Langkah Awal Menjanjikan Penataan Stasiun di Ibu Kota
Meski tujuannya membentuk sistem transportasi terintegrasi, penataan stasiun di DKI Jakarta masih tahap awal. Perlu penataan berkelanjutan.
Rabu (29/9/2021) pagi, Nasrul (45) warga Pamulang, Tangerang Selatan, celingukan di tengah koridor berkanopi di sisi barat Stasiun Tebet. Ia hendak melanjutkan perjalanan dengan Transjakarta ke area Tebet Dalam, tetapi tidak mendapati halte yang ia cari.
”Sudah berubah, ya? Dulu begitu keluar stasiun, saya mesti melewati area PKL untuk menuju halte Transjakarta,” katanya.
Ia lega saat melihat bus Transjakarta berhenti di depan plaza transit. Koridor berkanopi itu melindungi pejalan kaki seperti Nasrul, yang merasa senang dibuatkan jalur khusus luas tanpa harus berdesakan dengan pedagang. Sayangnya, petunjuk arah menuju bus masih kurang.
Inti dari semua penataan stasiun itu, kita bisa menyediakan integrasi antarmoda yang lebih baik. Untuk memudahkan orang berpindah dari moda transportasi satu ke yang lainnya. (Silvia Halim).
Perubahan wajah stasiun Tebet yang lebih rapi dan tertata merupakan bagian dari penataan stasiun tahap II yang meliputi Stasiun Palmerah, Stasiun Gondangdia, Stasiun Manggarai, Stasiun Tebet, dan Stasiun Jakarta Kota. Penataan kembali kawasan atau revitalisasi kawasan ini kelanjutan dari empat stasiun sebelumnya, yaitu Stasiun Juanda, Stasiun Pasar Senen, Stasiun Tanah Abang, dan Stasiun Sudirman.
Baca Juga: Setelah Empat Stasiun, Ditargetkan Penataan Lima Kawasan Terpadu di DKI
Terwujudnya penataan kawasan stasiun merupakan bagian dari cita-cita lama Pemprov DKI Jakarta. Simpul-simpul stasiun selalu menjadi titik-titik kepadatan kendaraan, baik kendaraan pribadi ataupun angkutan umum, berkumpulnya manusia, ataupun ramainya PKL. Alhasil titik stasiun sering kali menjadi salah satu biang kemacetan serta membuat kawasan menjadi semrawut.
Bagi penumpang yang hendak menuju atau keluar dari angkutan umum utama, seperti kereta komuter, kepadatan itu jelas tidak membuat nyaman apalagi aman untuk bergerak. Menata kawasan pun tak terelakkan.
Demi layanan lebih baik
Semua bermula dari rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo pada awal 2019 yang meminta supaya sistem transportasi di Jabodetabek menjadi sistem terintegrasi. Januari 2020, terbentuklah PT Moda Integrasi Jabodetabek atau PT MITJ, anak perusahaan bentukan PT MRT Jakarta dan PT KAI.
PT MITJ dibentuk dengan dua tugas pokok. Pertama, mengelola integrasi antarmoda di Jabodetabek yang melingkupi enam hal, yaitu integrasi fisik, manajemen, layanan, tiket, sumber informasi, dan branding. Kedua, MITJ dibentuk untuk pengembangan kawasan berorientasi transit (KBT) di titik stasiun KCI dengan prioritas awal di tujuh stasiun.
Baca Juga: Penataan Fisik Stasiun Baru Langkah Awal
Untuk integrasi fisik antarmoda, sudah dimulai tahun lalu dengan penataan empat stasiun pada penataan tahap pertama. Lalu, dilanjutkan penataan tahap kedua yang dikerjakan PT KAI, PT MRT Jakarta, dan PT MITJ yang telah didahului kajian.
”Inti dari semua penataan stasiun itu, kita bisa menyediakan integrasi antarmoda yang lebih baik. Untuk memudahkan orang berpindah dari moda transportasi satu ke yang lainnya khususnya dari kereta KCI ke bus, angkot, angkutan online, dan lainnya,” kata Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta Silvia Halim, Kamis (30/9/2021) pada Forum Jurnalis MRT Jakarta. Penataan juga cara menciptakan area publik yang cukup memadai untuk menerima tumpahan penumpang dan juga untuk menunjang aktivitas di sekitar stasiun,
Pada penataan tahap dua, ada dua stasiun yang sudah selesai dan diresmikan, Rabu (29/09/2021) oleh Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, dab Gubernur DKI Anies Baswedan. Keduanya, yaitu stasiun Tebet dan stasiun Palmerah.
