Kebijakan Ganjil Genap di Jakarta Bisa Diperluas Lagi
Pemberlakuan kebijakan ganjil genap di DKI Jakarta dimungkinkan diperluas dari 13 ruas jalan menjadi 25 ruas jalan, seperti penerapan sebelum pandemi Covid-19.
Oleh
Helena F Nababan
·5 menit baca
Kompas/Wawan H Prabowo
Bus Transjakarta melewati kendaraan yang terjebak kemacetan di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, saat jam pulang kerja, Senin (25/10/2021).
JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan pembatasan lalu lintas di DKI Jakarta dengan sistem ganjil genap dimungkinkan bisa diperluas dan dikembalikan pada ketentuan sebelum pandemi, yakni berlaku di 25 ruas jalan. Hal itu mempertimbangkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM yang kian longgar dan aktivitas masyarakat yang kian meningkat. Kebijakan ganjil genap diharapkan bisa mendorong lebih banyak penggunaan angkutan umum.
Dalam diskusi virtual bertajuk ”Selamat Datang Macet, Selamat Tinggal Pandemi?" yang digelar Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Kamis (4/11/2021), Kepala Sub Direktorat Penegakan Hukum (Gakkum) Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Argo Wiyono menjelaskan, esensi dari penegakan ganjil genap adalah untuk mereduksi kemacetan dan membatasi mobilitas pergerakan keluar rumah selama pandemi.
Seiring dengan status DKI Jakarta dengan PPKM level 4, kebijakan ganjil genap mulai diterapkan lagi pada Agustus 2021. Saat itu kebijakan ganjil genap diberlakukan di delapan ruas jalan pada pukul 06.00-20.00.
Saat DKI Jakarta memasuki PPKM level 3 di bulan September, kebijakan ganjil genap tetap diterapkan. Namun, jumlah ruas jalan yang menjadi lokasi pemberlakuan ganjil genap berkurang, yaitu hanya di tiga ruas jalan. Pada pertengahan September 2021, kebijakan ganjil genap juga diterapkan di ruas jalan yang menuju dan dari dua tempat wisata. Pada akhir September 2021, akses tempat wisata yang diberlakukan ganjil genap bertambah menjadi tiga lokasi.
Beberapa polisi berjaga di perempatan menuju Jalan Gatot Subroto yang baru menerapkan aturan ganjil genap, Senin (25/10/2021) sore.
Saat DKI Jakarta memasuki PPKM level 2 pada 19 Oktober 2021, ruas jalan yang menjadi penerapan ganjil genap diperluas menjadi s13 ruas ditambah tiga ruas jalan akses di tiga tempat wisata. Kebijakan itu juga kembali berlaku saat DKI Jakarta memasuki PPKM level 1.
Menurut Argo, dengan menerapkan ganjil genap di 13 ruas jalan, ada sejumlah perbaikan kinerja lalu lintas. ”Kita melihat adanya penurunan waktu tempuh hingga 20 persen, kemudian kecepatan kendaraan naik hingga 30 persen. Lainnya emisi CO2 menurun hingga 20 persen dan volume lalu lintas juga menurun hingga 30 persen,” jelas Argo.
Meski begitu, dengan adanya penurunan status PPKM, mobilitas warga dan volume lalu lintas di Jakarta justru kian bertambah. Berdasarkan data Dinas Perhubungan DKI Jakarta, angka penggunaan angkutan umum baru berkisar 40 persen.
”Sehingga mungkin ke depan kalau kita melihat bagaimana nanti kemacetan atau indekd kepadatan yang ada, kita bisa juga kembalikan menjadi 25 ruas seperti yang diatur dalam Peraturan Gubernur Nomor 88 Tahun 2019,” jelas Argo.
Petugas kepolisian bersama dinas perhubungan mengawasi penerapan aturan ganjil genap bagi para pengendara yang akan mengarah ke Jalan Jenderal Sudirman dari arah Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Jumat (13/8/2021).
Kepala Bidang Pengendalian Operasional Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Dinas Perhubungan DKI Jakarta Massdes Arouffy mengatakan, dengan adanya penerapan ganjil genap, ada sejumlah dampak yang dirasakan. Kinerja lalu lintas pada PPKM level 2 dibandingkan dengan PPKM level 3 naik 6,09 persen. Untuk angkutan perkotaan, terjadi kenaikan 3,23 persen.
