Menjaga Marwah Kebun Raya Bogor
BRIN menyatakan berusaha meningkatkan fasilitas riset-inovasi dengan sejumlah pembenahan dan perbaikan agar sejalan dengan lima tugas dan fungsi Kebun Raya Bogor.
Pertunjukan cahaya di malam hari atau Glow dinilai tidak menghilangkan aktivitas riset dan konservasi yang menjadi ruh Kebun Raya Bogor di jantung Kota Bogor, Jawa Barat. Meski begitu, kajian dampak Glow tetap harus dilakukan oleh para peneliti idependen. Konservasi tumbuhan, penelitian, pendidikan, wisata ilmiah, dan jasa lingkungan pun wajib dipastikan berjalan secara seimbang dan proporsional.
Pelaksana tugas Deputi Bidang Infrastruktur Riset dan Inovasi Basan Riset dan Inovasi Nasional, Yan Rianto, mengatakan, hingga saat ini tidak ada bangunan tambahan di area wisata malam Glow di Kebun Raya Bogor (KRB) yang diinisiasi dan dikelola oleh PT Mitra Natura Raya.
”Glow sebagai program eduwisata yang inovatif terinspirasi dari berbagai kebun raya di luar negeri yang telah membuka wisata malam lebih dulu,” kata Yan saat jumpa pers Kamis (30/9/2021) malam.
Tidak benar wisata akan mengalahkan konservasi atau wisata meniadakan riset.
Sejumlah kebun raya yang memiliki program sejenis Glow, antara lain, terdapat di Desert Botanical Garden (Phoenix, Arizona), Singapore Botanic Gardens (Singapura), Fairchild Tropical Botanic Garden (Miami, USA), Atlanta Botanical Garden (Atlanta), dan Botanical Garden Berlin (Jerman).
”Glow banyak dilakukan di kebun raya lain di luar negeri. Selain mendatangkan publik untuk diedukasi, pada saat bersamaan merencanakan berbagai penelitian terkait dampak cahaya led. Kita tahu tanaman pasti ada dampak atau efek dari lampu. Kemungkinan berdampak, tapi seperti apa dampaknya, teman-teman sedang mendesain penelitiannya,” kata Yan.
Ia mengatakan, BRIN berusaha dan merencanakan peningkatan fasilitas riset-inovasi dengan sejumlah pembenahan dan perbaikan agar sejalan dengan lima tugas dan fungsi KRB. Lima tugas dan fungsi penting itu adalah konservasi tumbuhan, penelitian, pendidikan, wisata ilmiah, dan jasa lingkungan. Ketiga fungsi pertama merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan menjadi acuan bersama seluruh kebun raya di dunia.
Terkait lima tugas dan fungsi KRB, Pelaksana tugas Direktur Kemitraan dan Kebun Raya, Hendrian, mengatakan tidak ada satu fungsi mengalahkan fungsi lainnya. Kelimanya terus diupayakan secara seimbang, proporsional, dan berjalan bersamaan.
”Tidak benar wisata akan mengalahkan konservasi atau wisata meniadakan riset. Kelimanya kami pegang secara utuh dan optimalisasi proporsional,” tuturnya.
Hendrian melanjutkan, riset dan konservasi menjadi bagian tugas utama. Peningkatan infrastruktur dan fasilitas tidak menghilangkan fungsi ilmiah yang menjadi ruh KRB. Kelap-kelip lampu Glow tidak mengalahkan fungsi riset yang sudah berjalan dan akan terus berjalan ke depannya.
Pelaksana tugas Kepala Pusat Riset Konservasi Tumbuhan dan Kebun Raya-BRIN, Sukma Surya Kusumah, menambahkan, ada perbedaan kondisi saat sebelum dan sesudah keberadaan cahaya lampu. Oleh karena itu, pihaknya sedang meriset desain fakta dari Glow.
