Kasus Aktif di Angka 1.000-an, DKI Diminta Perkuat Tes dan Pelacakan
DKI Jakarta perlu cermat dan memperkuat penelusuran kasus saat masih sedikit demi mencegah lonjakan. Diperlukan langkah menyusun strategi penanganan yang efektif.
Oleh
Helena F Nababan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Memasuki pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat level 1, angka kasus aktif di DKI Jakarta ada di kisaran 800-1.000 kasus. Dinas Kesehatan pun diminta terus memperkuat penelusuran, pengetesan, dan perawatan sumber kasus untuk meminimalkan lonjakan kasus.
Dalam laman resmi corona.jakarta.go.id, kasus aktif harian, baik yang tengah dirawat di rumah sakit maupun isolasi mandiri, ada di kisaran 800-1.000 kasus. Pada 4 November 2021, jumlah kasus aktif di Jakarta naik 60 kasus (orang) sehingga jumlah kasus aktif berjumlah 976 orang yang masih dirawat atau menjalani isolasi.
Pada 5 November, kasus aktif bertambah 82 kasus sehingga jumlah kasus aktif 1.058 orang yang masih dirawat atau menjalani isolasi. Kemudian, 6 November 2021, kasus aktif turun 179 kasus sehingga jumlah kasus aktif yang masih dirawat atau menjalani isolasi ada 870 orang.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan DKI Jakarta Dwi Oktavia, Minggu (7/11/2021), menjelaskan, angka kasus aktif berfluktuasi. Namun, Pemprov DKI terus berupaya mengendalikan pandemi Covid-19 meski saat ini DKI sudah masuk PPKM level 1. Selain menerapkan 3T atau tracing, testing, dan treatment, pemprov juga masih menggalakkan vaksinasi Covid-19 terhadap sejumlah kelompok prioritas.
”Peran serta masyarakat untuk tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan dibutuhkan,” ujarnya.
Untuk vaksinasi, sebanyak 10.950.544 orang atau 122,5 persen sudah menerima vaksin dosis 1. Adapun jumlah orang yang menerima vaksin dosis 2 sebanyak 8.540.142 orang atau 95,5 persen. Untuk remaja usia 12-17 tahun, 861.366 remaja mendapat vaksinasi dosis pertama. ”Itu sudah setara dengan 86 persen tanpa memandang tempat tinggal,” katanya.
Kemudian, untuk membentuk antibodi anak-anak, jelas Dwi Oktavia, Dinas Kesehatan DKI juga berencana memberikan vaksin kepada anak usia 6-11 tahun. ”Kami tengah melakukan persiapan untuk bisa melakukan vaksinasi. Kami bersama Dinas Pendidikan dan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil akan menyandingkan data sasaran untuk mengetahui berapa banyak jumlah anak usia 6-11 tahun yang perlu divaksin,” jelasnya.
Penyandingan data itu juga untuk melihat kebutuhan vaksin bagi anak-anak di DKI Jakarta. Ia melihat vaksinasi Covid-19 pada anak bisa dilakukan pada bulan imunisasi anak sekolah dan dilakukan di sekolah. Namun, pelaksanaan masih disiapkan dengan dinas terkait. Dinas Kesehatan DKI juga menunggu kebijakan resmi dan petunjuk teknis dari Kementerian Kesehatan.
Sama halnya untuk pemberian vaksin pada sasaran usia 18-60 tahun ataupun 12-17 tahun, untuk anak-anak juga dimungkinkan ada penapisan. Untuk anak-anak, orangtua siswa bisa mendampingi.
Dicky Budiman, ahli epidemiologi dari Griffith University, Australia, menyampaikan, kasus aktif di Jakarta sampai hari ini memang masih kecil. Namun, justru karena kasus positif masih sedikit, Dinas Kesehatan DKI mesti mengejar kontak erat.
”Kasus kontaknya terus dilakukan tes, dicari lagi kalau bisa. Jadi dikejar supaya mereka bisa segera karantina. Tentu dipastikan juga, penelusuran itu bukan hanya kontak, melainkan juga dicari sumbernya dari mana, klusternya dicari, mumpung kasus masih sedikit,” tegas Dicky.
Dinas Kesehatan DKI serta Pemprov DKI, jelas Dicky, sebaiknya juga menyusun strategi penanganan paling efektif. Meski Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah menyatakan Indonesia membaik, masih ada kasus yang tidak terdeteksi di masyarakat.
Belajar dari Singapura, meski 82 persen warga sudah divaksinasi, virus masih menemukan warga yang tidak divaksinasi. ”Kita juga harus belajar dari Singapura yang meskipun cakupan vaksinasinya sudah di atas 80 persen, tetapi kalau bicara masalah (varian) Delta, tidak bisa kita abai dan melakukan pelonggaran terlalu dini, euforia, merayakan terlalu cepat kemenangan,” tutur Dicky.
Untuk Jakarta, belajar dari kenaikan kasus pada Juni-Agustus lalu, DKI Jakarta mesti memahami adanya kelompok masyarakat yang rawan terinfeksi, adanya penurunan antibodi, 3T yang lemah, pengabaian 5M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menghindari kerumunan, membatasi mobilitas), juga perubahan karakter virus.
”Pelajaran penting dari 2021 adalah varian yang muncul lebih menular sehingga lebih banyak kasus dan lebih banyak kematian. Vaksinasi bukan satu-satunya solusi, tetap diperlukan strategi penanganan yang efektif,” ujarnya.