Dinas Lingkungan Hidup DKI Targetkan Perbarui Kerja Sama TPST Bantargebang pada 26 Oktober
Dinas LH DKI Jakarta menargetkan penandatanganan perjanjian kerja sama dengan Pemkot Bekasi terkait pemanfaatan TPST Bantargebang bisa dilakukan 26 Oktober mendatang. Sejumlah perubahan perjanjian masih difinalisasi.
Oleh
Helena F Nababan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta akan memperbarui perjanjian kerja sama terbaru dengan Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat, terkait pemanfaatan Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu atau TPST Bantargebang periode 2021-2026. Hal itu diharapkan ditandatangani pada 26 Oktober mendatang.
Kepala Seksi Penyuluhan dan Hubungan Masyarakat Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Yogi Ikhwan, Minggu (17/10/2021), menjelaskan, saat ini perjanjian kerja sama (PKS) TPST Bantargebang masih dalam proses finalisasi.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto secara terpisah menjelaskan, saat ini Dinas LH DKI dengan Pemkot Bekasi sedang dalam proses revisi adendum PKS. Ada sejumlah hal perubahan yang tengah dibahas.
Menurut Asep, di antaranya pemulihan dan pencegahan, kemudian ada pendidikan, kesehatan, juga bantuan langsung tunai (BLT). Dalam perjanjian terbaru akan ada penambahan untuk peningkatan sarana kebersihan Bekasi dan jumlah keluarga penerima BLT.
Selama ini penerima BLT tercatat 18.000 keluarga. Dalam proses revisi, ada usulan untuk menambah 6.000 keluarga menjadi 24.000 keluarga.
”Di Kecamatan Bantargebang itu ada empat kelurahan. Tapi, selama ini yang menerima dana BLT hanya tiga kelurahan. Pemkot Bekasi ingin dengan PKS baru ini ada penambahan satu kelurahan lagi, dari tiga menjadi empat,” kata Asep.
Untuk penyaluran BLT itu, menurut Asep, besaran kompensasi tersebut sudah ada formula atau perhitungannya. Selama permintaan masih sesuai perhitungan, menurut Asep, akan bisa diakomodasi.
”Selama memang nilai konpensasi sesuai, itu akan diserahkan kepada Pemkot Bekasi,” ujar Asep.
Untuk itu, menurut Asep, saat ini proses revisi adendum PKS masih berlangsung. ”Target kami dengan kota Bekasi bisa selesai dan tanda tangan sebelum 26 Oktober,” ujar Asep.
Sayangnya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi Yayan Yuliani Yuliana yang coba dikonfirmasi melalui aplikasi pesan singkat tidak memberikan penjelasannya. Ia hanya membaca pesan tersebut.
Untuk TPST Bantargebang, Asep menyebutkan, kapasitas bisa dikatakan sudah kritis. Itu sebabnya, pada 2021 Dinas LH DKI berupaya membangun dua fasilitas pengolahan sampah di Bantargebang.
Pengolahan sampah yang dimaksud adalah mengelola sampah lama dan mengelola sampah baru dengan kapasitas 1.000 ton per hari. Pengolahan sampah terpadu itu disebut pengolahan sampah refused derived fuel (RDF).
”Jadi nanti hasil olahan sampah lama dan sampah baru itu menjadi menjadi RDF dan itu jadi batubara muda yang bisa dimanfaatkan untuk industri semen,” ujarnya.
Untuk pembangunan dua pengolahan sampah itu, Dinas LH sudah mendapatkan surat semacam letter of interest (LoI) dari pabrikan semen dan mereka siap menerima RDF dari Bantargebang.
”Insya Allah awal Desember 2021 kami sudah mulai konstruksi. Jadi kami mengolah 1.000 ton sampah lama dan 1.000 ton sampah baru jadi sekitar 750 ton RDF atau bahan bakar batu bara muda,” ujar Asep.
Anggota Fraksi Partai Solidaritas Indonesia DPRD DKI Jakarta August Hamonangan, melalui keterangan tertulis, menilai, Pemprov DKI Jakarta belum serius mengelola sampah Jakarta. Di satu sisi, DKI Jakarta mesti terus memperbarui kontrak dengan Pemkot Bekasi atas pemanfaatan Bantargebang dengan kapasitas tampung yang terus terbatas, di sisi lain pembangunan proyek Intermediate Treatment Facilities (ITF) Sunter yang digadang-gadang dapat menggantikan Bantargebang, juga tiga ITF lainnya, saat ini jalan di tempat.
Proyek yang dimulai sejak 2018 itu terhenti karena kesulitan pendanaan setelah mundurnya mitra asing, Fortum. ”Pemprov DKI perlu serius mengevaluasi kebijakan pengelolaan sampah Jakarta dan mencari solusi pembangunan empat ITF,” kata August.