Perlu Rencana Induk untuk Jaga Standar Kualitas Trotoar Perkotaan
Pembangunan trotoar di Jakarta belum seragam dalam hal material, desain, hingga pemenuhan aspek aman dan nyaman. Koalisi Pejalan Kaki dan pengamat menilai DKI perlu rencana induk yang menjadi panduan membangun trotoar.
Oleh
Helena F Nababan
·4 menit baca
Sampai dengan 2019, panjang trotoar di DKI Jakarta yang terbangun ulang atau terevitalisasi tercatat sepanjang 343 km atau 13 persen dari panjang total 2.600 km. Sayangnya, trotoar yang sudah terevitalisasi itu belum seragam dalam hal kenyamanan, keamanan, dan kelayakan untuk berjalan kaki.
Alfred Sitorus dari Koalisi Pejalan Kaki (KoPK), Senin (1/11/2021), menilai, mengacu pada standar pembangunan trotoar, sudah ada Peraturan Menteri PUPR No.03/PRT/M/2014 tentang Pedoman Perencanaan, Penyedian, dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan. Namun, detail pekerjaan trotoar diserahkan kepada setiap pemerintah daerah.
Untuk DKI Jakarta, kata Sitorus, sudah ada konsep pembangunan trotoar. Namun, sekali lagi, ia menyoroti, sejauh ini hasil pembangunan tersebut masih belum seragam.
Di kawasan Gelora Bung Karno (GBK), trotoar yang dibangun Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memiliki kualitas bahan atau material trotoar yang nyaman untuk berjalan kaki, juga memenuhi aspek kekesatan sehingga tidak licin saat hujan. Namun, dari aspek teknis, trotoar buatan Kementerian PUPR itu tidak aman untuk warga disabilitas karena posisi trotoar yang terlalu tinggi.
Ini akan menjadi panduan bagi kontraktor yang akan membangun trotoar di Jakarta.
Trotoar di ruas utama Sudirman-MH Thamrin yang dibangun Pemprov DKI Jakarta memiliki lebar yang membuat nyaman berjalan. Namun, dari segi pemilihan bahan atau material trotoar, saat hujan tidak bisa memberikan kenyamanan berjalan karena licin. Sementara dari aspek teknis, sudah mempermudah mobilitas warga disabilitas.
Hal lainnya yang disoroti KoPK, untuk trotoar di luar dua kawasan itu memiliki lebar yang tidak seragam. Selain itu, kontur atau muka trotoar masih naik turun. Seharusnya, pembangunan trotoar disesuaikan dengan letak atau jenis jalan untuk lebar, sementara untuk muka trotoar sebaiknya rata. Bukan trotoar yang mengikuti gerbang keluar masuk satu gedung, melainkan akses gedung yang mengikuti muka trotoar.
Dari pantauan KoPK, trotoar di DKI Jakarta masih banyak yang tidak aman dan tidak layak untuk berjalan kaki. Bisa dikatakan, Jakarta belum menjadi walkable city atau kota yang ramah bagi pejalan kaki.
Pengamat perkotaan dari Pusat Studi Perkotaan Nirwono Joga menyatakan, di situlah sebetulnya diperlukan adanya rencana induk trotoar. Di dalam rencana induk itu akan termuat titik-titik prioritas yang akan dibangun trotoar baru dengan kajian dan analisis kebutuhan, kemudian di dalam rencana induk itu juga akan tercantum standar bahan-bahan atau material trotoar yang diperlukan bagi pembangunan trotoar di DKI Jakarta.
”Ini akan menjadi panduan bagi kontraktor yang akan membangun trotoar di Jakarta,” kata Nirwono.
Dengan demikian, di seluruh DKI Jakarta akan memiliki standar trotoar yang sama, mulai dari material, rancangan secara estetika, dan rancangan teknisnya.
”Kalau saat ini kita melihat ada trotoar yang berwarna merah, kuning, hijau. Lalu juga ada trotoar yang ramai dengan ornamen dan bangku, sementara ubin pemandu bagi (penyandang) disabilitas tidak standar antara trotoar yang satu dan lainnya,” kata Nirwono.
Sitorus dan Nirwono menegaskan, rencana induk yang tengah disusun Dinas Bina Marga itu harus ditetapkan sebagai produk hukum supaya bisa menjadi panduan bagi kepala daerah berikutnya dan tidak diubah-ubah.
”Dengan rencana induk, target 2.600 km pembangunan trotoar itu juga bisa direncanakan sehingga target bisa dicapai,” kata Nirwono.
Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta Hari Nugroho yang dihubungi di sela-sela rapat kerja dengan DPRD DKI Jakarta terkait pembahasan rancangan APBD DKI 2022 di Cisarua, Puncak, menjelaskan, untuk pembangunan trotoar di DKI Jakarta, mengacu pada Pedoman Penataan Trotoar dan Kelengkapannya di Provinsi DKI Jakarta.
Dengan begitu, tidak terdapat perbedaan kualitas pembangunan yang dikerjakan, baik di jalan arteri, kolektor, lokal, maupun lingkungan.
”Pedoman tersebut bertujuan untuk memudahkan dalam pembangunan yang efektif dan efisien serta memberikan panduan untuk mencapai standardisasi kuantitas dan kualitas trotoar di DKI Jakarta, baik untuk kelengkapan fasilitas trotoar dan spesifikasi umum trotoar,” ujarnya.
Namun, seiring dengan kebutuhan dan perkembangan trotoar, saat ini Dinas Bina Marga DKI tengah menyusun rencana induk trotoar. ”Kami berkolaborasi dalam pembahasan atau focus group discussion (FGD) dengan para pemangku kepentingan sehingga kita akan punya pola desain dan tahapan dalam pembangunan trotoar di Jakarta,” kata Hari.
Hari menargetkan, setidaknya Desember 2021 DKI Jakarta sudah memiliki rencana induk trotoar tersebut. Apalagi, berdasarkan RPJMD, untuk tahun 2017-2022 target awal luas jalur pejalan kaki sebesar 2.547.875 meter persegi. Adapun target revitalisasi trotoar di DKI Jakarta tahun 2021 sepanjang kurang lebih 13,43 km dengan total anggaran Rp 98,917 miliar sesuai dengan APBD-P 2021. Sementara untuk rencana 2022, revitalisasi akan membangun trotoar seluas 72.774 meter persegi berdasarkan target RPJMD.