Jangkau Mobilitas Warga Kota Bogor, 10 Biskita Mengaspal di Koridor 6
Sejak beroperasi 2 November silam di Koridor 5 Ciparigi-Stasiun Kota Bogor, tercatat 49.216 penumpang terlayani oleh Biskita Trans Pakuan. Kini layanan diperluas agar makin banyak warga yang beralih naik bus ini.
Oleh
AGUIDO ADRI
·5 menit baca
BOGOR, KOMPAS – Setelah meluncur 11 bus melalui layanan angkutan umum dengan sistem buy the service atau BTS, kini bertambah lagi 10 Biskita Trans Pakuan yang beroperasi di Koridor 6 Air Mancur-Parung Banteng. Meski antusiasme warga tinggi, peningkatan pelayanan masih perlu ditingkatkan.
Di Shelter Kolonel Ahmad Syam, depan Kompleks Baranangsiang Indah, Jalur Regional Ring Road (R3), Kelurahan Katulampa, Bogor Timur, Wali Kota Bogor Bima Arya meluncurkan 10 Biskita Trans Pakuan untuk melayani Koridor 6 Air Mancur-Warung Jambu-Parung Banteng.
Bima mengatakan, setelah Koridor 5 Ciparigi-Stasiun Bogor dilayani dengan 11 bus, kini masyarakat Kota Bogor bisa menikmati perluasan BTS dengan mengaspalnya 10 Biskita Trans Pakuan di Koridor 6.
”Kita mulai era baru dalam bertransportasi yang baik, aman, dan nyaman melalui layanan BTS. Hari ini resmi beroperasi 10 Biskita Koridor 6. Ada bus khusus untuk saudara kita disabilitas dan juga penumpang yang membawa sepeda lipat. Insya Allah beberapa hari ke depan tambah lagi di Koridor 1. Jadi, sesuai rencana, sampai akhir tahun ini akan beroperasi 49 Biskita Trans Pakuan,” kata Bima dalam sambutannya, Minggu (28/11/2021).
Menurut Bima, kehadiran Biskita Trans Pakuan mendapat sambutan antusias warga. Oleh karena itu, pelayanan ke depan perlu ditingkatkan agar semakin banyak warga beralih ke transportasi publik.
”Kerja keras dari semua, BPTJ, Kodjari, Lorena, PDJT, Dishub Kota Bogor, yang akan terus memastikan semua tahapan ini berjalan baik dan lancar,” katanya.
Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Polana B Pramesti menyebutkan, sejak layanan BTS beroperasi 2 November silam di Koridor 5 Ciparigi-Stasiun Kota Bogor, tercatat 49.216 penumpang terlayani.
Kerja keras dari semua, BPTJ, Kodjari, Lorena, PDJT, Dishub Kota Bogor, yang akan terus memastikan semua tahapan ini berjalan baik dan lancar.
Rata-rata penumpang Biskita Trans Pakuan sebanyak 2.000 orang per hari. Pada akhir pekan, jumlah penumpang meningkat rata-rata 3.000 orang. Puncak tertinggi tercatat pada 21 November, mencapai 3.415 penumpang.
Menurut Polana, jumlah penumpang di Kota Bogor pada akhir pekan cukup banyak dibandingkan pada hari biasa karena ”Kota Hujan” itu menjadi kota tujuan wisata sehingga warga memanfaatkan Biskita Trans Pakuan sebagai alat transportasi yang aman dan nyaman.
Kondisi penumpang di Kota Bogor itu berbeda dengan di Jakarta yang pada akhir pekan penumpang tak terlalu banyak seperti hari kerja.
”Akhir pekan ini seharusnya sudah mencapai 50.000 lebih. Kita berharap perluasan BTS di Koridor 6 semakin memperluas dan menjangkau transportasi publik ke warga. Semoga membantu mobilitas warga dan makin banyak naik Biskita,” tutur Polana.
Evaluasi
Meski antusiasme warga cukup tinggi, lanjut Polana, pelayanan transportasi publik tetap harus ditingkatkan, seperti mempertahankan indikator kenyamanan dan keamanan dengan rutin merawat kondisi bus.
Catatan penting lainnya, kata Polana, terkait head way atau jarak satu bus dengan bus selanjutnya. Saat ini waktu tunggu kedatangan bus hampir 30 menit.
”Ini perlu diperpendek jaraknya. Kalau di Jakarta ada jalur khusus, sedangkan di Kota Bogor belum bisa ada jalur khusus, masih mix traffic. Ini PR kita, yaitu head way,” katanya.
