Kekebalan Komunal 44 Persen, DKI Tetap Harus Antisipasi Gelombang Ketiga
Gelombang ketiga Covid-19 diperkirakan terjadi pada Januari-Februari 2022.
Oleh
Helena F Nababan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dinas Kesehatan DKI Jakarta menyatakan, per Maret 2021 lalu, imunitas atau kekebalan komunal di antara warga Ibu Kota telah terbentuk sekitar 44 persen karena terinfeksi Covid-19. Meski begitu, untuk mengantisipasi varian virus pemicu Covid-19 yang baru dan gelombang ketiga pandemi, program vaksinasi mesti dituntaskan seiring booster yang dikombinasikan dengan penerapan 5M dan 3T.
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti, Jumat (26/11/2021), menjelaskan, data persentase itu diperoleh dari survei kekebalan komunal yang dilakukan mulai akhir Desember 2020 hingga Januari 2021. Setelah data diolah, hasilnya disampaikan pada Maret 2021.
”Kita tahu, di DKI pada Maret 2021 sudah ada hasil survei serologi. Hasilnya, 44 persen warga DKI sudah terbentuk imunitas,” kata Widyastuti.
Yang mesti dipahami, menurut Widyastuti, pada saat pengambilan sampel, belum ada vaksinasi. Artinya, kekebalan komunal warga Jakarta itu terbentuk secara alamiah karena terinfeksi dan ternyata bisa bertahan bagus.
Kemudian, dari Maret sampai saat ini, warga Ibu Kota mendapatkan vaksin Covid-19 dengan cakupan yang bagus. Hal itu membuat kekebalan warga yang terbentuk berasal dari dua sumber, yaitu kekebalan alami melalui terinfeksi dan karena mendapatkan vaksinasi.
”Dengan begitu, kekebalan komunal warga DKI bisa lebih tinggi lagi. Kita sedang tunggu hasil survei yang dilakukan bersama Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Lembaga Eijkman,” kata Widyastuti.
Dicky Budiman, ahli epidemiologi dari Griffith University, menjelaskan, kekebalan atau imunitas, baik karena vaksinasi maupun karena terinfeksi, itu memiliki masa atau durasi waktu efektif. Masa efektif keduanya sama-sama tujuh bulan.
”Namun, dengan menjadi orang yang terinfeksi atau menjadi penyintas Covid-19, kemudian mendapatkan vaksinasi, itu memiliki dampak atau imunitasnya lebih bagus, lebih kompleks, lebih konsisten, dan lebih kuat,” ujarnya.
Dicky menekankan, orang yang sudah pernah terpapar atau terinfeksi Covid-19 tetap harus divaksinasi. ”Tetap harus divaksin. Namun, cukup satu dosis,” katanya.
DKI Jakarta, menurut Dicky, masih memiliki pekerjaan rumah untuk menuntaskan vaksinasi itu. Sebab, vaksinasi yang dikombinasikan dengan strategi 5M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan mengurangi mobilitas) serta 3T (tracing, testing, treatment) ini menjadi langkah untuk mengantisipasi adanya varian baru ataupun potensi gelombang berikutnya.
Jadi, meski cakupan vaksinasi DKI Jakarta sudah jauh dari daerah lain, DKI tetap harus mencermati cakupan vaksinasi, yaitu untuk anak umur 6-11 tahun, wanita hamil, bayi-bayi yang lahir selama pandemi, kemudian para imigran di wilayahnya.
”Artinya, vaksinasi ini masih harus terus dikejar capaiannya. Belum lagi bicara pemberian booster pada kelompok berisiko orang lanjut usia, tenaga kesehatan, pelayan publik, ataupun orang dengan komorbid. Ini yang harus diberikan,” ujar Dicky.
Gelombang ketiga diperkirakan pada Januari-Februari 2022
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya Teguh P Nugroho mendorong Dinkes DKI Jakarta mengantisipasi gelombang ketiga. ”Gelombang ketiga diperkirakan pada Januari-Februari 2022,” katanya.
Dorongan itu ia sampaikan karena para penerima vaksin pada gelombang I yang menerima vaksin pada April-Mei sudah harus mendapatkan booster.