Sampah 30 Ton dari Kepulauan Seribu Dibuang ke Bantargebang Tiap Hari
Kolaborasi untuk pengelolaan sampah di tingkat rukun warga menawarkan secercah harapan untuk mengurangi sumbangan sampah.
Oleh
Erika Kurnia
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kabupaten Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, masih menyumbang berton-ton sampah ke Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu Bantargebang, Kota Bekasi, Jawa Barat. Kolaborasi untuk pengelolaan sampah di tingkat rukun warga menawarkan secercah harapan untuk mengurangi sumbangan sampah.
Saat ini, sekitar 30 ton sampah dikumpulkan kabupaten dengan yang terdiri dari dua kecamatan tersebut setiap harinya. Selain sampah yang dihasilkan oleh warga, sebagian sampah dibawa air laut ke pesisir pulau-pulau. Akibatnya, setiap musim angin barat atau hujan, jumlah sampah bisa mencapai 50 ton sehari.
Menurut catatan Kompas (7/7/2019), pada 2019, daerah dengan jumlah penduduk sekitar 24.000 jiwa ini menghasilkan 40 ton sampah sehari. Jumlah sampah harian saat ini memang banyak berkurang sejalan dengan penurunan aktivitas pariwisata selama masa pandemi.
”Sampah dari pariwisata sendiri biasanya menyumbang 10 persen total sampah harian,” kata Iwan Herwandi, staf Seksi Peran Serta Masyarakat Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, dalam acara ”Talkshow KolaborAksi: Jakarta Sadar Sampah” di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Jumat (3/12/2021).
Selain faktor berkurangnya pariwisata, warga Kepulauan Seribu kini mulai menemukan cara lain untuk mengurangi kiriman sampah ke Bantargebang. Dinas lingkungan hidup setempat berupaya memfasilitasi kolaborasi warga di lingkup RW dengan pemberi bantuan terkait pengelolaan sampah.
Ini merupakan gerakan Kolaborasi Sosial Berskala Besar (KSBB) Persampahan sebagai bentuk implementasi Peraturan Gubernur Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Sampah Lingkup RW.
Implementasi gerakan ini memungkinkan warga dalam lingkup RW membuat aksi mengurangi sampah dengan caranya masing-masing. Demikian dengan pihak kolaborator, baik institusi pendidikan, perusahaan swasta, maupun komunitas, yang bisa ikut berpartisipasi dengan kapasitasnya masing-masing.
Pulau Untung Jawa, yang berjarak 1 jam dari Pelabuhan Marina Ancol, Jakarta Utara, dengan kapal cepat, itu sudah melakukan inisiatif ini. Melalui bidang pengelola sampah (BPS), atau yang dulu disebut lembaga pengelola sampah (LPS), warga setempat mulai mengurangi sampah organik dengan memanfaatkan maggot atau belatung dari budidaya BSF (black soldier fly) atau lalat tentara hitam.
Ijan Sujani, Ketua BPS Pulau Untung Jawa, pada kesempatan sama, mengatakan, warganya mendapat bantuan dari berbagai pihak dalam pengadaan kandang BSF hingga tempat sampah setahun terakhir. Namun, ia mengakui, menggerakkan masyarakat agar mau mengolah sampah tidak semudah itu.
”Saya coba teori membuat kompos dari sampah yang kami kumpulkan dari warga. Kami pakai itu untuk membuat kebun kangkung dari benih yang dibeli secara daring. Setelah kebunnya panen, saya bagikan itu ke warga dan bilang kalau ini hasil dari sampah mereka. Dua, tiga kali panen saya lakukan itu mereka jadi tahu ini bisa menghasilkan,” tutur Ijan.
Aksi itu pun terus berjalan hingga saat ini di Pulau Untung Jawa. Di Kepulauan Seribu, Iwan menyebut, sebanyak 15 kandang budidaya BSF disediakan karena terbukti cepat mengurai berbagai sampah organik, dari sisa makanan sampai sampah tanaman.
”Alhamdulillah, mulai ada pengurangan sampah. Setahun program seperti ini berjalan, kami menargetkan minimal 7 persen sampai berkurang. Intinya, sampah harus habis di sumber,” kata Iwan.
Bagaimanapun, upaya pengurangan sampah di Kepulauan Seribu akan sia-sia jika wilayah Jakarta lainnya di Pulau Jawa tidak ikut berkolaborasi. Ini karena sampah yang terbuang melalui muara sungai yang melalui Jakarta banyak yang terkirim ke pesisir wilayah kepulauan tersebut.
Agung Pujowinarko, Kepala Bidang Peran Serta Masyarakat Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, mengatakan, KSBB Persampahan di Jakarta menargetkan 50 persen dari total 2.742 RW di DKI Jakarta mampu melakukan pemilahan sampah. Target ini diterapkan dalam Instruksi Gubernur DKI Nomor 49 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Isu Prioritas Daerah Tahun 2021.
”Sejauh ini baru ada 15 kolaborator dengan nilai bantuan lebih kurang Rp 2 miliar,” kata Agung. Kolaborator yang sudah bergabung berasal dari latar belakang beragam. Mereka juga menawarkan berbagai bantuan, baik berbentuk edukasi maupun sarana dan prasarana.
Untuk mencapai target yang disebutkan, mereka memerlukan lebih banyak partisipasi warga dan pemberi bantuan. Pemberi bantuan bisa membantu satu atau banyak RW dengan kemampuan yang dimiliki.
”Kolaborator yang ada saat ini, ada yang membantu lewat pendampingan RW, penguatan PJLP (penyedia jasa lainnya orang per orang) pendamping agar percaya diri, ada yang menyediakan alat untuk pengelolaan sampah, dan lain-lain,” jelas Agung.
Agar target minimal 50 persen RW mampu mengelola sampai sendiri, dukungan kolaborator pemberi bantuan sangat diharapkan. Partisipasi ini bisa didaftarkan secara daring melalui situs KSBB Persampahan.