Rencana ”Booster” Guru Berpotensi Langgar Kesetaraan Vaksinasi Covid-19
Di saat Kota Bekasi berencana memberikan vaksinasi dosis tiga bagi guru, ada sebagian daerah di Jawa Barat yang akan kehabisan stok vaksin dalam beberapa hari ke depan.
Oleh
STEFANUS ATO
·5 menit baca
BEKASI, KOMPAS — Publik mendesak Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat, menghentikan rencana pemberian vaksin dosis tiga atau booster bagi kalangan di luar tenaga kesehatan. Rencana vaksinasi booster bagi guru dan tenaga pendidik di Kota Bekasi berpotensi melanggar prinsip keadilan dan kesetaraan vaksinasi.
Koalisi Masyarakat untuk Akses Keadilan Kesehatan yang terdiri dari Transparency International Indonesia, LaporCovid-19, LBH Jakarta, ICW, YLBHI, Lokataru, LBH Masyarakat, dan Indonesia for Global Justice, menilai rencana Pemerintah Kota Bekasi melaksanakan vaksinasi booster tak hanya berpotensi melangkahi instruksi Menteri Kesehatan tentang ketentuan pemberian vaksinasi dosis ketiga selain tenaga kesehatan. Rencana itu juga sangat berpotensi melanggar prinsip kesetaraan dan keadilan vaksin.
”Serta menunjukkan bahwa penyelenggaraan vaksinasi masih dilakukan serampangan sehingga melanggar prinsip kesetaraan vaksinasi. Capaian vaksinasi di Kota Bekasi hingga 4 Oktober 2021 baru 66,39 persen penduduk yang mendapatkan untuk dosis pertama dan 46,15 persen untuk dosis kedua. Capaian vaksinasi untuk penduduk berusia lanjut di Kota Bekasi juga masih rendah, yakni 41,78 persen untuk dosis pertama dan dosis kedua 31,35 persen,” kata Agus Sarwono, anggota koalisi dari Transparency International Indonesia, melalui siaran pers, Rabu (6/10/2021), di Jakarta.
Berdasarkan data capaian vaksinasi itu, kata Agus, Pemerintah Kota Bekasi seharusnya memprioritaskan kuota vaksin Covid-19 kepada lansia yang belum mendapatkan vaksin dosis pertama dan kedua. Sementara itu, jika Pemkot Bekasi khawatir vaksin yang tersedia bakal kedaluwarsa, maka vaksin tersebut sebaiknya diberikan kepada daerah sekitar yang masih kekurangan vaksin.
Dari data Koalisi Masyarakat untuk Akses Keadilan Kesehatan, daerah tetangga Bekasi masih rendah cakupan vaksinasinya. Di Kabupaten Bekasi, capaian vaksinasi baru 59,29 persen penduduk untuk dosis pertama, Kabupaten Karawang baru 50,72 persen, Purwakarta 50,72 persen, dan Subang baru 29,87 persen. Selain itu, masih terdapat kota dan kabupaten di Jawa Barat yang sudah kekurangan stok vaksin, seperti Kabupaten Tasikmalaya yang stok vaksinnya akan habis dalam 3 hari, Kabupaten Ciamis habis dalam 4 hari, dan Kabupaten Pangandaran hanya tersisa vaksin untuk 6 hari.
”Vaksin yang sudah mendekati kedaluwarsa melimpah di Kota Bekasi juga menunjukkan distribusi yang serampangan oleh Kementerian Kesehatan. Tata kelola distribusi vaksin jenis Pfizer dan Moderna yang selama ini berlangsung hanya diprioritaskan kepada daerah yang sudah memiliki infrastruktur rantai dingin yang baik,” kata Agus.
Kedua jenis vaksin ini memang membutuhkan perlakuan khusus. Sementara itu, pemerintah telah lama merencanakan program vaksinasi dengan menggunakan dua jenis vaksin tersebut. Artinya, Kementerian Kesehatan sudah selayaknya perlu mempersiapkan logistik pendukung yang menunjang vaksin dengan penanganan khusus kepada daerah di luar kota Bekasi.
Agus menambahkan, pemberian vaksin dosis ketiga kepada tenaga pendidik dan guru oleh Pemerintah Kota Bekasi juga bisa menjadi preseden buruk apabila tidak segera dievaluasi. Sebab, ada kemungkinan akan diikuti oleh pemerintah kota/kabupaten lain. Praktik buruk yang menimbulkan ketimpangan distribusi vaksin ini dinilai melanggar ketentuan Undang-Undang Kesehatan, Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan, dan Undang-Undang Wabah Penyakit Menular yang mengamanatkan kesetaraan setiap orang dalam mengakses vaksinasi untuk penanggulangan kedaruratan kesehatan.
