Usut Pencemaran Parasetamol, Dinas LH DKI Ambil Sampel Air Teluk Jakarta
Hasil penelitian Badan Riset dan Inovasi Nasional dan Universitas Brighton-Inggris merilis adanya pencemaran parasetamol di perairan Teluk Jakarta. DKI menindaklanjuti dengan pengambilan sampel untuk identifikasi terkini
Oleh
Helena F Nababan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta menindaklanjuti hasil riset yang menyatakan terdapat konsentrasi parasetamol cukup tinggi di Teluk Jakarta. Tim dari dinas melakukan pengambilan sampel air laut di dua titik untuk memastikan pencemaran dan mengidentifikasi sumber pencemaran untuk pengambilan tindak lanjut.
Pelaksana Tugas (PLT) Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Syaripudin, Minggu (3/10/2021), melalui keterangan tertulis menjelaskan, pengambilan sampel air laut dilakukan pada Sabtu (2/10/2021) di Ancol dan Muara Angke. ”Hal ini untuk memastikan apakah pencemaran tersebut masih berlangsung sampai saat ini karena pengambilan sampelnya pada riset tersebut dilakukan 2017-2018,” katanya.
Dari sampel air laut yang diambil, dinas juga berupaya mengidentifikasi sumber pencemarannya. ”Sehingga akan ada langkah yang diambil untuk menghentikan pencemaran tersebut,” kata Syaripudin.
Jika dugaan kandungan parasetamol ini berdampak pada makhluk hidup dan ekosistem Teluk Jakarta, maka ini akan semakin membebani masyarakat pesisir.
Kepala Seksi Penyuluhan dan Hubungan Masyarakat Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Yogi Ikhwan menjelaskan, sampel air laut itu kemudian dibawa ke laboratorium kesehatan daerah milik Dinas Kesehatan DKI Jakarta untuk diteliti. Hasilnya baru akan diketahui beberapa waktu kemudian, kurang lebih dalam 14 hari.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menjelaskan, dinas lingkungan memiliki program penelitian dan pemantauan air laut setiap enam bulan sekali. ”Ini kita tunggu hasil pemantauannya,” kata Ahmad Riza.
Syaripudin melanjutkan, pemantauan rutin kualitas air laut itu dilakukan minimal per enam bulan sekali berdasarkan 38 parameter yang baku mutunya diatur dalam PP Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Namun, parameter kontaminan jenis parasetamol ini tidak diatur secara spesifik di sana.
”Kami berkomitmen mendalami dan menelusuri sumber pencemarnya dan mengambil langkah untuk menghentikan pencemaran tersebut,” ujar Syaripudin.
Pencemaran parasetamol di Teluk Jakarta itu diketahui dari hasil penelitian para peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Dilansir oleh para peneliti BRIN, secara teori sumber sisa parasetamol ada di perairan Teluk Jakarta dapat berasal dari tiga sumber, yaitu ekskresi akibat konsumsi masyarakat yang berlebihan, rumah sakit, dan industri farmasi.
Jumlah penduduk yang tinggi di kawasan Jabodetabek dan jenis obat yang dijual bebas tanpa resep dokter berpotensi sebagai sumber kontaminan di perairan. Sementara sumber potensi dari rumah sakit dan industri farmasi dapat diakibatkan sistem pengelolaan air limbah yang tidak berfungsi optimal sehingga sisa pemakaian obat atau limbah pembuatan obat masuk ke sungai dan akhirnya ke perairan pantai.
Direktur Eksekutif Walhi DKI Jakarta Tubagus Soleh Ahmadi secara terpisah mengatakan, adanya hasil penelitian BRIN yang menemukan kandungan parasetamol di Teluk Jakarta menunjukkan Pemprov DKI belum cukup serius melakukan perlindungan terhadap Teluk Jakarta. Padahal, revitalisasi Teluk Jakarta merupakan salah satu kegiatan strategis daerah. Temuan ini semakin menambah daftar panjang beban pencemaran di Teluk Jakarta.
Seharusnya di tengah menyusun upaya revitalisasi, pencegahan terhadap beban pencemaran dilakukan terlebih dahulu, termasuk menginventarisasi segala jenis pencemaran.
”Meskipun parasetamol bukan termasuk parameter pencemaran, bukan berarti Pemprov DKI abai terhadap parameter-parameter lainnya yang mencemari Teluk Jakarta. Jika dugaan kandungan parasetamol ini berdampak pada makhluk hidup dan ekosistem Teluk Jakarta, maka ini juga akan semakin membebani masyarakat pesisir dan nelayan yang ruang hidupnya sangat bergantung dengan keberlangsungan Teluk Jakarta,” katanya.
Walhi Jakarta meminta Pemprov DKI Jakarta untuk mendalami temuan BRIN dan mengkaji lebih luas dampak yang ditimbulkan kepada ekosistem teluk Jakarta, mengevaluasi segera dan memonitor seluruh fasilitas kesehatan di Ibu Kota dalam hal penanganan limbah, serta membuka kepada publik terkait rencana revitalisasi Teluk Jakarta dan hasil pemantauan yang telah dilakukan secara berkala kepada publik.