Sesuai tujuannya, jelas Silvia, penataan Stasiun Tebet difokuskan untuk menyediakan area transit dan ruang publik yang luas, termasuk juga area PKL yang tertata dan terkelola. Selain itu juga akan menciptakan halte Transjakarta dengan standar keamanan yang memadai.
Lihat Juga: Penataan Kawasan Stasiun Manggarai Berbasis Transportasi Umum
Dengan penataan terbaru, jajaran gerobak PKL ditempatkan berjajar di area plaza di luar pintu pembayaran Stasiun Tebet. Gerobak ditata menyebar, tidak terkonsentrasi di satu titik.
Meski begitu, imbuh Silvia, ada catatan bahwa pengembangan di Stasiun Tebet masih akan diikuti tahap berikutnya, yakni pembangunan sunken plaza atau terowongan penghubung sisi barat dan sisi timur stasiun. Juga akan ada pembangunan rain garden di sisi barat.
Untuk Stasiun Palmerah, Silvia melanjutkan, masalah utama yang terlihat adalah selalu macet di pagi dan sore hari khususnya sebelum pandemi Covid-19. Juga tidak ada tempat bagi pengguna angkutan umum ke moda berikutnya. Akibatnya, penumpang tumpah ke badan jalan.
Itu sebabnya fokus penataan Stasiun Palmerah adalah untuk menyediakan area pengendapan serta pengantaran (drop off) dan penjemputan (pick up) kendaraan online. Caranya, memanfaatkan lahan dari KLHK dan DPR RI, juga area PT KAI.
Untuk mengakomodasi penumpang bus, penataan halte Transjakarta yang semula berbentuk ceruk dengan tenda, ditata ulang menjadi lebih luas menampung penumpang. Demi memperlancar lalu lintas, lintasan sebidang ditutup.
”Saat ini penataan di Palmerah selesai, akan dilakukan pembangunan lebih lanjut perluasan area drop off dan pick up, juga pengendapan," jelas Silvia.
Direktur Utama PT MITJ Tuhiyat secara terpisah menambahkan, untuk penataan stasiun tahap kedua, memang baru Stasiun Tebet dan Palmerah yang sudah selesai 100 persen. Adapun progres penyelesaian pembangunan tiga stasiun yang lainnya, yakni Manggarai 90,3 persen dan Stasiun Gondangdia 69,52 persen. Kedua stasiun itu ditargetkan selesai tahun ini, sedangkan Stasiun Jakarta Kota ditargetkan selesai pada 2022.
Silvia melanjutkan, sebagai stasiun yang sibuk dengan lalu lintas penumpang tinggi, Stasiun Manggarai memerlukan area publik penampung tumpahan penumpang dari stasiun dan yang hendak melanjutkan ke moda transportasi berikutnya. Penataan akan mewujudkan plaza atau area transit yang terkoneksi stasiun.
Baca Juga: Menciptakan Keadilan bagi Mereka yang Hidup dari Transportasi Umum
Untuk Gondangdia, sebelum penataan, belum tersedia area pengantaran dan penjemputan memadai. Pengendara angkutan daring masih sembarangan menjemput dan menurunkan penumpang. ”Kami memanfaatkan area di bawah viaduct KAI untuk tempat pengendapan, drop off dan pick up penumpang, halte Transjakarta, juga kendaraan daring roda dua dan roda empat," jelas Silvia.
PKL yang banyak ada di Stasiun Gondangdia dan belum tertata di Jalan Srikaya II dan Cut Mutia juga ditata lebih baik. Jalan Srikaya dijadikan sebagai area pejalan kaki juga untuk penempatan PKL.
Aditya Dwi Laksana, Ketua Bidang Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) mengapresiasi upaya penataan kawasan stasiun itu bersama empat stasiun sebelumnya. "Penataan stasiun dalam konsep integrasi itu sebetulnya memang baru langkah awal, namun langkah awal yang menurut saya menjanjikan dan positif," jelasnya.
