Terjemahan "Suryakancana untuk Semua" ke dalam bahasa Ambon, Maluku.
Oleh
AGUIDO ADRI
·3 menit baca
Suryakancana, kawasan cagar budaya yang amat penting dalam sejarah ratusan tahun perjalanan Kota Bogor, Jawa Barat, kini tengah bersolek. Sebagian masyarakat setempat mendukung program Pemerintah Kota Bogor tersebut. Sebagian lagi mengkhawatirkan revitalisasi bakal mengusik jejak sejarah di sana.
Masyarakat pun mendorong pemkot agar selalu ingat bahwa Suryakancana adalah jantung Bogor yang menjadi milik semua warganya.
Amanat itu dirangkumkan dari suara warga Kota Bogor yang ditemui di sepanjang Jalan Suryakancana, Rabu (27/10/2021). Di kawasan yang dekat dengan Kebun Raya Bogor itu, sekarang ada beberapa spanduk membentang berisi penolakan revitlisasi. Salah satu spanduk menuduh program penataan area yang diyakini sudah ada sejak lebih dari 4 abad silam di zaman Kerajaan Sunda Pajajaran itu belum dilengkapi dengan studi kelayakan.
Kawasan ini tidak bisa dipandang sebagai kawasan ekonomi saja. Ada kisah dan catatan panjang sejarah dan nilai budaya yang harus juga dijaga.
Juan (64), pedagang aneka kue kering dan basah di Suryakancana, mengatakan, dirinya mewarisi banyak cerita kawasan itu di masa lalu dari orangtuanya. Hingga setengah abad lalu, Suryakancana lebih lengang, rapi, bersih, serta hijau.
”Namun, waktu cepat berjalan, Suryakancana mulai ramai. Menjadi mulai kurang terawat, jalan rusak, berlubang, berdebu. Tapi (sekarang) ada perbaikan, mulai ada perubahan yang sedang berjalan,” ujarnya, kemarin.
Oleh Presiden RI Soekarno, jalan di kawasan tersebut pernah dinamai Jalan Perniagaan pada pertengahan 1960-an. Pemerintah Kota Bogor menamai Jalan Suryakencana pada 1970-an. Lalu sekitar 2013, namanya menjadi Jalan Suryakancana.
Panjang jalan ini 300-400 meter, dari Gerbang Lawang Suryakancana yang diresmikan Pemkot Bogor pada Februari 2016 sampai simpang Jalan Roda-Gang Aut-Jalan Siliwangi, (Kompas, 20/11/2017). Perubahan nama ini sekaligus menandai masa-masa awal penataan area yang juga dikenal sebagai Pecinan Kota Bogor.
Seperti halnya kawasan strategis lain, Suryakancana terus berkembang seiring zaman dan pertumbuhan ekonomi. Pada masa penjajahan Belanda, di sana diyakini mulai terjadi pembauran permukiman China, masyarakat setempat, dan Arab yang semakin pesat.
Karakter fisik pecinan Bogor memudar seiring peran institusi sosial budaya masyarakat China yang juga perlahan luntur, terutama pada era Orde Baru. Bangunan Klenteng Hok Tek Bio (diperkirakan dibangun 1740) semakin tenggelam dalam keramaian dan perkembangan fisik lingkungan pasar, deretan rumah toko, dan bangunan modern lainnya. Bahkan, banyak bangunan tua bersejarah beberapa tahun terakhir berubah bentuk dan hilang berganti menjadi bangunan baru.
”Kawasan ini tidak bisa dipandang sebagai kawasan ekonomi saja. Ada kisah dan catatan panjang sejarah dan nilai budaya yang harus juga dijaga,” kata Wali Kota Bogor Bima Arya, Selasa (26/10/2021).
Oleh karena itu, kata Bima, kawasan Jalan Suryakancana harus ditata agar tidak semakin semrawut dan macet sehingga nilai sejarah dan identitas Kota Bogor yang tecermin di kawasan itu tidak semakin pudar atau bahkan hilang. Penataan kawasaan ini dinilai penting sebagai upaya memperat kebangsaan serta memperlihatkan nilai toleransi melalui berbagai festival kebudayaan dan kehidupan sehari-hari.
Juan pun menekankan agar pembangunan tidak mengesampingkan aspek historis kawasan tersebut. Sementara Setiawan (53), pedagang kuliner, tidak setuju dengan penataan Suryakancana. Ia menilai, penataan itu mengganggu aktivitas bongkar muat barang. Penataan trotoar juga dikhawatirkan akan membuat pengunjung sulit mendapat tempat parkir bagi kendaraannya. Ia pun waswas Suryakancana justru menjadi rawan banjir akibat penataan itu.
Jonas (47), warga sekaligus pedagang lainnya di Suryakancana, mengaku tidak tahu siapa yang memasang spanduk penolakan revitalisasi. Meski begitu, ia tidak khawatir. Ia yakin jika penataan selesai, Suryakancana akan lebih rapi dan membawa berkah untuk pedagang dan pengunjung.
Kini pembangunan masih berjalan. Pro-kontra suara warga setidaknya menjadi ”mata” yang akan terus mengawasi dan memastikan pembangunan berlangsung demi kepentingan bersama. Karena, Suryakancana memang ada untuk semua.