Meningkatkan Mutu Layanan Transjakarta Jadi Fokus Pascakecelakaan
Hasil investigasi kecelakaan tabrak belakang bus Transjakarta belum keluar.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pihak manajemen Transjakarta masih menunggu hasil investigasi pihak berwajib terkait tabrak belakang sesama bus Transjakarta yang menewaskan sopir dan satu penumpangnya di Halte Cawang Ciliwung, Jalan MT Haryono, Jakarta Timur, Senin (26/10/2021) sekitar pukul 08.30. Sebanyak 31 penumpang mengalami luka ringan ataupun berat, seperti terkena serpihan kaca dan patah tulang.
”Kami siap memberikan sanksi tegas kepada operator apabila terbukti bersalah dan lalai dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan. Kami masih menunggu hasilnya,” kata Direktur Operasional PT Transjakarta Prasetia Budi, Selasa (26/10/2021).
Manajemen PT Transportasi Jakarta atau Transjakarta juga berjanji meningkatkan pembinaan kepada operator bus yang bermitra dengan mereka. Kecelakaan dua bus kemarin melibatkan bus di bawah operator Bianglala Metropolitan (BMP).
Menurut Prasetia, pihaknya rutin memberi pengarahan kepada 10 operator. Selain BMP, ada PT Steady Safe (SAF), PT Mayasari Bakti (MYS), Koperasi Angkutan Jakarta (Kopaja), Pahala Kencana, dan lainnya.
Pengarahan biasanya membahas upaya mengefektifkan operasional bus dan memaksimalkan pelayanan kepada pelanggan. Selama masa pandemi, kegiatan itu dilakukan setiap tiga bulan. Namun, menyusul insiden kemarin, pengarahan akan semakin diperketat.
”Kami akan memperketat lagi kegiatan evaluasi dan pembinaan kepada operator. Hal ini untuk meminimalkan kejadian seperti ini terulang kembali ke depan,” kata Prasetia dalam keterangan tertulis.
Adapun terhadap para sopir dan pramudi, seperti diberitakan Kompas.com (12/6/2021), akan dilakukan uji kompetensi setiap tahun.
Namun, uji kompetensi baru bisa dilakukan jika Transjakarta dan operator telah menyepakati penawaran paket kontrak yang mengadopsi sistem di industri penerbangan, yaitu BDMI (bus, driver, maintenance, and insurance). Ini adalah konsep pengadaan transportasi yang tidak hanya menyewakan armadanya, tetapi juga pengemudi, teknisi, biaya perawatan, hingga asuransi.
Evaluasi
Pengamat transportasi Yayat Supriatna saat dihubungi berpendapat, evaluasi perlu dilakukan sekalipun hasil penyelidikan polisi nantinya menunjukkan adanya kelalaian manusia atau human error. ”Kalau penyebab utamanya faktor human error, kita harus memperbaiki cara kerja atau konteks sif jam kerja. Misalnya, kalau perlu di pul TJ ada wismanya, atau tempat tidur driver, itu lebih bagus. Jadi, faktor keselamatan dari pengemudi diutamakan, apalagi TJ ditarget peningkatan jumlah penumpang,” katanya.
Selain dorongan target, peningkatan jumlah penumpang selama pelonggaran mobilitas di masa pandemi juga menuntut Transjakarta dan operator mengefektifkan kinerja pengemudi dan pekerja lainnya. Pengecekan kesehatan bahkan juga perlu dilakukan rutin.
”Fakor kelelahan bisa menjadi hal yang sangat berbahaya. Sopir juga harus betul-betul sehat, tidak menggunakan obat-obatan, tidak terpengaruh alkohol, jadi riwayat kesehatan sangat penting. Apalagi ini pelayanan umum yang strategis,” ucapnya.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta, Gilbert Simanjuntak, juga meminta kasus kecelakaan ini diusut tuntas, termasuk oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Menurut dia, evaluasi tidak hanya pada manajemen sumber daya manusia yang menjalankan angkutan, tetapi juga biaya pemeliharaan bus.
”Masyarakat harus mendapat ketenangan saat menggunakan bus Transjakarta, dengan PSO (dana pelayanan publik) lebih kurang Rp 3 triliun per tahun yang diterima Transjakarta dari pajak rakyat,” ujar politisi dari Fraksi PDI-P tersebut.
Ia pun meminta agar pengelolaan anggaran itu dilakukan secara transparan, baik oleh perusahaan maupun Pemprov DKI Jakarta. Ini untuk memastikan masyarakat tahu upaya-upaya pihak terkait dalam mengutamakan unsur keselamatan dan keamanan bertransportasi.