Penataan awal, karena ia melihat penataan stasiun dari enam stasiun terintegrasi yang ada masih ada pekerjaan rumah yang mesti dilanjutkan demi mewujudkan sistem transportasi terintegrasi.
Dari enam stasiun yang sudah ditata, benang merah pada tahap awal itu adalah aksesibilitas penumpang. Untuk Stasiun Juanda, Sudirman, maupun Pasar Senen tahapan penataannya masih lebih kepada meningkatkan aksesibilitas ke stasiun, dan juga penertiban kendaraan, arus kendaraan, yang menunggu penumpang di seputar stasiun. Belum pada tahapan yang benar-benar terintegrasi antarmoda.
Hanya Stasiun Tanah Abang yang ia lihat sedikit lebih maju. Di sana sudah ada pengaturan tempat untuk setiap moda, penumpang lebih mudah berpindah moda.
Untuk penataan di stasiun Tebet, penataan terbaru itu setidaknya menata sekaligus mengintegrasikan angkutan dengan lebih baik ke bus Transjakarta dibandingkan sebelumnya yang tanpa koridor. Penataan juga menyediakan aksesibilitas pengguna yang lebih baik untuk masuk ke stasiun.
Namun, untuk mencapai suatu tingkat moda yang terintegrasi dengan aman, nyaman, lancar di Tebet, masih ada pekerjaan rumah. Salah satu yang terlihat, informasi terkait rute bus Transjakarta hingga pengaturan angkot dan angkutan daring masih belum jelas. Semua masih bercampur di depan plaza transit.
Baca juga : Menengok Wajah Baru Stasiun Tanah Abang Saat Normal Baru
Untuk Palmerah, Aditya senada dengan Silvia, bahwa tumpahan penumpang hingga kemacetan di jam sibuk menjadi masalah yang mesti dicarikan jalan keluarnya. Perlu terobosan.
”Artinya bahwa ada sesuatu di situ yang perlu diperbaiki dari sisi pengaturan arus lalu lintas, kemudian pembuatan lajur khusus untuk Transjakarta sehingga mereka tidak memakan badan jalan, hingga pengadaan lahan untuk menampung tumpahan penumpang,” jelasnya.
Bila itu diatur, maka perpindahan antarmoda di Palmerah, dari kereta ke bus atau kereta ke angkutan daring bisa menjadi lebih lancar nyaman dan aman.
Pada tahap dua, juga ada penataan Stasiun Manggarai. Aditya menilai stasiun itu perlu mendapat perhatian utama karena kompleks. ”Kompleksitasnya tinggi, karena stasiun KA Bandara ada di situ, stasiun Commuter Line sudah dibuat dua tingkat, elevated di situ. Nantinya setelah pembangunan atau revitalisasi stasiun tuntas, rencananya sebagian atau mungkin semua kereta api antarkota atau KA Jarak Jauh akan dioperasikan di Manggarai juga. Sementara, daya dukung lingkungan dan infrastruktur kawasan sekitar stasiun belum bagus,” terangnya.
Akses pedestrian, akses parkir, integrasi dengan Transjakarta, kemudian juga integrasinya untuk ke angkutan nonumum nonmassal lain seperti taksi, bajaj, dan juga kawasan sekitarnya masih belum ditata. Nantinya, stasiunnya megah dan besar, tapi daya dukung lingkungan dan infrastruktur prasarana sekitar stasiunnya masih belum mendukung.
Secara keseluruhan, menurut Aditya, penataan tahap awal itu masih untuk meningkatkan aksesibilitas di stasiun, penertiban arus lalu lintas atau kendaraan di sekitar stasiun, dan integrasi fisik setidaknya ke angkutan yang lainnya. "Minimal tiga itu, tetapi itu masih langkah yang sangat awal," jelasnya.
Ke depannya, penataan stasiun dengan perencanaan yang baik, harapannya juga bisa mengedukasi atau membentuk kultur masyarakat untuk juga mulai berdisiplin dan beretika menggunakan transportasi umum. ”Artinya, diharapkan dengan penataan ini dharapkan tidak hanya penataan secara fisik, tetapi kita juga melakukan penataan kultur, penataan perilaku juga,” jelasnya.
Selanjutnya, penataan stasiun bisa berlanjut ke integrasi yang sebenarnya dengan menyeluruh. Penataan itu, baik integrasi fisik, manajemen, jadwal operasional, tiket, hingga branding.