Pegawai Kantor Pertanahan Lebak Tersangka Dugaan Korupsi
Para tersangka terindikasi meminta uang pengurusan sertifikat hak milik tanah. Tiga amplop berisi Rp 36 juta menjadi bukti awal.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Polisi menetapkan dua pegawai Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional atau ATR BPN Lebak, Banten, sebagai tersangka dugaan kasus korupsi, Minggu (14/11/2021). RY (50) dan PR (41) dijadikan tersangka setelah ada laporan kerugian dalam pengurusan sertifikat tanah.
Sebelumnya, penyidik dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Banten mengadakan operasi tangkap tangan (OTT), Jumat (12/11). Dalam operasi itu, mereka menangkap empat pegawai di Kantor ATR BPN dan satu lurah di Kabupaten Lebak.
”Berdasarkan hasil gelar perkara, penyidik Ditreskrimsus Polda Banten telah menetapkan dua tersangka yang bekerja sebagai staf kantor BPN Lebak,” kata Kepala Bidang Humas Polda Banten Ajun Komisaris Besar Shinto Silitonga dalam keterangan tertulisnya.
Keduanya diduga sebagai pelaku setelah penyidik secara intens memeriksa delapan saksi, terdiri atas pihak yang merasa dirugikan dan pihak yang terkait dalam pengurusan sertifikat hak milik tanah. Penyidik juga telah menyita tiga amplop berisi uang senilai Rp 36 juta.
”Ditemukan tiga amplop berisi uang Rp 36 juta dalam OTT. Diketahui uang tersebut merupakan bagian dari sejumlah uang yang diminta tersangka,” kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Banten Komisaris Besar Dedi Prasetyo.
Tersangka kini disangkakan dengan Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancamannya pidana 4-20 tahun penjara dan denda Rp 200 juta-Rp 1 miliar.
Organisasi masyarakat sipil Banten Bersih mencatat, selama Januari hingga April 2021, kejaksaan telah menindak empat kasus korupsi. Salah satunya korupsi pengadaan lahan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Samsat Malingping.
Selain kasus pertanahan, kasus lainnya melibatkan sektor pendidikan, kesehatan, dan keagamaan dengan modus penyalahgunaan, pemotongan, dan penggelembungan anggaran.
Tren penindakan
Praktik pungutan liar dan koruptif dinilai sudah sangat meresahkan masyarakat Banten. Oleh karena itu, Kepala Polda Banten Inspektur Jenderal Rudy Heriyanto memerintahkan jajaran untuk tidak ragu melakukan OTT sebagai terapi kejut dan efek penggentar bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara lainnya.
”Apabila memang dibutuhkan, saya tidak pernah segan perintahkan jajaran untuk lakukan OTT terhadap kasus-kasus korupsi yang lainnya. Kami sangat serius dalam menangani tindak pidana korupsi di wilayah Banten,” tutur Rudy.
Shinto berharap masyarakat bisa berpartisipasi menyampaikan informasi apabila menemukan indikasi pungutan liar dan perilaku koruptif lainnya. ”Mari berpartisipasi dalam pencegahan tindak pidana korupsi, laporkan informasi pungli ke pihak kepolisian, pasti kami akan tindaklanjuti,” tuturnya.
Dalam hal penindakan, Banten Bersih mencatat, kasus korupsi yang ditindak institusi penegak hukum kejaksaan dan kepolisian masih di bawah target, masing-masing 21 kasus dan 8 kasus. Adapun Komisi Pemberantasan Korupsi terakhir kali menindak kasus korupsi di Banten pada 2018.
”Selama empat tahun terakhir tidak ada instansi penegak hukum yang mencapai target penindakan kasus dan tren penindakan korupsi cenderung turun,” tulis mereka dalam laporan di akun Instagram @dulurbantenbersih.