Dari berbagai persoalan itu, Koalisi Masyarakat untuk Akses Keadilan Kesehatan mendesak pemerintah menghentikan rencana pemberian vaksinasi dosis ketiga di luar kelompok tenaga kesehatan. Pemerintah juga didesak memastikan proses distribusi vaksin dari pusat kepada pemerintah daerah memperhatikan aspek capaian dan stok vaksin yang terbatas.
”Pemerintah juga harus memastikan infrastruktur rantai dingin terdistribusikan ke daerah-daerah yang masih kekurangan stok vaksin sehingga vaksin jenis Pfizer dan Moderna dapat didistribusikan ke daerah-daerah yang membutuhkan. Pihak yang memberikan vaksin dosis ketiga kepada kelompok nontenaga kesehatan harus ditindak tegas,” ucap Agus.
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi, Senin (4/10/2021), mengatakan, penyuntikan vaksin booster bagi guru dan tenaga pendidik di Kota Bekasi sudah dimulai. Ia tak menyebut detail jumlah guru yang sudah menerima vaksinasi booster. ”Booster bagi guru sebagian sudah berjalan. Makanya, waktu kami kumpulkan (para guru), siapa yang mau, ayo, harus booster. Vaksin booster bisa pakai vaksin Moderna, bisa Pfizer,” kata Rahmat.
Rahmat menambahkan, meski belum ada anjuran dari Kementerian Kesehatan agar vaksinasi booster diberikan kepada pihak di luar tenaga kesehatan, vaksinasi booster bagi guru dan tenaga pendidik diberikan dengan tujuan meningkatkan imunitas guru serta menjaga agar kuota vaksin yang tersedia tidak kedaluwarsa. Vaksinasi booster juga diharapkan kian memperlancar kegiatan pembelajaran tata muka (PTM) terbatas di kota tersebut.
Pernyataan berbeda disampaikan Kepala Dinas Kesehatan Kota Bekasi Tanti Rohilawati. Menurut Tanti, Dinas Kesehatan Kota Bekasi masih berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan terkait rencana vaksinasi dosis tiga atau booster bagi guru dan tenaga pendidikan. Vaksinasi booster untuk guru dinilai penting karena mereka merupakan pelayan publik yang bersentuhan dengan siswa.
”Kami konsultasi ke Kemenkes untuk memastikan itu (guru) termasuk kelompok yang sama dengan tenaga kesehatan atau bagaimana. Teknisnya kami konsultasikan dulu karena guru ini berhadapan dengan anak-anak sehingga perlu antisipasi kekuatan fisik dan imunitasnya,” kata Tanti, Selasa (5/10).
Juru bicara vaksinasi Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan, vaksinasi booster sejauh ini hanya diperuntukkan bagi tenaga kesehatan. Vaksinasi booster tidak seharusnya diberikan di luar peruntukan. Meski demikian, pengaturan penggunaan vaksin merupakan kewenangan pemerintah daerah.
”Ini sudah kewenangan pemerintah daerah setempat. Pemerintah daerah memastikan penggunaaan vaksin sesuai dengan sasarannya,” kata Siti, Senin (4/10/2021).
Bukan prioritas
Menurut Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Soebandrio, prioritas vaksinasi saat ini adalah menyelesaikan vaksinasi dosis satu dan dosis dua. Tujuannya untuk segera mencapai herd immunity atau kekebalan komunal.
”Semakin cepat herd immunity itu dicapai, kita akan bisa memperlambat kecepatan virus bermutasi. Jadi, target pencapaian penyuntikan itu harus segera diselesaikan,” ucap Amin.
Selain itu, lanjut Amin, ketersediaan vaksin juga cukup terbatas. Vaksinasi booster nantinya memang diperlukan, tetapi sampai saat ini belum ada kepastian waktu kapan vaksinasi booster itu harus diberikan. Pedoman internasional juga belum ada terkait vaksinasi booster.
”WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) pun rekomendasinya adalah vaksinasi pertama dan kedua sebaiknya diselesaikan dulu. Jadi memperluas vaksinasi (dosis satu dan dua) saat ini lebih penting ketimbang booster. Vaksinasi booster bukan tidak penting, melainkan saat ini belum prioritas,” ucap Amin.