Meski begitu, perlu diperhatikan pula riset harus menyeluruh tidak hanya terkait lampu, tetapi juga terkait polusi di wilayah sekitar yang bisa berpengaruh terhadap kondisi lingkungan di KRB
”Harus kami ukur semuanya komparasinya. Jadi hasil kajian kami secara obyektif mungkin beberapa faktor memengaruhi. Sedang kami desain dan kaji supaya hasilnya terukur dan ilmiah. Mudah-mudahan bisa ter-publish,” katanya.
Direktur Sales dan Marketing PT Mitra Natura Raya Michael Bayu A Sumarijanto mengatakan, dari hasil survei yang mereka lakukan, sekitar 90 persen pengunjung di Kebun Raya Bogor hanya untuk berolahraga dan berswafoto. Padahal salah satu misi utama dari lima tugas dan fungsi KRB adalah edukasi. Oleh karena itu, perlu ada inovasi dalam hal edukasi wisata seperti Glow.
Baca juga: Menunggu Kepastian Nasib Atraksi ”Glow” di Kebun Raya Bogor
Glow dinilai sebagai perwujudan inovasi dalam hal edukasi wisata yang dikembangkan untuk menarik generasi milenial dan pengunjung segala usia agar lebih mengenal kekayaan flora Indonesia serta memberikan kesadaran tentang konservasi tumbuhan.
Selain itu, pertunjukan Glow tidak serta-merta jalan sendiri tanpa melibatkan pihak BRIN. Perlengkapan Glow pun dinilai ramah terhadap serangga dan tanaman.
”Ingar bingar (cahaya) itu hanya sampulnya. Jadi diharapkan setelah mengikuti program ini, pesan edukasi sampai, pengunjung semakin peduli pada konservasi, menambah pengetahuan hayati di KRB. Glow menyuguhkan konten edukasi tentang tumbuhan hayati dan sejarahnya dalam bentuk narasi audio visual,” kata Bayu.
Area program eduwisata Glow menggunakan sekitar `10 persen lahan dari total lahan KRB seluas 87 hektar. Lokasi zona tematik Glow yang berada tidak jauh dari jalan raya itu memiliki 6 zona, yaitu zona Taman Pandan, Taman Meksiko, Taman Akuatik, Lorong Waktu, Taman Astrid, dan zona Ecodome sekaligus lokasi penjemputan.
Setiap zona menyuguhkan aktraksi cahaya yang dibalut dengan narasi audio visual. Puncak dari pertunjukan atraksi cahaya berada di Taman Astrid. Tembakan pedar cahaya seperti laser ke pepohonan membentuk animasi yang bercerita tentang KRB dengan lantunan musik tradisi Sunda mulai prasasti batu tulis, VOC, kemerdekaan, hingga perjalanan konservasi hayati dan flora.
Bayu menambahkan, wisata malam Glow, menurut rencana, berlangsung pada Sabtu dan Minggu pada pukul 18.00-21.20. Dalam wisata malam akan ada enam kelompok. Satu kelompok maksimal 50 pengunjung. Pada 23.00 seluruh pengunjung harus meninggalkan lokasi KRB.
”Untuk pengamanan kami juga berkoordinasi dengan Setneg, Paspampres, Armed,” lanjutnya.
Jaga lima fungsi dan tugas KRB
Yan menjelaskan, sejumlah bangunan, seperti rumah sembilan dan lapangan tenis, akan diganti dengan green house. Hal itu bertujuan menguatkan lima tugas dan fungsi KRB. Penguatan serta menjalankan tugas dan fungsi itu juga seperti nasihat yang disampaikan oleh para mantan kepala KRB yang menyikapi dengan krits pelaksanaan Glow.
”Para pendahulu di KRB, kami menganggap sebagai nasihat. Mereka guru-guru kami. Akan kami ajak kongkow. Kami harus meningkatkan marwah itu. Meningkatkan infrastruktur termasuk mengonversi hal-hal yang tidak sesuai dengan lima fungsi itu. Glow hanya satu inovasi untuk bisa mengundang masuknya edukasi,” ujar Yan.