Menurut dia, untuk angkutan perkotaan sudah diikuti pula dengan aturan kebijakan kapasitas angkut hingga 100 persen sejak PPKM level 2. Apabila menilik saat normal sebelum pandemi, penumpang bus Transjakarta bisa mencapai 1,1 juta orang per hari. Total pengguna angkutan umum di Jakarta sekitar 2 juta orang per hari. Saat pandemi, keterisian angkutan umum juga rendah.
Massdes melihat, saat pandemi dan dengan penerapan ganjil genap, bisa mendorong lebih banyak lagi masyarakat untuk menggunakan angkutan umum. ”Pengguna kendaraan pribadi masih kami batasi dengan ganjil genap agar beralih ke kendaraan umum. Ini akan perlu waktu,” jelasnya.
Di sisi lain, dalam diskusi itu juga mengemuka adanya keengganan masyarakat untuk menggunakan angkutan umum karena alasan kesehatan dan keamanan. Seperti yang dijelaskan Ketua Komunitas Konsumen Indonesia David Tobing, dari survei yang dilakukan dan melibatkan 101 responden, diketahui sekitar 70 persen setuju dengan penerapan ganjil genap.
Saat ditanyakan tentang dampak ganjil genap, 79,2 persen responden mengaku kesulitan saat melakukan aktivitas. Rinciannya adalah 30,7 persen menganggap transportasi umum belum cukup memadai atau belum beroperasi secara normal, 23,8 persen merasa banyak waktu terbuang, dan 20,8 persen lainnya merasa kemacetan tetap terjadi.
Argo maupun Massdes menjelaskan, kepadatan dan kemacetan di Jakarta akan dipantau secara intensif dalam dua pekan ke depan. ”Kalau misalnya kita lihat indeks kemacetan ini meningkat sampai dengan 40 persen, mungkin kita lihat selama minggu ini. Kalau kita lihat indeks mobilitas itu meningkat pesat mungkin minggu depan kita bisa melakukan normalisasi kembali. Sangat mungkin ganjil genap akan kembali diterapkan di 25 ruas jalan,” jelas Argo.
Kompas/Priyombodo
Rambu penerapan ganjil genap di Jalan TB Simatupang menuju jalan Fatmawati, Jakarta Selatan, Senin (25/10/2021). Petugas sebatas mengimbau kepada pengemudi untuk memutar balik kendaraannya jika tidak sesuai dengan ketentuan ganjil genap.
Sekretaris Jenderal Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Harya S Dillon berpandangan, penerapan kebijakan ganjil genap harus mempertimbangkan faktor kesehatan dan keamanan masyarakat yang kembali menggunakan transportasi umum di Ibu Kota pada masa pandemi ini.
Berdasarkan data dari Google Mobility Report, jelas Harya, data menunjukkan adanya peningkatan mobilitas masyarakat dalam satu bulan terakhir. Peningkatan itu terutama di simpul transportasi, pusat perbelanjaan, dan fasilitas publik.
Untuk mengurai permasalahan ini, Pemprov DKI Jakarta menerapkan kembali sistem ganjil-genap ke aturan lama. Kebijakan ganjil genap berlaku dari Senin hingga Jumat pada pukul 06.00-10.00 dan pukul 16.00-20.00. Pembatasan tersebut diterapkan pada 13 titik di ruas jalan Ibu Kota.
Di sisi lain, meski kapasitas angkut sudah dibolehkan sampai 100 persen, lanjut Harya, masyarakat belum merasa aman untuk kembali menggunakan transportasi umum. Walaupun sudah berangsur pulih, pandemi belum sepenuhnya berlalu dari Indonesia, terutama DKI Jakarta yang pernah menjadi provinsi dengan penambahan kasus positif harian terbanyak. Hal ini terlihat dari jumlah penumpang harian yang belum kembali ke tingkat sebelum pandemi.
”Faktanya jumlah penumpang harian belum kembali ke tingkat sebelum pandemi. Transjakarta, misalnya, mengangkut satu juta penumpang per hari pada Februari 2020, saat ini masih di kisaran 400.000 penumpang per hari,” jelanya.
Dalam jangka pendek, ia mengusulkan kebijakan ganjil genap perlu diimbangi dengan strategi untuk meningkatkan keamanan penumpang angkutan umum bertrayek. Dalam jangka menengah, ganjil genap sebagai kebijakan pembatasan lalu lintas perlu ditingkatkan menjadi jalan berbayar elektronik dan tarif parkir berbasis zona.
”Selanjutnya dalam jangka panjang, kita perlu mereformasi angkutan umum tak bertrayek agar lebih berorientasi pada surplus konsumen,” kata Harya.