Menurut dia, program BTS tidak hanya sekadar subsidi dan pelayanan standar minimum, tetapi bersama Pemkot Bogor mempunyai kewajiban untuk mendorong kebijakan pengaturan lalu lintas.
”Pemkot bisa mendorong warga untuk naik Biskita. Masalah head way ini kita bekerja sama dengan pemkot. Kepastian ketepatan waktu atau upaya semakin memperpendek waktu,” kata Polana.
Bima melanjutkan, pihaknya akan merumuskan kebijakan yang mendorong pelayanan transportasi publik lebih teratur dan tidak terhambat karena kemacetan, seperti strategi sistem ganjil genap dan tarif parkir. Dua strategi itu diyakini secara perlahan bisa mengatasi kemacetan.
”Semua berproses. Ketika bus bertambah dan angkot semakin sedikit, kemacetan akan berkurang. Saat ini juga banyak proyek pengerjaan, seperti di Surya Kancana, Juanda, Sudirman, Soleh Iskandar. Saya yakin melalui proses akan mengarah kepada situasi (lalu lintas) yang lebih baik, jalan lebih lancar,” ujarnya.
Selain melalui strategi ganjil genap dan tarif parkir, saat koridor dan armada bus semakin banyak, Bima ingin ada kebijakan atau mendorong aparatur sipil negara menggunakan Biskita Trans Pakuan.
Tidak hanya berlaku untuk ASN, ia pun akan menggunakannya karena Biskita Trans Pakuan Koridor 6 melalui rute kediamannya di Baranangsiang.
”Saya akan coba itu. Menikmati ngantor pakai baju dinas dari rumah ke kantor. Saya senang banget karena dulu sejak SMP tinggal di Baranangsiang Indah. Saya naik angkot 11 atau 13 turun ke Pajajaran, lanjut jalan kaki. Sekarang transportasi makin dekat dan makin mudah,” tutur Bima.
Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan Kota Bogor Eko Prabowo menambahkan, salah satu upaya peningkatan pelayanan transportasi publik adalah skema feeder atau angkot sebagai pengumpan ke halte-halte Biskita Trans Pakuan.
”Kami sedang melakukan rerouting trayek, minggu depan tahap akhir. Dari evaluasi rerouting trayek itu akan diusulkan jadi feeder BTS. Pertengahan Desember kami usulkan ini ke BPTJ. Ini jadi kesempatan semakin menata transportasi,” jelas Eko.
Ketua Badan Pengawasan Koperasi Duta Jasa Angkutan Mandiri (Kodjari) sekaligus konsorsium layanan BTS, Dewi Djani, mengatakan, ia senang bisa bergabung bersama BPTJ dan Pemkot Bogor dalam pelayanan transportasi publik di Kota Bogor.
Sebagai seorang pengusaha angkot sejak 1997, Dewi berani ikut berinvestasi dalam program BTS karena melihat sistem transportasi di Kota Bogor perlu perbaikan, tidak hanya terkait penyediaan layanan sesuai standar minimum, tetapi juga kondisi lalu lintas yang semakin macet.
Dua contoh kondisi membuat warga banyak beralih ke kendaraan pribadi, karena tak ingin lama terjebak macet di dalam angkot dan mengetem serta pelayanan yang belum memenuhi standar pelayanan minimum. Kondisi semakin diperparah karena pandemi Covid-19 sehingga berpengaruh ke jumlah penumpang dan pemasukan harian.
Menurut dia, layanan BTS memberikan keuntungan lebih bagi pengusaha, seperti memotong biaya operasional angkot yang cukup besar seperti perawatan dan bahan bakar minyak.
”Belum lagi kondisi pandemi seperti ini jumlah penumpang semakin berkurang. Ini cukup merugikan pelaku usaha angkot,” lanjutnya.
Dari kondisi itu, Dewi memberanikan diri ikut bergabung dalam program BTS serta ikut mengonversi angkot ke bus. Ia melihat ada peluang usaha baru yang tidak hanya menguntungkan secara pribadi, tetapi juga untuk warga Kota Bogor dengan kehadiran transportasi yang aman dan nyaman.
”Melalui BTS dari BPTJ berkolaborasi dengan Pemkot Bogor, menjadi usaha rintisan baru untuk pengadaan bus dan feeder angkot nanti. Jadi dari konversi angkot ke bus, kami tidak dapat bus gratis dari BPTJ. Bus itu kami beli. Jadi BPTJ membayar layanan dan tarif per kilometernya ke kami. Saat ini kami mundur dua langkah untuk maju lima enam langkah ke depan,” tutur Dewi.