Menurut Yan, jika pertunjukan glow tertunda, justru pihaknya tidak bisa melanjutkan riset.
”Wilayahnya terbatas di 10 persen wilayah KRB dengan waktu dan hari yang terbatas pula. Justru di situ kesempatan BRIN menjadikan penelitian. Ada 25 jenis tanaman ditanam di situ, sisanya tanaman biasa. Kami akan komparasi dengan kebun raya lainnya yang 90 persen tidak terpapar cahaya. ini kombinasi penelitian yang sudah dirancang," katanya.
Mantan Kepala Kebun Raya Indonesia, yang terdiri dari Made Sri Prana (1981-1983), Usep Soetisna, Suhirman (1990-1997), Dedy Darnaedi (1997-2003), dan Irawati (2003-2008), mengirimkan surat terbuka atas rencana atraksi sinar lampu.
Dalam surat itu mereka mengatakan, berbagai kegiatan dan program yang dikembangkan di Kebun Raya Indonesia selalu berpegang pada lima tugas dan fungsi sekaligus fungsi marwah kebun raya.
Baca juga : Revitalisasi Kebun Raya untuk Tingkatkan Edukasi
Menurut mereka, rencana Glow membuat atraksi sinar lampu di waktu malam berpotensi mengubah keheningan malam KRB. Nyala dan kilau lampu dikhawatirkan akan mengganggu kehidupan hewan dan serangga penyerbuk. Nature Communication melaporkan, penggunaan lampu berlebihan di waktu malam akan mengganggu perilaku dan fisiologi serangga penyerbuk, nokturnal ataupun diurnal.
Lebih jauh, Knop et al (2017) melaporkan, kunjungan polinator berkurang sampai 62 persen pada komunitas tumbuhan yang ia teliti, yaitu yang terganggu daur hidupnya karena intervensi pihak lain. Dampak gangguan serupa pada tumbuhan tertentu lainnya, yaitu terjadinya penurunan produksi buah hingga 13 persen.
”Kita belum mengetahui secara pasti kehidupan malam serangga penyerbuk tumbuhan tropika, tetapi dampak yang sama besar kemungkinan akan terjadi di Kebun Raya,” demikian salah satu kalimat dalam surat itu.
Tidak hanya itu, jalan setapak yang tersusun oleh batu kali khas KRB, kini di banyak bagian telah dicor dengan semen. Tidak hanya mengurangi keindahan jalan batu gico, tapi juga mengurangi resapan air. Air yang tidak meresap, mengalir di selokan dan langsung menuju sungai. Akibatnya, volume sungai akan meningkat. Besar kemungkinan akan berkontribusi pada luapan sungai penyebab banjir di Jakarta.
Mereka menilai, memelihara ekohidrologi di KRB sangat penting. Hal itu sudah lama dilakukan dengan mengurangi jumlah bangunan dan menggantinya dengan koleksi tumbuhan, sesuai dengan Peraturan LIPI Nomor 4/2019 tentang Pembangunan Kebun Raya, batas luas maksimal pembangunan fisik (pengerasan lahan) di KRB adalah 20 persen dari luas total kebun raya.
Dengan pengecoran jalan batu gico dan pemadatan di berbagai tempat diperkirakan akan melebihi batas maksimal 20 persen. Berkurangnya resapan air juga dikhawatirkan memengaruhi debit lima mata air alami di KRB.
Kelima mantan Kepala Kebun Raya Indonesia itu memberikan masukan agar segera mendapat perhatian. Masukan itu seperti, pertama, perlunya meninjau kembali rencana Glow di KRB yang pasti akan mengusik keheningan malam kebun raya itu dan mengganggu fungsi serangga polinator dan hewan penyerbuk lainnya.
Kedua, sebaiknya segera dihentikan pembangunan fisik, termasuk pengecoran jalan gico, yang akan mengurangi resapan air yang diperlukan oleh tumbuhan dan untuk usaha mengurangi kontribusi air penyebab banjir di Jakarta.