Kecelakaan Lagi, Sorotan untuk Manajemen Transjakarta
Bus Transjakarta mengalami kecelakaan menabrak pos polisi lalu lintas di seberang Pusat Grosir Cililitan, Jakarta Timur, Kamis (2/11/2021) siang.
Oleh
ERIKA KURNIA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tragedi melibatkan bus Transjakarta kembali terjadi di Ibu Kota. Kali ini karena menabrak pos polisi lalu lintas di seberang Pusat Grosir Cililitan, Jakarta Timur, Kamis (2/11/2021) siang. Rentetan kecelakaan yang melibatkan bus Transjakarta ini menuntut adanya audit menyeluruh terhadap manajemen PT Transjakarta.
Sebuah bus Transjakarta rute PGC-Harmoni secara mendadak naik ke pembatas jalan di titik putar arah kendaraan dan lampu lalu lintas perempatan Cililitan. Bus itu menabrak bangunan rendah yang jadi pos polisi lalu lintas hingga ambruk sekitar pukul 13.20.
Kepala Subdirektorat Pembinaan dan Penegakan Hukum Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Argo Wiyono mengatakan, seorang petugas Transjakarta menjadi korban luka dalam kecelakaan tunggal tersebut.
”Sementara diinformasikan awal memang terjadi kecelakaan tunggal menabrak pos polisi. Masih diselidiki apakah ini karena kelalaian sopir atau mobilnya bermasalah,” kata Argo saat dihubungi wartawan.
Sementara itu, sampai berita ini ditulis, pihak manajemen PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) belum memberi keterangan resmi.
Sebelumnya, tabrakan bus Transjakarta terjadi di Jalan MT Haryono, Jakarta Timur, 25 Oktober 2021. Kecelakaan bus menabrak bus di depannya itu menewaskan sopir bus penabrak dan seorang penumpang, sedangkan 31 penumpang lain terluka.
Belakangan, hasil penyidikan polisi menunjukkan, pengemudi bus Transjakarta yang dioperasikan Bianglala Metropolitan itu dinyatakan mengalami serangan epilepsi sesaat sebelum menabrak bus Transjakarta di depannya.
Menanggapi rangkaian kecelakaan tersebut, anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta, Gilbert Simanjuntak, menilai, kejadian itu mengindikasikan kemerosotan layanan PT Transjakarta. Hal ini di luar perbaikan layanan, seperti waktu tunggu bus.
”Dalam survei kecil-kecilan mengenai Transjakarta kemarin, saya pertanyakan ada berapa bus punya tiap-tiap operator. Mereka sendiri kurang mengaudit, ini bus-bus siapa sebenarnya,” ujarnya saat dihubungi wartawan, Kamis ini.
Ia juga mendorong manajemen PT Transjakarta diaudit total untuk bisa diperiksa secara detail faktor-faktor penyebab kecelakaan yang mengancam keselamatan layanan. ”Untuk shock therapy. Banyak yang berminat menjadi direksi Transjakarta, dengan gaji begitu besar, tetapi kinerjanya biasa saja,” ujarnya.
Audit manajemen, menurut Gilbert, perlu dilakukan agar pihak manajemen bisa memperbaiki diri. Kejadian kecelakan ini jika berkepanjangan mencederai kepentingan masyarakat dan keselamatan penumpang yang seharusnya menjadi prioritas pertama dalam layanan transportasi publik.