Buruh se-Banten khawatir upahnya tak sesuai dengan kebutuhan hidup layak lantaran pengusaha yang menentukan besarannya.
Oleh
Fransiskus Wisnu Wardhana Dhany
·2 menit baca
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Buruh mengangkut gula pasir yang akan dijual dengan harga eceran tertinggi pada kegiatan operasi pasar khusus gula pasir di Pasar Anyar, Kota Tangerang, Banten, Sabtu (16/5/2020).
TANGERANG, KOMPAS — Aliansi buruh se-Provinsi Banten meminta kenaikan upah minimum provinsi dan upah minimum kabupaten/kota serta kembalinya upah minimum sektoral kabupaten/kota. Ada kekhawatiran bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan merugikan mereka.
Dedi Sudarajat, Ketua DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Banten, menyebutkan, aliansi buruh se-Banten meminta kenaikan upah minimum provinsi tahun 2022 sebesar 8,95 persen, upah minimum kabupaten/kota sebesar 13,50 persen, dan pemberlakuan kembali upah minimum sektoral kabupaten/kota pada tahun 2021 dan 2022.
”PP No 36 Tahun 2021 membolehkan pengusaha menentukan upah buruh berdasarkan minimum provinsi atau kabupaten/kota. Namun, upah minimum provinsi lebih rendah ketimbang kabupaten/kota. Padahal, kebutuhan hidup layak berbeda-beda dan naik setiap tahun,” katanya, Selasa (2/11/2021).
Surat Keputusan Gubernur Banten Nomor 561/Kep.272-Huk/2020 tentang Penetapan UMK di Provinsi Banten Tahun 2021 menunjukkan, upah minimum provinsi sebesar Rp 2,4 juta. Sementara upah minimum kabupaten/kota berkisar Rp 2,75 juta hingga Rp 4,32 juta.
PP No 36 Tahun 2021 membolehkan pengusaha menentukan upah buruh berdasarkan minimum provinsi atau kabupaten/kota. Namun, upah minimum provinsi lebih rendah ketimbang kabupaten/kota.
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Para buruh yang bekerja di pabrik PT KMK Global Sports, Cikupa, Tangerang, Banten, bersiap menyambut kedatangan Presiden Joko Widodo, Selasa (30/4/2019).
Sejumlah serikat dan federasi buruh yang tergabung dalam Aliansi Buruh Banten Bersatu itu pun menggelar aksi unjuk rasa di Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten, Kota Serang. Selain tiga tuntutan tersebut, mereka juga menyoroti perusahaan yang membandel dengan tidak menerapkan upah minimum sesuai peraturan pemerintah.
Di sisi lain, asosiasi atau organisasi pengusaha disinyalir terus menekan pemerintah untuk mengeluarkan aturan yang lebih fleksibel dan menguntungkan kepentingannya.
”Contohnya, UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan PP No 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Pengusaha diberikan kebebasan dalam menentukan upah buruhnya akan memakai UMK atau UMP,” katanya.
Sebelumnya, Gubernur Banten Wahidin Halim menyebutkan, penetapan upah minimum provinsi dan kabupaten mengacu pada PP No 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Meski begitu, masih ada peluang kenaikan besaran upah walaupun tak signifikan.
Senada dengannya, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Banten Al Hamidi menuturkan, masih ada peluang kenaikan upah yang besarannya tergantung dari upaya provinsi. Pihaknya masih menunggu instruksi dari Kementerian Ketenagakerjaan paling lambat 21 November 2021.