Terkait Formula E, Rapat Paripurna Interpelasi Selasa Besok
Sebagian fraksi di DPRD DKI menilai keputusan rapat paripurna interpelasi tidak prosedural karena tidak ada dalam agenda rapat Badan Musyawarah.
Oleh
Helena F Nababan
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rapat Badan Musyawarah DPRD DKI Jakarta akhirnya memutuskan menggelar rapat paripurna terkait dengan penggunaan hak interpelasi tentang Formula E. Namun, wakil ketua dan ketua fraksi menilai keputusan itu tidak prosedural.
Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi, Senin (27/9/2021), seusai rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPRD DKI Jakarta di Gedung DPRD DKI membenarkan rapat akan digelar pada Selasa (28/9/2021). ”Ya, 28 September paripurna,” kata Prasetio.
Rapat paripurna tersebut disetujui digelar setelah sebulan lalu dua fraksi, yaitu PDI Perjuangan dan PSI mengajukan hak interpelasi kepada Ketua DPRD DKI. Kedua fraksi itu meminta Dewan memanggil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk menjelaskan terkait dengan Formula E.
”Dari tata tertib dikatakan, 15 orang sudah cukup untuk pengajuan interpelasi, dijadwalkan lagi (untuk interpelasi di Badan Musyawarah kemudian) disetujui,” kata Prasetio.
Dari Bamus itu, rapat paripurna akan digelar Selasa (28/9) pukul 10.00. Dalam aturan DPRD, hak interpelasi diatur dalam Peraturan DPRD DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2020 dalam Bab VIII tentang pelaksanaan hak DPRD dan anggota DPRD DKI.
Hak interpelasi dijelaskan dalam Pasal 120 merupakan hak DPRD untuk meminta keterangan kepada Gubernur DKI mengenai kebijakan pemeirntah daerah yang penting dan strategis dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Hak interpelasi tersebut bisa diusulkan paling sedikit 15 anggota Dewan dan terdiri lebih dari satu fraksi. Dalam hal pengajuan hak interpelasi Formula E ini sudah memenuhi syarat karena jumlah anggota fraksi PDI-P 25 orang dan PSI 8 orang.
Namun, keputusan hasil Bamus DPRD itu dinilai tidak prosedural oleh para Wakil Ketua DPRD DKI dan ketua fraksi. Bahkan, rapat paripurna dinilai ilegal.
Besok itu paripurna ilegal dan kami sepakat untuk melaporkan ke BK.
M Taufik, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta dari Partai Gerindra, mengatakan, agenda pembahasan di Bamus DPRD ada tujuh. Di antaranya terkait dengan penetapan jadwal pembahasan KUPA PPAS Perubahan APBD 2021 dan penetapan jadwal pembahasan raperda perubahan APBD 2021.
”Kami menyampaikan, itu agenda colongan yang dilakukan oleh Saudara Ketua atas rapat Bamus tadi,” katanya.
Agenda Bamus pada Senin pagi sebetulnya membahas tujuh kegiatan di luar rapat paripurna interpelasi, tetapi tiba-tiba ketua memasukkan itu. Dalam mekanisme dan Tatib DPRD bahwa setiapa agenda kegiatan yang dibahas di Bamus harus dibuat undangan. Setiap undangan minimal dua wakil ketua DPRD memberi paraf di undangan tersebut.
”Itu amanat dari Pasal 80 Ayat 3 tatib kita. Maka, kami menyampaikan rapat tadi yang menetapkan rapat paripurna interpelasi, itu ilegal. Maka, karena rapatnya ilegal, hasil produksinya menjadi ilegal juga,” ujarnya.
Karena hasilnya ilegal, imbuh Taufik, mereka menyarankan supaya eksekutif tidak menghadiri rapat tersebut.
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta dari PKS Abdurrahman Suhaimi menyatakan hal senada. Ia sepakat dengan M Taufik bahwa semua proses yang ada di DPRD DKI harus melalui prosedur yang benar.
”Jadi, kalau sesuai agenda, agenda yang sudah ditetapkan kemudian ditelikung. Jadi, kita wakil-wakil sudah paraf, tiba-tiba dimasukkan agenda baru tanpa persetujuan kita, maka itu adalah penelikungan terhadap agenda yang disepakati,” katanya.
Zita Anjani, Wakil Ketua DPRD dari Partai Amanat Nasional, bahkan mengatakan, DPRD merupakan lembaga kolektif kolegial. ”Jadi, tidak boleh ada one man show atau tanda tangan sendiri menjalankan sendiri. Kami pimpinan menyayangkan bahwa ada satu pimpinan yang melanjutkan kegiatan tanpa koordinasi kolektif kolegial. Kami berempat sepakat menolak adanya interpelasi Formula E,” ujarnya.
Karena mereka menilai pembahasan tidak melalui prosedur benar, para ketua fraksi menilai sudah terjadi pelanggaran tata tertib dan akan melaporkan ke Badan Kehormatan (BK) DPRD DKI.
Ketua Fraksi PKS Achmad Yani mengatakan, dengan adanya agenda pembahasan yang tidak ada dalam agenda rapat Bamus, ia memahami telah terjadi pelanggaran tata tertib. ”Dengan terjadinya pelanggaran tata tertib ini, otomatis paripurna untuk hak interpelasi ini saya kira tidak sah. Ini pembelajaran bagi ketua, barangkali ya agar melihat lagi Tatib DPRD. Jangan sampai dilakukan pelanggaran,” kata Achmad.
Ketua Fraksi Demokrat Rani Mauliani juga menegaskan, perlu mekanisme yang sesuai aturan. ”Besok itu paripurna ilegal dan kami sepakat untuk melaporkan ke BK. Ini bisa dilihat interpelasi ini nafsu politik, bukan lagi untuk hak bertanya,” ujarnya.
Feri Amsari, dosen Hukum Tata Negara pada Fakultas Hukum Universitas Andalas, menjelaskan, untuk pembahasan agenda di Bamus itu tetap harus prosedural.
Terpisah, Prasetio tetap menegaskan, mekanisme penjadwalan paripurna interpelasi sesuai dengan ketentuan. Ia menepis telah melanggar aturan tata tertib saat memimpin rapat Bamus.
Dalam rapat itu, DPRD DKI Jakarta menjadwalkan kegiatan penjelasan lisan dan hak bertanya atau intepelasi tentang penyelenggaraan Formula E dalam rapat paripurna besok, Selasa.
”Karena yang hadir (dalam rapat Bamus) sudah kami beri kesempatan untuk mengutarakan pendapat,” ujarnya.
Argumentasi, sambung Pras, justru datang dari peserta rapat Bamus yang menagih agar penggunaan hak bertanya segera dijadwalkan. Sementara yang lainnya, seperti dari Fraksi PKS, Partai Golkar, Partai Demokrat, dan Partai NasDem yang ada di dalam ruang rapat yang sama bergeming.
”Ada, kok, mereka dari fraksi yang tidak setuju (intepelasi) dalam rapat tersebut. Tapi, mereka tidak berkomentar apa-apa sampai saya ketuk palu,” ujarnya.
Politikus PDI Perjuangan itu juga menegaskan, sejak awal dirinya terus mengacu pada Tata Tertib sebagai kiblat DPRD DKI Jakarta menjalankan fungsinya. Seperti menyetujui usulan interpelasi dari dua fraksi, yakni PDI-P dan PSI.