama membukanya,” ujarnya.
Kondisi ini membuat Dinas Gulkarmat langsung meluncurkan truk minimal dari 4 sampai 5 pos sekaligus untuk satu kebakaran. Harapannya, air yang dibawa truk-truk tersebut cukup memadamkan api tanpa harus mencari sumber air.